Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Calon Independen dalam Sejarah Pilkada

18 Agustus 2024   10:43 Diperbarui: 18 Agustus 2024   10:43 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana diketahui sebelumnya berdasarkan UU 32 Tahun 2004 pintu masuk pencalonan Kepala dan Kepala Daerah hanya melalui satu pintu partai politik atau gabungan partai politik. Pengaturan ini dianggap bertentangan dengan amanat konstitusi perihal persamaan kedudukan warga negara di dalam pemerintahan, termasuk didalam proses politik.

Mekanisme pencalonan Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang hanya dapat dilakukan melalui pintu masuk partai atau gabungan partai politik telah mempersempit ruang partisipasi sekaligus peluang bagi warga negara yang memiliki kapasitas dan minat untuk maju ke arena kontestasi Pilkada.  

Dengan putusan MK tersebut ruang partisipasi dan peluang menjadi terbuka bagi siapa saja warga negara untuk mencalonkan diri sebagai Kepala atau Wakil Kepala Daerah tanpa harus melalui partai atau gabungan partai politik.

Ketika putusan MK tersebut keluar, sempat muncul respon negatif dari kalangan partai politik, yang menilai putusan ini kontraproduktif terhadap keberadaan dan fungsi partai politik sebagai institusi yang berwenang mempersiapkan dan mengajukan calon-calon pemimpin politik di daerah.

Namun karena putusan MK bersifat final and binding maka putusan ini tidak bisa dihindari. Maka terhitung sejak Pilkada 2007, calon independen mulai muncul di beberapa daerah. Tidak banyak memang, tetapi cukup memberi warna terhadap perhelatan Pilkada.

Dalam jejak digital yang bisa dilacak, sejak digelar pada Pilkada 2007 beberapa paslon independen tercatat berhasil memenangi kontestasi. Mereka antara lain pasangan Cagub-Cawagub Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar di Provinsi Aceh, Christian  Dillak-Zacharias Manafe di Kabupaten Rote Ndou (NTT), Arya Zulkarnain - Gong Martua Siregar di Kabupaten Batubara (Sumut), Aceng Fikri-Dicky Chandra di Kabupaten Garut, dan Neni Moerniaeni dan Basri Rase di Kota Bontang (Kaltim).

Sayangnya kemudian, karena regulasi yang cukup berat terutama menyangkut pemenuhan persyaratan dukungan penduduk, disamping harus melawan kekuatan partai politik yang jelas memiliki modalitas infrastruktur dan sumberdaya yang kuat, calon-calon independen tidak banyak bermunculan pada Pilkada-pilkada di kemudian hari.

Disiapkan untuk Kalah

Ikhtiar untuk memperluas ruang elektoral dalam konteks Pilkada yang memungkinkan lahirnya pemimpin-pemimpin lokal genuine dari jalur non-partai bisa dibilang gagal karena demikian minusnya jumlah kepesertaan mereka. Atau kegagalan memenangi kontestasi melawan paslon dari partai politik.  

Namun demikian, fenomena itu tidaklah masalah. Toh yang paling penting ruang sudah dibuka oleh ketentuan perundangan. Prinsip persamaan kesempatan telah coba diimplementasikan melalui putusan MK tadi. Yang kemudian menjadi masalah adalah muncul gejala "pemanfaatan" keberadaan calon independen oleh kelompok-kelompok politik dominan di satu daerah untuk disetting sebagai calon boneka.

Gejala itu bersitemali dengan fenomena krusial Pilkada lainnya. Yakni munculnya calon tunggal di beberapa daerah yang dipicu oleh ketidakberanian partai-partai politik mengajukan paslon lantaran adanya dominasi dari kelompok politik tertentu yang disokong para local strongmen, local boss atau dinasti politik yang terlanjur menjadi sangat kuat secara elektoral di daerahnya.

Dengan nalar sehat dan nurani jernih yang masih tersisa, kelompok kuat lokal ini menilai Pilkada dengan calon tunggal adalah memalukan. Dan pastinya akan lebih memalukan lagi jika si paslon tunggal itu kemudian dipecundangi kotak kosong yang menjadi lawan tandingnya. Mala supaya Pilkada tetap layak disebut Pilkada, mereka kemudian menyiapkan paslon independen sebagai lawan kontestasi. Tentu saja, paslon independen ini disiapkan hanya untuk kalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun