Kampanye Pilkada sebagai sebuah fenomena elektoral mestinya juga bisa direspon dan disikapi dengan nalar intelektual orang-orang dewasa. Nalar ini akan menjadi filter pengarah bagi civitas akademika utamanya para mahasiswa.
Dengan demikian kekhawatiran misalnya potensi terpapar virus negatif dari kegiatan kampanye yang sejatinya berisi kontestasi dan kompetisi politik mestinya dapat dicegah atau dihindari ketika para mahasiswa merespon dan menyikapi gagasan dan tawaran-tawaran program para kandidat.
Kedua, civitas akademika perguruan tinggi mayoritas (jika tidak semua) merupakan warga negara dewasa yang telah memiliki hak pilih sesuai peraturan perundangan. Mahasiswa sebagai segmen civitas akademika paling muda pada umumnya telah mencapai usia 17 atau 18 tahun.
Dengan demikian mereka bukan saja berhak memilih pada waktunya nanti 27 November 2024. Tetapi juga berhak atas segala informasi kepemiluan agar menjadi pemilih yang literate, cerdas dan melek Pilkada. Dan kampanye sejatinya bukan hanya ajang penyampaian visi-misi dan program para kandidat, tetapi juga sekaligus menghadirkan muatan-muatan informasi kepemiluan sekaligus kepolitikan daerah yang dibutuhkan.
Ketiga, selain sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kampus sesungguhnya juga merupakan salah satu pusat perkaderan kepemimpinan generasi muda yang kelak bakal mewarisi dan menjalankan masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kampanye Pilkada dimana para kandidat memaparkan gagasan, visi dan misi programatik mereka akan menjadi bagian dari muatan pembelajaran sekaligus pengayaan wawasan dan pengetahuan seputar isu-isu politik, pemerintahan dan pembangunan daerah yang baik bagi mahasiswa.
Pada saat yang sama, para mahasiswa bahkan juga bisa memberikan feedback, bisa berupa aspirasi, kepentingan, kegelisahan sosial sebagai anak-anak muda, bahkan catatan-catatan kritis terhadap gagasan dan visi-misi para kandidat itu manakala dianggap perlu diartikulasikan.
Ringkasnya, kampanye di kampus bisa menjadi sarana pendidikan, pencerahan sekaligus pendewasaan politik bagi kalangan civitas akademika, khususnya para mahasiswa.
Dengan demikian, dalam konteks politik elektoral Pilkada, mereka diharapkan akan menjadi bagian dari pemilih-pemilih cerdas dan rasional untuk dirinya sendiri sekaligus bisa menjadi "duta-duta pemilih cerdas dan rasional" bagi masyarakat dan lingkungannya.
Selain tadi itu, melalui interaksi langsung dengan para kandidat dalam ajang kampanye mereka bisa "belajar" dan menyerap banyak ilmu, wawasan dan pengalaman untuk kepentingan masa depan mereka.Â
Nir Atribut, Fokus Dialog
Perihal kekhawatiran terhadap potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kampanye Pilkada di kampus, secara teknis KPU sudah mengatur sedemikian rupa melalui norma-norma ketentuan di dalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pilkada. Beberapa ketentuan yang penting untuk segera disosialisasikan secara massif ke kalangan civitas akademika antara lain berikut ini.