Lantas bagaimana akhir dari duduk perkara yang menyita perhatian banyak pihak ini? Publik tentu harus menunggu tindaklanjut pelaporan dari Bawaslu DKI dan penetapan oleh KPU DKI setelah Bawaslu memberikan putusan rekomendasinya.
Nah, sambil menunggu putusan Bawaslu dan KPU DKI, mari kita review sedikit soal calon independen dalam lanskap sejarah Pilkada di tanah air.
Memperluas Ruang PartisipasiÂ
Kehadiran calon perseorangan atau lebih populer disebut calon independen merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 5/PUUV/2007 tanggal 23 Juli 2007 yang menilai bahwa Pasal 56 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam pemerintahan".
Sebagaimana diketahui sebelumnya berdasarkan UU 32 Tahun 2004 pintu masuk pencalonan Kepala dan Kepala Daerah hanya melalui satu pintu partai politik atau gabungan partai politik. Pengaturan ini dianggap bertentangan dengan amanat konstitusi perihal persamaan kedudukan warga negara di dalam pemerintahan, termasuk didalam proses politik.
Mekanisme pencalonan Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang hanya dapat dilakukan melalui pintu masuk partai atau gabungan partai politik telah mempersempit ruang partisipasi sekaligus peluang bagi warga negara yang memiliki kapasitas dan minat untuk maju ke arena kontestasi Pilkada.
Dengan putusan MK tersebut ruang partisipasi dan peluang menjadi terbuka bagi siapa saja warga negara untuk mencalonkan diri sebagai Kepala atau Wakil Kepala Daerah tanpa harus melalui partai atau gabungan partai politik.
Ketika putusan MK tersebut keluar, sempat muncul respon negatif dari kalangan partai politik, yang menilai putusan ini kontraproduktif terhadap keberadaan dan fungsi partai politik sebagai institusi yang berwenang mempersiapkan dan mengajukan calon-calon pemimpin politik di daerah.
Namun karena putusan MK bersifat final and binding maka putusan ini tidak bisa dihindari. Maka terhitung sejak Pilkada 2007, calon independen mulai muncul di beberapa daerah. Tidak banyak memang, tetapi cukup memberi warna terhadap perhelatan Pilkada.
Dalam jejak digital yang bisa dilacak, sejak digelar pada Pilkada 2007 beberapa paslon independen tercatat berhasil memenangi kontestasi. Mereka antara lain pasangan Cagub-Cawagub Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar di Provinsi Aceh, Christian Dillak-Zacharias Manafe di Kabupaten Rote Ndou (NTT), Arya Zulkarnain - Gong Martua Siregar di Kabupaten Batubara (Sumut), Aceng Fikri-Dicky Chandra di Kabupaten Garut, dan Neni Moerniaeni dan Basri Rase di Kota Bontang (Kaltim).
Sayangnya kemudian, karena regulasi yang cukup berat terutama menyangkut pemenuhan persyaratan dukungan penduduk, disamping harus melawan kekuatan partai politik yang jelas memiliki modalitas infrastruktur dan sumberdaya yang kuat, calon-calon independen tidak banyak bermunculan pada Pilkada-pilkada di kemudian hari.
Disiapkan untuk Kalah
Ikhtiar untuk memperluas ruang elektoral dalam konteks Pilkada yang memungkinkan lahirnya pemimpin-pemimpin lokal genuine dari jalur non-partai bisa dibilang gagal karena demikian minusnya jumlah kepesertaan mereka. Atau kegagalan memenangi kontestasi melawan paslon dari partai politik.