Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Hak Publik dalam Kegiatan Kampanye Pilkada

27 September 2024   08:20 Diperbarui: 27 September 2024   14:03 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kampanye. (Freepik/wirestock)

Sebagaimana diatur di dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada, terhitung mulai Rabu 25 September 2024, kegiatan kampanye Pilkada bakal dihelat serentak di masing-masing daerah. Masa kampanye ini akan berlangsung sampai Sabtu 23 November 2024, lumayan panjang, hampir dua bulan.

Kegiatan kampanye merupakan tahapan penting dalam sebuah perhelatan pemilihan (pemilu maupun pilkada) sebelum pemungutan suara dilaksanakan, yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang.

Mengapa penting? Karena kampanye pilkada, sebagaimana disebutkan didalam Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pilkada, merupakan kegiatan dimana para kandidat Kepala dan Wakil Kepala Daerah bakal meyakinkan pemilih dengan cara menawarkan visi, misi, dan program masing-masing.

Melalui ajang kampanye, para pemilih akan mengetahui gagasan dan pikiran para kandidat serta program-program unggulannya untuk memajukan daerah dan menyejahterakan masyarakat daerah. Melalui kampanye pula, terutama pada sesi Debat Kandidat, para pemilih akan mengetahui seberapa layak dan patut (fit and proper) para kandidat diberikan amanah untuk memimpin daerahnya.

Masalahnya kemudian, sebagai forum publik yang melibatkan banyak orang, pikiran, emosi dan perbuatan didalamnya, kampanye seringkali terdistorsi demikian rupa sehingga melenceng dari khitahnya sebagai sarana kontestasi gagasan sekaligus media publik untuk membaca dengan seksama, mencermati secara kritis, memilah dan akhrinya memilih para kandidat.

Bertolak dari gejala tersebut, penting kiranya para pihak, baik peserta pilkada dan tim pemenangannya, pemerintah (pusat maupun daerah), pemilih dan berbagai elemen masyarakat secara bersama-sama membangun komitmen untuk menjaga agar perhelatan kampanye benar-benar berada pada track yang benar sesuai khitahnya sebagai forum kontestasi visi, misi dan program para kandidat.

Dengan cara demikian, potensi distorsif dari kegiatan kampanye pilkada dapat diminimalisasi dan hak-hak publik (pemilih) dalam kegiatan kampanye bisa diperoleh secara maksimal. Lantas apa saja hak-hak yang mestinya diperoleh para pemilih dalam rangkaian kegiatan kampanye pilkada?

www.hukumonline.com
www.hukumonline.com

Mengetahui Gagasan Kandidat

Hak publik pertama yang harus diperoleh masyarakat (pemilih) melalui ajang kampanye pilkada adalah mengetahui gagasan dan rencana-rencana para kandidat jika mereka terpilih kelak. Gagasan dan rencana ini, secara teknis kepemiluan biasa disebut visi, misi dan program.

Hak tersebut harus dipenuhi oleh para kandidat dan tim pemenangan masing-masing. Oleh sebab itu, ajang kampanye, apapun bentuk dan metode yang digunakan para kandidat, haruslah benar-benar menjadi sarana penyampaian visi misi dan program. Bukan yang lain.

Bahwa panggung kampanye menghadirkan pula aneka jenis hiburan dan para pesohor (artis, publik figur atau elit politik nasional) sebagai vote getter tentu boleh-boleh saja, karena memang tidak dilarang sepanjang kehadirannya memenuhi ketentuan perundangan. Tetapi kehadiran mereka mesti proporsional dan tidak sampai menghilangkan substansi kampanye sebagai sarana penyampaian visi misi dan program.

Didalam Pasal 16 PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pilkada disebutkan pula dengan tegas, bahwa visi misi kandidat harus mengandung muatan-muatan materi:

"menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai agama serta jati diri bangsa; meningkatkan kesadaran hukum; memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab sebagai bagian dari pendidikan politik; dan menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan dalam masyarakat."

Suasana Aman dan Damai

Selain berkenaan dengan aspek-aspek substantif tadi, hak publik lain yang harus dipenuhi adalah situasi aman dan damai di sepanjang perhelatan kampanye. Aspek ini penting diwujudkan oleh para pihak yang bertanggung jawab (baik langsung maupun tidak langsung) dalam kegiatan-kegiatan kampanye karena menyangkut berbagai aktifitas keseharian masyarakat.

