Hanya saja, dalam situasi politik akhir-akhir ini, khususnya terkait keinginan sebagian elit politik di parlemen maupun eksekutif untuk menunda Pemilu, fakta bahwa usulan anggaran ini belum dibahas dan belum disetujui menjadi lain psikologi politiknya.Â
Beberapa pihak di masyarakat mengkhawatirkan soal anggaran yang belum dibahas dan disetujui ini bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Ia terkait erat dengan wacana penundaan Pemilu.
Pembahasan anggaran sengaja diperlambat, sambil terus dihembuskan isu Pemilu terlalu mahal, menghabiskan triliunan anggaran dst.
Lalu, digoreng dengan pentingnya mengamankan upaya pemerintah memulihkan kondisi perekonomian pasca pandemi, plus aspirasi rakyat, plus big data percakapan di medsos.
Plus... tentu (ini yang dianggap paling sahih), yakni adanya syahwat kuasa dari segelintir elit politik yang kelewat besar dan ambisi mempertahankannya sepanjang mungkin dengan cara yang semurah mungkin : tunda Pemilu, lalu otomatis memperpanjang masa jabatan.
Sekali lagi, kesepakatan politik bahwa Pemilu bakal digelar 14 Februari 2024 mendatang yang sudah dibuat dan ditandatangani bersama oleh DPR, Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu; bahkan juga Keputusan KPU RI tentang hari dan tanggal pemungutan suara yang sudah diterbitkan awal tahun lalu bisa sia-sia saja.
Jika anggaran untuk Pemilu dan Pemilihan tidak tersedia secara memadai. Dan keputusan untuk menyediakan anggaran itu ada di tangan otoritatif DPR dan Pemerintah, darimana suara-suara berisik tunda pemilu juga berasal.
Kita tunggu, kita kawal. Semoga saja soal anggaran ini tidak dipolitisasi dan menjadi alat sandera untuk mewujudkan syahwat kuasa yang tak legal yang, yakinlah (sebagaimana antara lain ditunjukkan oleh hasil survei banyak lembaga): sama sekali tidak mencerminkan suara mayoritas rakyat !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H