Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan Talks (12): Perspektif Syar'i Merawat Mulut dan Menjaga Lisan

28 Maret 2024   22:05 Diperbarui: 28 Maret 2024   22:09 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam Islam kesehatan adalah perkara penting. Itu sebabnya era keemasan peradaban Islam dan setelahnya banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang fokus pada bidang kedokteran dan kesehatan, seperi Ibnu Sinna (Avicenna), Ibnu Rusyd (Averoes), Al Kindi, Abul Qohim Al Zahrowi dan lain-lain.

Rosulullah SAW dan para Sahabat beliau sendiri sangat peduli dengan urusan kesehatan. Hal ini tentu bisa difahami karena tubuh yang sehat dan bugar adalah prasyarat penting, selain untuk kebutuhan menjalani kehidupan keseharian, juga penting untuk bisa melaksanakan perintah ibadah dari Allah SWT.

Perspektif Sunnah Memelihara Kesehatan Mulut

Sebagai ajaran yang secara komprehensif mengatur segala aspek kehidupan, dari perkara-perkara besar seperti kepemimpinan dan kenegaraan hingga ke urusan-urusan remeh temeh seperti makan dan minum, masuk kamar mandi, bahkan juga tidur, semua ada syariat dan adab-adabnya dalam Islam. Pun demikian halnya dengan soal kesehatan mulut.

Dalam sebuah Rosulullah bersabda, bahwa "Shalat dengan bersiwak itu lebih utama daripada 70 shalat tanpa bersiwak lebih dahulu" Bersiwak artinya menggosok atau membersihkan gigi.

Pada hadits lainnya, hadits muttafaqun alaih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bahkan pernah menyatakan, "Seandainya tidak memberatkan umatku -atau tidak memberatkan manusia- aku pasti memerintahkan mereka untuk bersiwak bersamaan dengan setiap kali shalat."

Kedua hadits tersebut bukan saja berisi pesan tentang pentingnya bersiwak (gosok gigi) sebagai suatu urusan tersendiri. Melainkan juga terkoneksi dengan kewajiban menjalankan sholat sebagai salah satu bentuk ibadah mahdhoh. Keterhubungan siwak dengan ibadah (sholat) ini juga ditegaskan lagi dalam hadits yang lain, "Siwak membuat bersih mulut dan mendatangkan ridha Allah." (HR. Imam Ahmad).

Selain menggosok dan membersihkan gigi, Rosulullah juga terbiasa memelihara kebersihan dan kesehatan mulut. Hal ini antara lain diriwayatkan dalam hadits At Thabrani sebagaimana termaktub dalam kitabnya, Al-Mu'jam Al-Ausath, "Buanglah sisa-sisa makanan di gigimu, karena perbuatan itu adalah kebersihan, dan kebersihan itu akan mengajak (menggiring) kepada iman, dan iman itu akan bersama orang yang memilikinya dalam surga." 

Satu hal yang menarik dari cara Rosulullah mengajarkan para sahabat (dan tentu saja umatnya) dalam memelihara kesehatan mulut ini adalah, bahwa beliau selalu mengaitkannya dengan urusan ibadah, urusan agama dan akhirat. Bahwa memelihara kesehatan mulut pun bisa menjadi bagian dari amal perbuatan yang bernilai ibadah. Jadi bukan semata-mata urusan duniawi.

Esoterisme Mulut 

Dari beberapa hadits itu, sejak awal kehadirannya Islam memang menolak sekularisme, pemisahan urusan duniawi dari urusan akhirat, urusan agama dari urusan duniawi. Dalam syariat serta elaborasi prinsip-prinsip dasarnya yang kemudian tertuang dalam lanskap berbagai disiplin fiqhiyah (ibadah, muamalah, siyasah, jinayat dll) kesatuan ajaran Islam itu semakin jelas wujudnya.

Dalam kerangka pikir itulah, terma "memelihara kesehatan mulut" juga tak hanya fokus pada dimensi fisik, mulut dalam pengertian biologis dan medis. Melainkan juga penting didekati dari dimensi esoteris (bathiniyah, ruhaniyah). Terlebih dalam konteks dan suasana Ramadhan khususnya berkenaan dengan ibadah puasa.

Secara biologis mulut merupakan salah satu organ tubuh manusia yang terdiri dari bibir, rongga mulut, gigi dan gusi, lidah dan kelenjar lidah. Diantara bagian-bagian organik mulut itu terdapat lidah yang memiliki fungsi sangat penting untuk memaksimalkan fungsi mulut.

Lidah adalah bagian mulut yang tersusun atas kumpulan otot tak bertulang. Lidah berperan penting, bukan saja dalam menempatkan posisi, mengecap dan menelan makanan. Melainkan juga untuk fungsi-fungsi penting lainnya. Salah satu diantara fungsi penting dalam hal ini adalah menjadi alat bantu untuk bicara. Dengan bantuan gigi dan bibir lidah akan memperjelas suara yang dibentuk oleh pita suara dan keluar melalui tenggorokan (www.halodoc.com).

Kamus Kita memaknai Lidah antara lain sebagai bagian tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata. Pada entri yang lain dalam Kamus Kita, Lidah juga semakna dengan Lisan, atau sesuatu yang berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan.

Menjaga Kesehatan Esoterik Mulut

Dalam syariat Islam, memelihara dan menjaga mulut dari ucapan atau perkataan buruk yang tidak berguna dan bahkan bisa memicu lahirnya kemaksiatan adalah kewajiban. Melalui berbagai ayat di dalam Al Quran, Allah SWT mengingatkan soal perbuatan lisan yang harus dijaga ini.

Di dalam surat An Nisa ayat 114 misalnya, Allah mengingatkan: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." Bisikan-bisikan itu maksudnya adalah ucapan atau perkataan manusia.

Masih di surat An Nisa ayat 148 ditegaskan, bahwa "Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya (dizalimi). Allah itu Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." Maksudnya adalah bahwa Allah tidak menyukai perkataan yang jelek atau perkataan yang menyakiti orang lain.

Sementara itu, dalam sebuah hadits diriwayatkan, Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu, pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah! Siapakah kaum muslimin yang paling baik?" Rosulullah menjawab, "Seorang muslim yang tidak mengganggu orang lain dengan lisan atau tangannya." (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam konteks ibadah puasa, sahabat Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, "Puasa adalah tameng. Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa maka janganlah ia berkata kotor, dan melakukan perbuatan bodoh. Apabila terdapat seseorang memusuhinya atau mencelanya maka hendaknya dia mengatakan, 'Aku sedang berpuasa'." (HR. Abu Dawud).

Secara fiqhiyah perkataan kotor memang tidak membatalkan puasa. Tetapi dalam perspektif tingkatan ibadah puasa Imam Al Ghozaly, orang yang berpuasa hanya mengandalkan kemampuan menahan diri dari rasa haus, lapar dan syahwat biologis adalah puasa dengan tingkatan yang rendah. Ibadah puasanya tetap sah, tetapi pahala puasanya menjadi sia-sia.

Demikianlah. Dua dimensi memelihara kesehatan mulut. Secara biologis mulut dan seluruh struktur organik di dalamnya memang perlu sehat. Namun secara ruhaniyah, mulut dengan organ terpentingnya, yakni lidah atau lisan juga wajib dijaga dan dirawat. Dijaga dari syahwat berkata buruk, dirawat dari nafsu berucap kotor.  Wallahu'alam Bishowab.

Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65f024d6de948f12d3074d22/target-ibadah-puasa-level-dua-mungkinkah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun