Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Anggaran dan Isu Penundaan Pemilu

18 Maret 2022   17:30 Diperbarui: 21 Maret 2022   20:00 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak di salah satu TPS di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, saat hari pencoblosan Pilkada Serentak 2020, Rabu (9/12/2020). (Foto: KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN) 

Di tengah kegaduhan wacana penundaan Pemilu yang hingga saat ini masih terus meliar karena sikap Presiden yang dinilai belum cukup tegas menyatakan penolakan.

Hajat elektoral 2024 ternyata juga masih menghadapi persoalan lain, yakni belum disetujuinya anggaran Pemilu yang diajukan oleh KPU RI. Kabar terakhir dari lingkungan parlemen bahkan baru akan dibahas pada Maret ini setelah masa reses DPR.

Dalam perhelatan politik sekolosal Pemilu dan Pemilihan serentak faktor anggaran tentu saja determinatif. Tanpa anggaran yang memadai pemilu maupun pemilihan tidak mungkin dilaksanakan. 

Anggaran ini tidak hanya untuk belanja perlengkapan pemungutan suara dan sosialisasi misalnya yang paling mudah dibayangkan publik. 

Tetapi juga, terutama yang paling besar nominalnya, untuk membayar para petugas badan ad-hoc (PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN di lingkungan KPU, dan Panwascam Panwas Desa dan Pengawas TPS di lingkungan Bawaslu), verifikasi partai politik peserta pemilu, pencalonan, rapat-rapat, dll.

Anggaran Pemilu 2024

Untuk kebutuhan Pemilu dan Pemilihan serentak 2024, Juni tahun 2021 lalu KPU dan Bawaslu RI sebetulnya telah mengusulkan rancangan anggaran itu kepada DPR RI. 

Total pagu anggaran yang diusulkan KPU sebesar Rp 86 triliun yang dianggarkan secara bertahap antara tahun 2021-2025 untuk pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.

Tahapan proyeksi pencairan dan penggunaan anggaran itu, sebagaimana pernah dijelaskan Ketua KPU RI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR RI (3/6/2021) adalah sebagai berikut :

Tahun 2021 sebesar 8.4 triliun (10%), Tahun 2022 sebesar Rp 13 triliun (15%), Tahun 2023 sebesar Rp 24 triliun (29%), Tahun 2024 sebesar Rp 36 triliun (42 %), dan tahun anggaran 2025 sebesar Rp 3 triliun (4%). Keseluruhan anggaran ini sesuai peraturan perundangan bersumber dari APBN.

Adapun untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah, KPU RI mengusulkan pagu anggaran sebesar Rp 26,2 triliun yang dianggarkan mulai dari tahun 2023 hingga 2025. Keseluruhan anggaran ini, sesuai peraturan perundangan berasal dari dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sementara itu, Bawaslu RI mengusulkan pagu anggaran untuk seluruh tahapan pengawasan pemilu 2024 sebesar Rp 22 triliun terbagi dalam tiga tahun anggaran, yakni Rp 3,9 triliun pada 2022, Rp 10 triliun pada 2023, dan Rp 8,6 triliun untuk tahun 2024.

Untuk anggaran yang diusulkan oleh KPU RI, setelah dikonsultasikan dengan DPR dan Pemerintah kemudian direvisi menjadi Rp 76 triliun. 

Kabar terkahir sebagaimana dilansir berbagai media (1/3/2022), KPU sudah melakukan penyisiran kembali terhadap rancangan anggaran Rp 76 triliun itu dengan tujuan rasionalisasi tentu saja. 

Hasilnya, meski ini belum diusulkan kembali ke DPR dan Pemerintah, anggaran masih bisa ditekan di angka 62 triliun, berkurang sebesar Rp 24 triliun dari besaran anggaran yang diusulkan pertama kali Juni 2021 lalu.

Jangan jadi alat sandera

Usulan anggaran sebagaimana diuraikan ringkas diatas itu, sekali lagi hingga hari ini belum disetujui, bahkan juga belum dibahas oleh DPR dan Pemerintah. 

Di sisi lain KPU terutama (yang usulan besaran anggarannya dinilai terlalu fantastis, dan memang melonjak hingga 3 kali lipat dibanding anggaran Pemilu 2019 silam), telah berupaya keras melakukan rasionalisasi. 

Salah satunya adalah dengan mengurangi besaran honorarium badan ad hoc yang semula diusulkan ada kenaikan dibanding Pemilu 2019 yang hanya 500 ribu.

Soal dinamika penghitungan, pengusulan dan pembahasan besaran dan struktur anggaran Pemilu maupun Pemilihan tentu saja merupakan hal yang biasa. 

Publik pun pastinya memahami dinamika politik anggaran Pemilu dan Pemilihan ini. Apalagi di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih sebagai dampak pandemi, kalkulasi penghematan tentu memang sangat penting dilakukan.

Hanya saja, dalam situasi politik akhir-akhir ini, khususnya terkait keinginan sebagian elit politik di parlemen maupun eksekutif untuk menunda Pemilu, fakta bahwa usulan anggaran ini belum dibahas dan belum disetujui menjadi lain psikologi politiknya. 

Beberapa pihak di masyarakat mengkhawatirkan soal anggaran yang belum dibahas dan disetujui ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Ia terkait erat dengan wacana penundaan Pemilu.

Pembahasan anggaran sengaja diperlambat, sambil terus dihembuskan isu Pemilu terlalu mahal, menghabiskan triliunan anggaran dst.

Lalu, digoreng dengan pentingnya mengamankan upaya pemerintah memulihkan kondisi perekonomian pasca pandemi, plus aspirasi rakyat, plus big data percakapan di medsos.

Plus... tentu (ini yang dianggap paling sahih), yakni adanya syahwat kuasa dari segelintir elit politik yang kelewat besar dan ambisi mempertahankannya sepanjang mungkin dengan cara yang semurah mungkin : tunda Pemilu, lalu otomatis memperpanjang masa jabatan.

Sekali lagi, kesepakatan politik bahwa Pemilu bakal digelar 14 Februari 2024 mendatang yang sudah dibuat dan ditandatangani bersama oleh DPR, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu; bahkan juga Keputusan KPU RI tentang hari dan tanggal pemungutan suara yang sudah diterbitkan awal tahun lalu bisa sia-sia saja.

Jika anggaran untuk Pemilu dan Pemilihan tidak tersedia secara memadai. Dan keputusan untuk menyediakan anggaran itu ada di tangan otoritatif DPR dan Pemerintah, darimana suara-suara berisik tunda pemilu juga berasal.

Kita tunggu, kita kawal. Semoga saja soal anggaran ini tidak dipolitisasi dan menjadi alat sandera untuk mewujudkan syahwat kuasa yang tak legal yang, yakinlah (sebagaimana antara lain ditunjukkan oleh hasil survei banyak lembaga): sama sekali tidak mencerminkan suara mayoritas rakyat !

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun