Terlepas dari masih adanya kontroversi seputar perayaan Hari Kemerdekaan di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang baru saja selesai digelar siang tadi, dan tentu saja juga digelar di seluruh antero Nusantara, saya merasa beruntung. Beruntung karena bisa menjadi saksi sejarah di mana momentum peringatan Hari Kemerdekaan ini dilaksanakan di dua tempat yang berbeda secara bersamaan: Jakarta dan IKN.
Melalui tayangan televisi, rasa bangga sebagai warga negara segera saja menyeruak ketika menyaksikan betapa hebat dan dahsyatnya lanskap dan performa IKN. Pantaslah jika biaya untuk membangunnya demikian mahal. Pun anggaran perayaan Kemerdekaannya.
Namun pada saat yang sama, pada bilah kesadaran sukbyektif, saya juga merasakan deretan ironi kebangsaan ketika menyaksikan para pejabat, politisi, tokoh masyarakat, dan pengusaha berjejer-jejer di istana Garuda IKN bersama Presiden dalam ragam busana daerah yang berwibawa, anggun dan terkesan serba mewah.
Sekali lagi, ini memang ada pada bilah subyektif saya sebagai warga negara. Pada deretan wajah yang penuh wibawa, senyum yang menyiratkan kesejahteraan, dan ragam busana yang mengekspresikan paduan kebhinekaan dan kemajuan itu semua saya melihat angka pengangguran yang tinggi, disparitas sosial yang lebar, penegakan hukum yang serupa menegakan benang basah, hegemoni sumber daya oleh sekelompok oligarkh, etika yang terhempas, praktik politik yang kehilangan moralitas dan ironi-ironi kebangsaan lainnya.
Lantas, sudahkah kita benar-benar merdeka? Merdeka dalam arti yang selaras dengan konteks historisitasnya? Mari kita periksa.
Kolonialisme, Muasal Semua Tragedi dan PetakaÂ
Kita mulai dengan memahami istilah "merdeka." Berdasarkan kamus kita, istilah "merdeka" memiliki tiga varian makna. Yaitu: 1) bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri, 2) tidak terkena atau lepas dari tuntutan, dan 3) tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Dalam konteks historisitas (kesejarahan) bangsa dan negara manapun (termasuk negara kita tentu saja), ketiga varian makna itu tidak ada perbedaan substantif. Bebas, berdiri sendiri, tentu yang dimaksud adalah bebas dari cengkeraman kekuasaan penjajah kolonial.Â
Tidak terkena atau lepas dari tuntutan, artinya juga terlepas dari kewajiban atau tuntutan apapun (sosial, politik dan hukum) yang diciptakan oleh kekuasaan kolonial. Tidak terikat, tidak bergantung kepada pihak tertentu, pastinya juga idem ditto, tidak terikat lagi atau bergantung pada eksistensi kekuasaan kolonialis.
Bertolak dari konteks historisitas itu dapat disimpulkan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang hari ini kita rayakan momentum sejarahnya tidak lain adalah merdeka dari kolonialisme.Â
Bebas, terlepas, dan tidak terikat lagi pada tradisi, tata aturan dan hukum besi kolonialisme. Atau dalam diksi keseharian dikenal dengan istilah penjajahan. Indonesia Merdeka artinya Indonesia bebas dari penjajahan, lepas dari penjajahan, tidak terikat lagi pada penjajahan.