Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pesan Moral di Balik Kemarahan Megawati

30 November 2023   15:59 Diperbarui: 30 November 2023   16:40 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pidatonya Megawati dengan lugas mengukapkan bahwa situasi saat ini menunjukkan indikasi penguasa seperti sedang berusaha mengembalikan masa kelam orde baru. 

Ia mengingatkan bahwa Indonesia yang ada saat ini merupkana hasil perjuangan panjang dan berdarah-darah. Dan ia tidak ingin Indonesi kembali ke masa kelam itu.

Dengan nada retorik, Megawati menyatakan, "Mestinya Ibu nggak boleh ngomong gitu, tapi Ibu jengkel, karena republik ini penuh pengorbanan, tahu tidak. Kenapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru?"

Orde Baru. Sebagaimana semua orang sudah tahu, terlepas dari sisi kelebihannya kala itu, adalah rezim yang terbiasa memanipulasi hukum dan menabrak prinsip-prinsip demokrasi, serta menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk memenuhi ambisi dan syahwat kepentingan segelintir elit. Dan ini, kerap dilakukannya juga dengan cara menyingkirkan pihak-pihak yang dianggap menjadi penghalang.

Megawati adalah salah satu aktor yang pernah menjadi korban banalitas politik orde baru. Ia dihambat, dipersulit bahkan dijegal dengan kasar sebelum akhirnya berhasil menempatkan dirinya dalam konstelasi perubahan politik nasional sebagai salah satu ikon perlawanan terhadap rezim kala itu.

I'tibar pentingnya, jangan pernah menganggap remeh dengan potensi bangkitnya kembali cara-cara lama orde baru, saat ini maupun nenti pasca Pemilu 2024 mendatang. Terkait potensi ini berbagai studi juga telah mengingatkan kita.

Studi Guillermo O'Donnell dkk (1986) yang populer itu misalnya, yang mengungkapkan bahwa transisi demokrasi dari rezim otoriter ke pemerintahan demokratis selalu menyimpan peluang surutnya kembali proses demokratisasi ke bentuk otoritarianisme baru (new-otoritarianism) yang disebutnya dengan fenomena Democraduras dan Dictablandas.

Gejala Democraduras disematkan Guillermo pada rezim yang dihasilkan melalui proses Pemilu sebagai sarana untuk memperoleh legitimasi namun dengan menciptakan alienasi publik dari kekuasaan. 

Sedangkan Dictablandas adalah rezim yang dibentuk melalui proses Pemilu yang diselenggarakan dengan pelbagai pembatasan politik, kecurangan-kecurangan terstruktur dan sistematis serta cacat prosedur di berbagai sisi.

Politik Nir-Adab

Pada bagian lain pidatonya Megawati juga menyinggung perihal dirinya yang sudah tidak dihormati lagi. Seperti dikutip Republik.Id, dengan lugas Megawati mengungkapkan kekesalannya bahwa ada orang yang seakan tak menghormatinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun