Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mencegah Kotak Kosong Ikut Pilkada

11 Juli 2024   16:59 Diperbarui: 11 Juli 2024   16:59 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada dengan pasangan calon tunggal, terutama karena ketersanderaan partai-partai oleh perilaku politik kartel tentu tidak sehat dalam tradisi demokrasi, setidaknya karena empat alasan berikut ini.

Pertama, masyarakat tidak diberikan pilihan kecuali figur pasangan calon hasil kesepakatan elit yang sangat mungkin berlangsung dalam proses yang sarat dengan transaksi-transaksi gelap politik.

Kedua, calon tunggal dalam perhelatan bernama Pilkada cenderung menjadi pseudo-elektoral. Pemilihan yang semu. Karena paket pasangan calon yang ditawarkan kepada masyarakat hanya satu. Contradictio in terminis. Memilih itu artinya mengambil satu diantara minimal dua pasangan calon yang tersedia.

Ketiga, calon tunggal Pilkada mengisyaratkan bahwa partai-partai politik gagal menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen politik kepemimpinan sekaligus sarana artikulasi kepentingan kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang dapat dipastikan tidak mungkin bersifat homogen.

Keempat, dominasi kelompok apalagi yang berbasis keluarga atau kekerabatan yang terlampau kuat dan dibiarkan berlangsung tanpa perlawanan potensial berdampak pada menyempitnya ruang publik untuk melahirkan pemimpin-pemimpin otentik di daerah, pemimpin yang memiliki integritas dan kapasitas unggul.   

Mencegah Kotak Kosong

Lantas bagaimana mencegah kotak kosong hadir sebagai "peserta" dalam perhalatan Pilkada? Ada dua langkah strategis yang bisa dilakukan.

Pertama, desak partai-partai politik untuk memiliki keberanian dan keseriusan menawarkan sebanyak mungkin figur-figur terbaik di daerahnya. Jangan egois, jangan hanya memikirkan kepentingan "keselamatan" partainya sendiri-sendiri, tetapi juga memikirkan keselamatan rakyat di daerahnya dari potensi terpilihnya pemimpin yang tidak cakap dan tidak pantas.

Kedua, tebarkan "virus ancaman" sedini mungkin melalui pendidikan politik dan peningkatan kesadaran kritis elektoral, sejak sekarang jika perlu. Bahwa jika akhirnya kotak kosong lolos menjadi "peserta" Pilkada, kotak kosong inilah yang kelak akan dipilih oleh masyarakat. Biar para elit partai sadar, bahwa pemilih adalah pemilik sejati kedaulatan.

Siapa yang harus bergerak melakukan kedua langkah itu? Tentu saja masyarakat, setidaknya para pemilih cerdas dan kritis di setiap daerah yang potensial bakal disuguhi lawakan calon tunggal!  

Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/6684e6f7ed64155c277a1c62/politik-kartel-dalam-proses-kandidasi-pilgub-banten

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun