Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Historisitas Hakikat Kemerdekaan (Sebuah Refleksi)

17 Agustus 2024   23:00 Diperbarui: 17 Agustus 2024   23:11 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolonialisme oleh bangsa Eropa berkaitan erat dengan kesadaran para penguasanya kala itu perihal pentingnya negara memiliki ruang hidup  atau Lebensraum dalam bahasa Jerman yang luas bagi kepentingan rakyat dan negaranya. Dalam perspektif geopolitik Frederich Ratzel (1844--1904) kebutuhan akan Lebensraum ini merupakan implikasi alamiah bagi setiap negara sebagai organisme yang hidup.

Negara, ungkap Raztel, adalah identik dengan ruangan yang ditempati oleh sekelompok masyarakat atau bangsa, dan pertumbuhan negara juga mirip dengan pertumbuhan organisma yang memerlukan ruang hidup yang cukup agar dapat tumbuh dengan subur dan menyejahterakan.

Dalam konteks itulah kita memahami kedatangan Portugis yang kemudian disusul oleh Belanda dan Inggris ke Nusantara. Dengan bertamengkan hubungan dagang, mereka datang untuk memperluas ruang hidup bagi rakyatnya karena menyadari bahwa ruang hidup yang mereka miliki, dalam jangka waktu tertentu tidak akan memadai untuk memenuhi kebutuhan rakyat sekaligus kebesaran dan kemajuan negaranya. Sungguh merupakan tujuan visioner yang mulai bagi negara dan rakyatnya.

Tetapi sayangnya, tidaklah demikian bagi kawasan atau negara-negara di luar Eropa yang menjadi sasaran kolonialisasi. Kedatangan mereka termasuk ke Nusantara yang dibalut dengan kepentingan dagang (ekonomi) semata, lambat laun kemudian berubah menjadi tragedi dan petaka yang berlangsung sangat panjang.

Lebih dari sekedar kepentingan ekonomi, secara sistematik mereka akhirnya juga mengejewantahkan tujuan aslinya, yakni kolonialisasi atau penguasaan atas seluruh matra kehidupan masyarakat di setiap kawasan jajahannya dengan menancapkan dan mempraktikan seluruh watak purba kekuasaan. Dari sinilah, dari kolonialisme, tragedi dan petaka kemanusiaan itu dimulai.

Watak Purba Kolonialisme

Kembali ke pernyataan lugas yang dirumuskan the founding fathers kita dalam Pembukaan UUD 1945 tadi. Bahwa penjajahan alias kolonialisme harus dihapus karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ketiadaan perikemanusiaan dan absennya perikedilan adalah watak purba paling mendasar dari kolonialisme.

Inilah dua kata kunci ini paling dasar yang menjadi perhatian para pendiri republik dan karenanya juga harus menjadi concern kita saat ini dan kedepan, yakni perikemanusiaan dan perikeadilan. Dua terminologi yang hilang esensinya di sepanjang era kolonialisme.

Dalam kamus kita istilah "Perikemanusiaan" dimaknai sebagai sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka menolong, bertimbang rasa. Sementara merujuk pada artikel "Pentingnya Pengamalan Pancasila Sila ke-2 di Lingkungan Masyarakat" di laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terkait penjelasan makna Sila Kedua Pancasila, bahwa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan.  

Sementara itu, istilah "Perikeadilan" yang diturunkan dari nilai dasar "Adil" dan dirumuskan dalam Pancasila Sila Kelima memiliki makna bahwa bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan keadilan baik dalam bidang hukum, ekonomi, politik dan kebudayaan hingga tercipta masyarakat yang adil dan makmur.

Sekali lagi, kedua esensi itu hilang. Direnggut oleh kolonialisme yang datang menghadirkan penguasaan, penindasan, penistaan harkat dan martabat kemanusiaan, diskriminasi sosial, keserakahan, eksploitasi segala jenis sumberdaya dan berbagai watak purba lainnya. Dan perjuangan mewujudkan kemerdekaan sejatinya adalah perjuangan mengembalikan lagi Perikemanuisaan dan Perikeadilan pada lanskap kehidupan bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun