Selain ikhtiar untuk lebih fokus ibadah sekaligus ngalap berkah Ramadhan melalui berbagai bentuk amalan yang wajib maupun sunah, ada satu hal yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian umat Islam. Yakni soal tatakelola finansial (keuangan) rumah tangga selama bulan Ramadan yang ritme aktifitasnya berbeda denga sebelas bulan lainnya, dan sedikit banyak memberi pengaruh pada aspek finansial harian rumah tangga.
Pada sebelas bulan lain di tahun Hijriyah misalnya tidak ada kewajiban membayar zakat fitrah. Pun "kewajiban-kewajiban" lain yang lebih bersifat sosial dan tradisi belaka seperti buka puasa bersama dan pernak-pernik persiapan menyambut Lebaran.
Itu semua sedikit banyak akan menjadi "nomenklatur" khusus dalam dokumen penganggaran (budgeting) rumah tangga selama Ramadhan yang memerlukan treatmen tertentu agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi rumah tangga dan ibadah puasa.
Secara syar'i ada beberapa dalil dalam Al Quran dan Hadits yang oleh para Ulama dijadikan rujukan atau prinsip dasar bagaimana mengelola keuangan dalam rumah tangga Islam. Termasuk tentu saja dalam tatakelola finansial selama Ramadhan. Berikut beberapa diantaranya.
Prinsip Dasar : Proporsional dan Jangan Berlebihan
Sebelum mendiskusikan aspek-aspek yang lebih detail soal finansial Ramadhan, penting bagi umat Islam untuk memahami dan menghayati beberapa ayat Al Quran dan teks Hadits berikut, yang bisa menjadi pijakan dasar dalam membuat perencanaan dan mengelola anggaran Ramadhan.
Pertama adalah Al Quran Suart Al-Isra: 26-27 yang berisi perintah Allah agar umat Islam tidak boros.Â
"...janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."Â
Â
Kedua di dalam Al Quran Surat Al-A'raf ayat 31, yang berisi perintah sekaligus larangan terkait makan dan minum. Firmal Allah:Â
"Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."Â
Â
Kedua penggalan ayat tersebut secara eksplisit memerintahkan agar umat Islam tidak berlaku boros dalam mengelola harta kekayaan dengan jalan menghambur-hamburkannya secara sia-sia dan mubadzir. Atau dengan jalan membelanjakan atau menggunakannya secara tidak proporsional.
Dalam konteks Ramadhan kaidah itu relevan dengan salah satu hakikat puasa yakni mengendalikan hawa nafsu. Hidup boros dan menghambur-hamburkan harta (uang dll) pada umumnya dipicu oleh hawa nafsu yang tidak terkendali. Bisa karena karakter hedonis yang kelewat besar dalam pribadi seseorang, bisa juga karena gengsi atau dorongan-dorongan lingkungsan sosial yang buruk.
Selain itu umat Islam juga dilarang berlaku Ishraf (berlebihan) dalam urusan makan dan minum. Baik dalam menyediakan maupun dalam mengonsumsinya. Makan yang terlampau berlebihan hingga menimbulkan kekenyangan yang juga berlebihan dihukumi Makruh oleh sebagian Ulama, bahkan haram oleh sebagian Ulama lainnya sebagaimana dijelaskan Syekh Ahmad Zainuddin Al-Fannanni dalam kitab Fath al-Mu'in.
Cara Sunnah Mengelola Keuangan
Berdasarkan dua prinsip dasar diatas tadi, berikut ini cara-cara Sunnah (cara yang dilakukan dan diajarkan Rosulullah sebagaimana diriwayatkan para Sahabat) yang dapat digunakan untuk mengelola finansial Ramadhan secara sehat dan berkah.
Pertama membuat perencanaan yang matang perihal pos-pos belanja apa saja yang harus dianggarkan berdasarkan proporsi pendapatan atau potensi pendapatan yang diterima. Perencanaan anggaran ini penting untuk memastikan terjaminnya stabilitas keuangan rumah tangga sekaligus menghindarkan diri dari potensi menjadi beban finansial orang lain.
Secara syar'i keharusan penganggaran itu didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi, "Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum dinyatakan kepadanya empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan."
Rosulullah sendiri, secara garis besar memilah kekayaan dan finansialnya kedalam tiga kategori sasaran penggunaan. Yakni untuk makan (pangan), untuk pakaian dan properti (sandang dan papan), dan untuk sedekah.
Kedua mengalokasikan secara khusus anggaran untuk Zakat Fitrah dan sedekah. Zakat Fitrah itu wajib perorangan, dan biasanya mulai dibayarkan setelah Ramadhan memasuki hari keenam belas atau setelah lewat puasa setengan bulan. Dan paling lambat pada hari terakhir Ramadhan.
Sementara itu, meski sunah, sedekah sebaiknya tetap dialokasikan anggarannya khusus untuk diberikan pada bulan Ramadhan ini mengingat keberkahan yang terkandung dalam sedekah dan dalam bulan Ramadhan. Tentu saja dengan tetap memperhatikan prinsip proporsional dan keseimbangan.
Ketiga memastikan prinsip keseimbangan dalam pembuatan anggaran, yakni keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Dan seperti telah disinggung tadi, dalam konteks ini, menghindari sikap boros dan berlebihan penting untuk menjaga keseimbangan finansial itu dalam praktiknya.
Dalam konteks ini misalnya acara atau undangan buka puasa bersama penting dibatasi secara selektif agar tidak mengganggu keseimbangan finansial. Demikian juga dengan belanja kebutuhan ifthar (buka puasa) dan sahur. Tidak perlu mewah dan mahal. Cukup yang memenuhi standar asupan kebutuhan gizi dan sehat tentu saja. Â
Keempat menjaga komitmen terhadap perencanaan anggaran yang sudah dibuat, melakukan kontrol dan menerapkan disiplin dalam implementasinya. Jangan mudah tergoda untuk melakukan penyimpangan belanja atau penggunaan anggaran yang sudah direncanakan, kecuali dalam situasi yang bersifat darurat.
Kelima dalam situasi apapun, termasuk di bulan Ramadhan ini Rosulullah menganjurkan agar umat Islam juga membiasakan diri menabung atau menyimpan sebagian (secara proporsional) hartanya. Anjuran ini sebagaimana tertuang dalam hadits yang diriwayatkan oleh Iman Bukhori, "Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu."
Â
Terakhir jangan pernah lupa untuk selalu bersyukur dengan apa yang Allah anugerahkan setiap waktu, berapapun besaran dan nilainya. Sebagaimana Allah perintahkan,Â
"Ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras'." (QS. Ibrahim: 7).
Wallahu a'lam bishowab.
Artikel terakit: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65f7154ac57afb4e32759e42/ramadhan-talks-4-etika-makan-minum-dan-menu-ramadhan-rosulullah
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H