Gejala itu jelas tidak sehat dalam berdemokrasi. Tradisi dialektik dalam diskursus politik kebijakan akan meredup. Demokrasi deliberatif tidak akan bisa ditumbuh kembangkan. Karena hegemoni kekuasaan akan mematikan prinsip dasar demokrasi, yakni check and balances, pengawasan dan keseimbangan politik dalam relasi negara dan rakyat.
Hadirnya Anies dan Ganjar. Apalagi jiak bersama-sama dan didukung penuh oleh sikap politik PKS (Anies) dan PDIP (Ganjar) jelas akan menjaga nafas demokrasi tetap lega, menghidupkan tradisi dialektik dan perdebatan diskursif yang otentik dalam kerangka perancangan dan proposal-proposal politik kebijakan oleh pemerintah.
Dalam kaitan inilah, sudah tepat pernyataan Ganjar beberapa waktu lalu bahwa dirinya akan mengambil sikap oposisi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Sebuah konsistensi, barang mewah di kalangan elit politik yang kian jarang ditemukan pengejewantahannya, dan karena itu layak diapresisasi.
Tinggal menunggu sikap tegas dan konsistensi Anies. Apakah siap merawat semangat dan terus memperjuangkan titipan amanah puluhan juta pemilihnya dengan menjalankan fungsi dan peran oposisional seperti Ganjar, atau menjadi lumer karena "godaan politik" baru yang bernama Pilkada?
Artikel terkait:Â Mengembalikan Pilkada (Serentak) 2024 pada Khittahnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H