Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Hak Publik dalam Kegiatan Kampanye Pilkada

27 September 2024   08:20 Diperbarui: 27 September 2024   14:03 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain KPU (juga Bawaslu sebagai pengawas kampanye), peserta pilkada, partai-partai pengusung dan tim pemenangan para kandidat juga memiliki kewajiban yang sama dalam menghadirkan suasana aman dan damai sebagai bagian dari hak yang harus diperoleh masyarakat di sepanjang perhelatan kampanye.

Dalam konteks tersebut, peserta pilkada, partai-partai politik pengusung dan tim pemenangan para kandidat perlu membangun komitmen bersama dan kesungguhan untuk saling menjaga suasana aman dan damai pada setiap perhelatan kampanye yang mereka selenggarakan. Antara lain dengan menghindari lontaran narasi-narasi yang bersifat provokatif, ujaran kebencian, dan fitnah yang tidak perlu dan jauh dari relevan sebagai motode maupun esensi kampanye.

Netralitas Aparat 

Hak publik lainnya yang tidak kalah penting untuk dipenuhi dalam kegiatan kampanye berkenaan dengan isu netralitas aparatur negara dan pemerintah. Publik berhak atas posisi dan sikap netral aparat negara dan pemerintah dalam kegiatan kampanye karena argumentasi berikut ini.

Salah satu parameter pemilu berintegritas adalah adanya sikap netral, imparsialitas dan tidak memihak dari perangkat aparatur negara dan pemerintah sebagaimana diatur dalam UU 10 Tahun 2016 dan perundangan terkait lainnya. Termasuk yang sangat penting adalah netralitas penyelenggara pilkada, terutama KPU dan Bawaslu. Netralitas aparat ini penting diwujudkan untuk memastikan pilkada berlangsung dengan jujur dan adil (jurdil). 

Absennya netralitas aparat bukan saja melanggar prinsip dasar elektoral, tetapi juga dapat memantik persoalan lain dalam pilkada. Kecemburuan politik misalnya, situasi psikologi politik yang potensial dapat memicu amarah publik dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pilkada bahkan terhadap praktik demokrasi secara umum.

Hilangnya kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pilkada yang dipicu oleh keberpihakan aparatur terhadap paslon tertentu itu potensial dapat membuat perhelatan pilkada menjadi tidak kredibel dan jauh dari berintegritas. 

Di kemudian hari nanti, hasil pilkada yang tidak mendapat kepercayaan publik ini tentu akan berdampak buruk terhadap legitimasi pilkada sekaligus legitimasi kepemimpinan politik paslon terpilih.

Artikel terkait : Kampanye dan Penguatan Literasi Pilkada 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun