Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Membaca Pencalonan Gibran dari Sisi Pendidikan Politik dan Konsolidasi Demokrasi

21 Oktober 2023   13:50 Diperbarui: 22 Oktober 2023   14:15 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di bukit Hambalang, Desa Bojong Koneng, Sabtu (18/6/2022). (Foto: KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati)

Dalam konteks ini, kalangan anak muda seakan diajari untuk menerima dan/atau mencontoh cara-cara instan dalam memperjuangkan target-target capaian di jalan kehidupan politik. 

Padahal cara-cara instan, dalam bidang karir apapun pada umumnya ditempuh dengan mengabaikan berbagai rambu yang seharusnya dipatuhi. Misalnya peraturan perundangan, standar-standar manajemen, etika, ketentuan penjenjangan karir, dll.

Selain soal cara instan, demi posisi bakal Cawapres, Gibran seolah juga "dipaksa" para aktor untuk mengabaikan aspek adab politik. 

Ia dengan tega meninggalkan PDIP, partai yang telah memberinya kesempatan maju dan terpilih menjadi Walikota Solo, justru pada saat partainya sedang sangat membutuhkan sosoknya sebagai kader.

Memang soal itu lebih merupakan urusan pribadi Gibran dengan PDIP. Tetapi apa yang dilakukan Gibran ini menjadi tontonan publik, diserap dan dikonsumsi oleh masyarakat khususnya kalangan generasi muda. 

Dalam perspektif pendidikan politik ini jelas merupakan perilaku tak elok, nir-adab. Gibran "dipaksa" jadi kacang lupa kulit. Amnesia pada purwadaksi darimana ia mengawali karir politiknya.

Satu hal lagi adalah terkait cara Gibran memanjat tangga capaian karir politiknya. Sebagiamana publik tahu, Gibran sebetulnya adalah bidak catur kekuasaan yang dimanfaatkan oleh Prabowo dan Gerindra karena ia anak Presiden Jokowi. 

Prabowo sadar betul bahwa Jokowi memiliki basis pemilih yang besar. Untuk memastikan besaran peluang memenangi Pilpres 2024 salah satu pilihan strategi yang diyakininya adalah dengan mengikat pemilih Jokowi melalui sosok Gibran.

Sialnya kesadaran dan ambisi Prabowo itu nampaknya justru menemukan titik sambung dengan kepentingan Jokowi sendiri, yakni melanggengkan kekuasaan atau setidaknya pengaruh determinan terhadap kekuasaan pasca dirinya pensiun nanti. 

Sekaligus juga (akhirnya) dengan titik sambung ambisi Gibran yang kemudian tumbuh perlahan tapi pasti setelah masuk dalam radar survei, diorkestrasi para relawan, dimeriahkan media, dan dipacu lebih kencang lagi oleh putusan MK yang kontroversial itu.

Jadi, sempurnalah sudah peluang Gibran memanjat tangga bakal Cawapres karena posisinya sebagai anak Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun