Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Calon Independen dalam Sejarah Pilkada

18 Agustus 2024   10:43 Diperbarui: 18 Agustus 2024   21:37 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun demikian, fenomena itu tidaklah masalah. Toh yang paling penting ruang sudah dibuka oleh ketentuan perundangan. Prinsip persamaan kesempatan telah coba diimplementasikan melalui putusan MK tadi. Yang kemudian menjadi masalah adalah muncul gejala "pemanfaatan" keberadaan calon independen oleh kelompok-kelompok politik dominan di satu daerah untuk disetting sebagai calon boneka.

Gejala itu bersitemali dengan fenomena krusial Pilkada lainnya. Yakni munculnya calon tunggal di beberapa daerah yang dipicu oleh ketidakberanian partai-partai politik mengajukan paslon lantaran adanya dominasi dari kelompok politik tertentu yang disokong para local strongmen, local boss atau dinasti politik yang terlanjur menjadi sangat kuat secara elektoral di daerahnya.

Dengan nalar sehat dan nurani jernih yang masih tersisa, kelompok kuat lokal ini menilai Pilkada dengan calon tunggal adalah memalukan. Dan pastinya akan lebih memalukan lagi jika si paslon tunggal itu kemudian dipecundangi kotak kosong yang menjadi lawan tandingnya. Malah supaya Pilkada tetap layak disebut Pilkada, mereka kemudian menyiapkan paslon independen sebagai lawan kontestasi. Tentu saja, paslon independen ini disiapkan hanya untuk kalah.

Itulah pula kecurigaan publik yang saat ini berkembang di Jakarta, dan mungkin juga mulai menular ke daerah lain. Setelah Anies dipastikan (?) gagal maju, demikian pula dengan PDIP yang ditinggal sendirian karena semua partai memilih bergerombol di satu kubu bernama KIM Plus itu, Ridwan Kamil dan Suswono (?) potensial menjadi calon tunggal.

Nah, supaya Pilgub Jakarta tetap layak disebut Pilgub (ohya sampai disini saya teringat statemen Kang Emil di media yang tidak mau melawan kotak kosong), maka paslon independen harus disiapkan. Disiapkan untuk menjadi lawan tanding dan kalah dengan mudah.

Apakah Dharma-Kun adalah paslon yang dimaksudkan itu? Tentu saja kita tidak boleh bersangka buruk, su'udzon. Tetapi kecurigaan publik juga bukan tanpa alasan. Karena itu para pihak yang berkepentingan perlu bekerja keras dan serius untuk membuktikan bahwa alasan dibalik kecurigaan ini sama sekali tidak benar!

Artikel-artikel yang membahas isu terkait:

KIM Plus, Pilkada Jakarta, dan Pengerdilan Demokrasi

Pilkada, Konsolidasi Demokrasi, dan Tanggung Jawab Partai Politik

Tiga Opsi Kandidasi yang Sama Pentingnya Dipertimbangkan PDIP

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun