Mengundang atau mendatangi, dan mintai kesaksian, keterangan, dan pendapat para pihak yang dianggap perlu untuk mendukung klaim dan/atau tuduhan kecurangan itu secara beradab. Dan biarkan rakyat cukup mengawasi bersama secara terbuka. Tidak perlu saling lempar batu di jalanan.
Dengan cara demikian, baik melalui mekanisme hukum di MK maupun melalui mekanisme politik di DPR, dugaan kecurangan Pemilu bisa sama-sama diuji secara fair, terbuka dan beradab.Â
Tentu dengan catatan proses dan para pihak yang terlibat dalam upaya pencarian kebenaran dan keadilan (yakni hakim konstitusi di MK, anggota DPR, Pemerintah, serta para pihak lain yang terlibat misalnya para ahli, tokoh masyarakat, aktifis dll) bersikap jujur, menjunjung tinggi moralitas dan memegang teguh integritas masing-masing.
Jika kemudian tuduhan kecurangan TSM terbukti baik di MK maupun di DPR, kubu Paslon 2 harus dengan legawa menerima konsekuensinya: hasil Pemilu dibatalkan dan wajib diulang. Konsekuensi yang sama juga harus siap diterima oleh Presiden dan/atau penyelenggara Pemilu jika terbukti terlibat dalam kecurangan.
Sebaliknya, jika tuduhan kecurangan TSM itu tidak dapat dibuktikan baik di MK maupun di DPR, kubu 1 dan 3 juga harus secara fair menerima putusan akhirnya. Dengan cara demikian Pemilu (mestinya) menjadi bersih dari segala jenis noda (tuduhan kecurangan dan penyangkalan kecurangan), dan kepatuhan para pihak terhadap putusan hukum dan putusan politik juga terjaga. Â Â
Artikel terkait: Hak Angket, Jalan Politik Menuju Pemakzulan Presiden? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H