Dalam situasi persaingan yang akan sangat kompetitif, setiap kubu pasti akan tergoda untuk melakukan segala macam cara untuk memenangi kontestasi sebagaimana yang sudah nampak gejalanya belakangan ini. 

Dalam situasi seperti ini, maka potensi pertengkaran di berbagai ruang dan level dengan mudah dapat mengganggu ketertiban sosial, keamanan lingkungan dan suasana damai dalam masyarakat.

Kampanye, seramai dan seriuh apapun, harus dapat menghadirkan situasi lingkungan yang aman dan memastikan suasana damai dalam masyarakat terjaga dengan baik. Dengan demikian, aktivitas keseharian masyarakat (pelajar, mahasiswa, ibu-bu rumahtangga, para pegawai, pekerja, pelaku usaha dan lain-lain) tetap dapat berlangsung dengan normal.

Secara normatif, hak publik atas suasana aman dan damai di tengah keriuhan kampanye tentu harus dipenuhi oleh pemerintah melalui penggunaan aparat keamanan dan penegak hukum, yakni kepolisian.

Tetapi polisi saja pasti tidak cukup. Suasana aman dan damai adalah kondisi yang bisa dikalkulasi dan dibuatkan mitigasinya (dipetakan potensi kerawanannya dan disiapkan antisipasi pencegahan atau penanganannya). 

Dalam konteks ini peran KPU-KPU daerah sebagai penyelenggara pilkada menjadi sangat penting, terutama ketika menyusun rancangan jadwal dan lokasi-lokasi kegiatan kampanye.

Rancangan jadwal dan lokasi kegiatan-kegiatan kampanye harus dirancang sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan dan hak publik atas suasana aman dan damai selama kegiatan kampanye berlangsung. Sekaligus memuat kalkulasi mitigatif untuk mencegah dan menghindari segala bentuk potensi kerawanan dalam kegiatan kampanye yang bisa terjadi.

Selain KPU (juga Bawaslu sebagai pengawas kampanye), peserta pilkada, partai-partai pengusung dan tim pemenangan para kandidat juga memiliki kewajiban yang sama dalam menghadirkan suasana aman dan damai sebagai bagian dari hak yang harus diperoleh masyarakat di sepanjang perhelatan kampanye.

Dalam konteks tersebut, peserta pilkada, partai-partai politik pengusung dan tim pemenangan para kandidat perlu membangun komitmen bersama dan kesungguhan untuk saling menjaga suasana aman dan damai pada setiap perhelatan kampanye yang mereka selenggarakan. Antara lain dengan menghindari lontaran narasi-narasi yang bersifat provokatif, ujaran kebencian, dan fitnah yang tidak perlu dan jauh dari relevan sebagai motode maupun esensi kampanye.

Netralitas Aparat 

Hak publik lainnya yang tidak kalah penting untuk dipenuhi dalam kegiatan kampanye berkenaan dengan isu netralitas aparatur negara dan pemerintah. Publik berhak atas posisi dan sikap netral aparat negara dan pemerintah dalam kegiatan kampanye karena argumentasi berikut ini.

Salah satu parameter pemilu berintegritas adalah adanya sikap netral, imparsialitas dan tidak memihak dari perangkat aparatur negara dan pemerintah sebagaimana diatur dalam UU 10 Tahun 2016 dan perundangan terkait lainnya. Termasuk yang sangat penting adalah netralitas penyelenggara pilkada, terutama KPU dan Bawaslu. Netralitas aparat ini penting diwujudkan untuk memastikan pilkada berlangsung dengan jujur dan adil (jurdil). 

Absennya netralitas aparat bukan saja melanggar prinsip dasar elektoral, tetapi juga dapat memantik persoalan lain dalam pilkada. Kecemburuan politik misalnya, situasi psikologi politik yang potensial dapat memicu amarah publik dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pilkada bahkan terhadap praktik demokrasi secara umum.

Hilangnya kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pilkada yang dipicu oleh keberpihakan aparatur terhadap paslon tertentu itu potensial dapat membuat perhelatan pilkada menjadi tidak kredibel dan jauh dari berintegritas. 

Di kemudian hari nanti, hasil pilkada yang tidak mendapat kepercayaan publik ini tentu akan berdampak buruk terhadap legitimasi pilkada sekaligus legitimasi kepemimpinan politik paslon terpilih.

Artikel terkait : Kampanye dan Penguatan Literasi Pilkada 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun