Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Semiotika dan Kontekstualitas Quotes Anies dalam Debat Pamungkas

7 Februari 2024   11:05 Diperbarui: 10 Februari 2024   13:08 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.mediaindonesia.com

Selanjutnya, masih pada sesi pemaparan visi-misi, Anies mengutip sebuah pepatah Jawa, "Sopo Wani Rekoso, Bakal Gayuh Mulyo". Siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam usahanya pasti akan meraih kemuliaan.

Kutipan tersebut diungkapkan Anies setelah membeberkan berbagai fenomena ketimpangan dan ketidakdilan dalam masyarakat. Suatu kondisi yang mengakibatkan penyempitan kesempatan bagi sebagian besar warga, sementara sebaliknya, memberikan perluasan kesempatan bagi sebagian kecil orang.

Jadi, dari sisi kontekstualitas fenomena yang berlangsung, pepatah itu merupakan pesan agar ketimpangan diakhiri, ketidakadilan disudahi, dan kesetaraan kesempatan dibuka seluas-luasnya bagi seluruh rakyat. Karena meski pepatah itu mendalilkan "sopo wani rekso, bakal gayuh mulyo", jika kesempatannya tidak ada maka menjadi percuma, hanya akan melahirkan frustasi sosial di dalam masyarakat.

Ngadek Sacekna, Nilas Saplasna

Masih dalam satu nafas pesan pembuka, Anies kemudian mengutip pepatah Sunda "Ngadek Sacekna Nilas Saplasna." Frasa ini merupakan pepeling agar setiap manusia menjaga konsistensi antara ucapan dan perbuatan, menjunjung tinggi kejujuran dan kearifan dalam laku lampah hidupnya.

Pepeling itu diungkapkan Anies masih dalam konteks fenomena ketimpangan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Terhadap situasi ini Anies berkomitmen, "...ketika kami menjalankan amanat, maka kami akan memegang prinsip Ngadek Sacekna Nilas Saplasna, konsistensi ucapan dan perbuatan, menjunjung kejujuran dan kearifan. Ini komitmen kami, fokus pada pembangunan manusia Indonesia, menghadirkan kesetaraan, menghadirkan keadilan."

Dari sisi semiotika dan konteks fenomenologis dimana Anies menggunakan pepatah itu, bisa dimaknai bahwa selama ini para pemegang amanat kepemimpinan bertingkah inkonsisten, jauh dari integritas. Khususnya ketika bicara soal kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat.

Pagi kedelai, sore tempe. Berbusa-busa bicara soal kesetaraan, yang marak justru pemberian konsesi dan kemudahan-kemudahan fasilitatif pada segelintir oligarkh sambil merawat kemiskinan rakyat dengan Bansos dan bentuk-bentuk charity lainnya. Pagi kedelai sore tempe. Kemarin bicara fulan, hari ini ngomong fulin. Inkonsistensi akut.

Baca juga yuk : https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/65be43cd12d50f287858b934/anies-baswedan-dan-potensi-kepemimpinan-profetik

Al Quran Surat Ali Imron : 26

Pada bagian closing statement, Anies mengutip Al Quran, "Qulillhumma mlikal-mulki tu'til-mulka man tasy'u wa tanzi'ul-mulka mim man tasy'u...." Artinya: "Katakanlah (Muhammad), Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun