Dari beberapa hadits itu, sejak awal kehadirannya Islam memang menolak sekularisme, pemisahan urusan duniawi dari urusan akhirat, urusan agama dari urusan duniawi. Dalam syariat serta elaborasi prinsip-prinsip dasarnya yang kemudian tertuang dalam lanskap berbagai disiplin fiqhiyah (ibadah, muamalah, siyasah, jinayat dll) kesatuan ajaran Islam itu semakin jelas wujudnya.
Dalam kerangka pikir itulah, terma "memelihara kesehatan mulut" juga tak hanya fokus pada dimensi fisik, mulut dalam pengertian biologis dan medis. Melainkan juga penting didekati dari dimensi esoteris (bathiniyah, ruhaniyah). Terlebih dalam konteks dan suasana Ramadhan khususnya berkenaan dengan ibadah puasa.
Secara biologis mulut merupakan salah satu organ tubuh manusia yang terdiri dari bibir, rongga mulut, gigi dan gusi, lidah dan kelenjar lidah. Diantara bagian-bagian organik mulut itu terdapat lidah yang memiliki fungsi sangat penting untuk memaksimalkan fungsi mulut.
Lidah adalah bagian mulut yang tersusun atas kumpulan otot tak bertulang. Lidah berperan penting, bukan saja dalam menempatkan posisi, mengecap dan menelan makanan. Melainkan juga untuk fungsi-fungsi penting lainnya. Salah satu diantara fungsi penting dalam hal ini adalah menjadi alat bantu untuk bicara. Dengan bantuan gigi dan bibir lidah akan memperjelas suara yang dibentuk oleh pita suara dan keluar melalui tenggorokan (www.halodoc.com).
Kamus Kita memaknai Lidah antara lain sebagai bagian tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata. Pada entri yang lain dalam Kamus Kita, Lidah juga semakna dengan Lisan, atau sesuatu yang berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan.
Menjaga Kesehatan Esoterik Mulut
Dalam syariat Islam, memelihara dan menjaga mulut dari ucapan atau perkataan buruk yang tidak berguna dan bahkan bisa memicu lahirnya kemaksiatan adalah kewajiban. Melalui berbagai ayat di dalam Al Quran, Allah SWT mengingatkan soal perbuatan lisan yang harus dijaga ini.
Di dalam surat An Nisa ayat 114 misalnya, Allah mengingatkan: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." Bisikan-bisikan itu maksudnya adalah ucapan atau perkataan manusia.
Masih di surat An Nisa ayat 148 ditegaskan, bahwa "Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya (dizalimi). Allah itu Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." Maksudnya adalah bahwa Allah tidak menyukai perkataan yang jelek atau perkataan yang menyakiti orang lain.
Sementara itu, dalam sebuah hadits diriwayatkan, Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah! Siapakah kaum muslimin yang paling baik?" Rosulullah menjawab, "Seorang muslim yang tidak mengganggu orang lain dengan lisan atau tangannya." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam konteks ibadah puasa, sahabat Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Puasa adalah tameng. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, dan melakukan perbuatan bodoh. Apabila terdapat seseorang memusuhinya atau mencelanya maka hendaknya dia mengatakan, 'Aku sedang berpuasa'." (HR. Abu Dawud).