Lantas, mengapa demikian pentingnya sebuah bangsa harus bebas dari penjajahan, dari kolonialisme?Â
Hingga di dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dinyatakan dengan tegas oleh para pendiri negeri ini: "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
Secara etimologi, sebagian ahli merujuk istilah kolonialisme terhadap kata "Colonus" (Latin) yang artinya menguasai. Dalam kamus kita, kolonialisme dimaknai sebagai penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu. Dalam catatan sejarah peradaban dunia, kolonialisme dipelopori oleh bangsa-bangsa Eropa pada abad 15 Masehi.
Kolonialisme oleh bangsa Eropa berkaitan erat dengan kesadaran para penguasanya kala itu perihal pentingnya negara memiliki ruang hidup atau Lebensraum dalam bahasa Jerman yang luas bagi kepentingan rakyat dan negaranya. Dalam perspektif geopolitik Frederich Ratzel (1844--1904) kebutuhan akan Lebensraum ini merupakan implikasi alamiah bagi setiap negara sebagai organisme yang hidup.
Negara, ungkap Raztel, adalah identik dengan ruangan yang ditempati oleh sekelompok masyarakat atau bangsa, dan pertumbuhan negara juga mirip dengan pertumbuhan organisma yang memerlukan ruang hidup yang cukup agar dapat tumbuh dengan subur dan menyejahterakan.
Dalam konteks itulah kita memahami kedatangan Portugis yang kemudian disusul oleh Belanda dan Inggris ke Nusantara. Dengan bertamengkan hubungan dagang, mereka datang untuk memperluas ruang hidup bagi rakyatnya karena menyadari bahwa ruang hidup yang mereka miliki, dalam jangka waktu tertentu tidak akan memadai untuk memenuhi kebutuhan rakyat sekaligus kebesaran dan kemajuan negaranya. Sungguh merupakan tujuan visioner yang mulai bagi negara dan rakyatnya.
Tetapi sayangnya, tidaklah demikian bagi kawasan atau negara-negara di luar Eropa yang menjadi sasaran kolonialisasi. Kedatangan mereka termasuk ke Nusantara yang dibalut dengan kepentingan dagang (ekonomi) semata, lambat laun kemudian berubah menjadi tragedi dan petaka yang berlangsung sangat panjang.
Lebih dari sekadar kepentingan ekonomi, secara sistematik mereka akhirnya juga mengejewantahkan tujuan aslinya, yakni kolonialisasi atau penguasaan atas seluruh matra kehidupan masyarakat di setiap kawasan jajahannya dengan menancapkan dan mempraktikan seluruh watak purba kekuasaan. Dari sinilah, dari kolonialisme, tragedi dan petaka kemanusiaan itu dimulai.
Watak Purba Kolonialisme
Kembali ke pernyataan lugas yang dirumuskan the founding fathers kita dalam Pembukaan UUD 1945 tadi. Bahwa penjajahan alias kolonialisme harus dihapus karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ketiadaan perikemanusiaan dan absennya perikedilan adalah watak purba paling mendasar dari kolonialisme.
Inilah dua kata kunci ini paling dasar yang menjadi perhatian para pendiri republik dan karenanya juga harus menjadi concern kita saat ini dan kedepan, yakni perikemanusiaan dan perikeadilan. Dua terminologi yang hilang esensinya di sepanjang era kolonialisme.