PT. Pertagas, anak usaha Pertamina, yang semula akan dilebur menjadi satu dengan PGN, sebaiknya tetap dipertahankan, tapi tugasnya hanya untuk menangani pembangunan pipa utama, sementara PGN yang membangun pipa untuk perumahan. Gas rumah tangga yang 3kg, 5kg dan lainnya serahkan saja ke PGN, sebab uangnya sedikit, urusannya rumit. Pertamina fokus saja ke bisnis skala besar dan international.
Pipanisasi:
Dengan berkembangnya explorasi Gas, maka dibangun banyak pipa seperti:
      1.1. Pipa Gresem (Gresik-Semarang) sepanjang 270 km [9]
      1.2. Pipa Arun-Belawan sepanjang 350 km. [10]
           1.3. Pipa gas dari proyek Mahakam hingga P. Jawa.
[caption caption="Gambar 5. Peta Trans-Asean Gas Pipeline Project"]
Pipa yang akan dibangun dari Blok Mahakam hingga P. Jawa harus dibangun dibawah air dan pasti tinggi biayanya, padahal di Blok Mahakam hanya tersisa 3.8 TCF (trillion cubic feet) atau tinggal 17,9 % lagi. [11]. Mengapa transportasi gas tidak menggunakan kapal?
BP Berau Ltd mengirimkan gas alam cair dari fasilitas LNG Tangguh di Papua ke PT PLN di Aceh dan Sumatera Utara dengan kapal. Mungkin pengangkutan dengan kapal akan lebih murah daripada membangun pipa gas.
Agar biaya pipanisasi bisa ditekan, Pertamina perlu mengusulkan kepada pemerintah agar membangun pembangkit tenaga listrik dan membuka kawasan industri disekitar lokasi eksplorasi gas, seperti di Arun (Aceh), di Mahakam (Kalimantan Timur) dan di Tangguh (Papua).
Ada yang aneh dalam tata usaha gas di Indonesia, ketika proyek listrik 35.000 MW diragukan akan berhasil, karena terbatasnya energi yang tersedia, terutama untuk memasok listrik di Papua, BP Papua malah kesulitan menjual hasil produksi gas Train-3 karena tidak ada pembeli. [12]