Mohon tunggu...
AL BANA
AL BANA Mohon Tunggu... profesional -

Hanya seorang penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Demokrasi Mempertuhankan dan Dipertuankan

25 Februari 2014   02:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:30 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sudah jelas, demokrasi merupakan hasil ramuan tangan manusia yang tidak luput dari kekurangan dan tidak mampu mengimbangi konsep keadilan, etika kemanusiaan yang terlepas dari wujud kepentingan. Hemat saya, bahwa demokrasi yang membabi buta akan menciptakan tirani baru, sistem feodalis modern dengan varian yang berbeda. Pola pengawalan, kontrol dan nurani demokrasi itu tak boleh tersentuh kepada kepentingan baik golongan, partai dan lintasan dimensi lain yang jelas-jelas mencoreng nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Bohong, selama demokrasi itu terselubung prinsip ekonomi keadilan berdemokrasi dapat dikedepankan. Lihat bagaimana Amerika sendiri belum mampu menjembatani perselisihan rasis si kulit hitam dan putih. Apakah gesekan itu sudah menemukan jalan solusi ? Walau kenyataanya, etnis kulit hitam kini yang memimpin dan duduk dalam kekuasaan politik di negeri paman Sam itu, alih-alih dengan kehadiran beliau akan menjadi penengah antara kulit hitam dan si kulit putih.
Di Indonesia sendiri, keberpihakan dan kepentingan golongan tetap saja mendominasi dalam menentukan kebijakan. Saya-lah orang pertama yang angkat jempol jika masih ada di republik ini yang murni menjunjung nurani demokrasi, melepaskan almamater kepentingan. Terkadang saya merenung apa yang salah dalam demokrasi di Indonesia, sistemkah? Demokrasi yang tidak cocok untuk negeri ini?! Atau oknumnya yang memang menodai demokrasi?!

Jika memang bangsa ini benar-benar memegang prinsip demokrasi, selesai dan habis perkara. Tak perlu lagi tersiar kabar yang menggelitik di telinga masih adanya diskriminasi terhadap agama, warna kulit, bentuk mata dan budaya.
Sebelum membahas jauh ke ranah demokrasi yang dipertuhan dan dipertuankan perlu saya tekankan dan remainder kembali, prinsip-prinsip, tokoh dan budaya demokrasi ;

Prinsip-prinsip Demokrasi
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.
Prinsip demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang

Makna Budaya Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. John Locke (Inggris)
John Locke menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian (aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan semua orang atau badan luar negeri.

b. Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin, kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga negara, antara lain sebagai berikut:
1) Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan peradilan.
c. Abraham Lincoln (Presiden Amerika Serikat)
Menurut Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, by people, and for people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Budaya Prinsip Demokrasi

Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :

a. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
b. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak minoritas.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas kelembagaan.
d. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).

Demokrasi Pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a. Persamaan
b. Keseimbangan hak dan kewajiban
c. Kebebasan yang bertanggung jawab
d. Musyawarah untuk mufakat.
e. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan demokrasi, antara lain sebagai berikut :

a. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal (desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan
g. Media yang bebas
h. Kelompok-kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak-hak minoritas
k. Kontrol sipil atas militer

Kendala yang Dihadapi Bangsa Indonesia
Antara lain sebagai berikut :
a. Belum tertanamnya jiwa kemandirian bangsa Indonesia
b. Kurangnya kesadaran pada hukum yang berlaku.
c. Masih rendahnya tingkat kesukarelaan dan keswasembadaan pada setiap warga negara.
d. Masih kurangnya perangkat hukum.
e. Masih rendahnya sumber daya manusia bila dibandingkan dengan negara lain.

Upaya Yang Dilakukan, antara lain sebagai berikut :
a. Meningkatkan jiwa kemandirian melalui kegiatan perekonomian dengan adanya bapak angkat perusahaan.
b. Meningkatkan kesadaran hukum melalui berbagai media sosialisasi politik.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
d. Menciptakan perangkat hukum yang memadai dan berkeadilan sosial.
e. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan.
f. Mengembangkan media komunikasi politik di berbagai lingkungan kerja.
g. Menanamkan sikap positif pada proses demokratisasi di Indonesia pada setiap warga negara.

Lihat dan perhatikan penjabaran-penjabaran tersebut, murnikah perjuangan demokrasi yang selalu diteriakan dan dihembusakan dalam simposium, diskusi panel bahkan menjadi anggaran tersendiri untuk mengkaji, menganalisa dan jika perlu panggil para pakar serta ahli guna membahas lebih dalam lagi yang menjadi subtansi demokrasi yang disisipkan faham pancasilais. Lebih ironis, ini dijadikan proyek pengembangan yang dianggarkan. Lucu bukan ? Demokrasi yang menjunjung kesejahteraan, kemakmuran demi rakyat justru menjadi tirani yang mencekik rakyatnya sendiri. Apakah ini yang disebut demokrasi ?! Dimana ruh demokrasi pancasila yang menjadi prinsip tatanan kenegaraan di Indonesia?!!!
Seharusnya, eksistensi Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms di antara sesama warga masyarakat dalam kon¬teks kehidupan ketatanegaraan dalam kesepakatan pertama penyangga konstitusionalisme menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Terminologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa orde baru. Namun dalam pelaksanaan teknis dilapangan pancasila dibungakam untuk tidak bersuara dan mengatasnamakan rakyat.

Sulam-Simpul Demokrasi Dalam Perspektif Agama

Dari berbagai refrensi yang saya temukan apabila kita berbicara mengenai demokrasi, maka kita tidak dapat memisahkannya dengan kenegaraan. Dalam kisah Penciptaannya. Walaupun demikian, Allah menciptakan manusia sebagai individu sekaligus mahluk sosial. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, munculah fenomena yang lain. Depertemen Agama dibentuk dalam melaksanakan isi UUD 1945 pasal 29. Pasal tersebut berbunyi, Ayat ( 1 ) Negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa; Ayat ( 1) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaanya itu. Dalam UUD 1945 pasal 29 tercantum kalimat “Agama dan Kepercayaanya itu.”

Gregory Vlastos menjelaskan bahwa ada hubungan iman Kristen dan demokrasi. Dalam iman Kristen, demokrasi memiliki makna ketika kasih manjadi motivasi dan keadilan menjadi tujuan. Tradisi Kristen menekankan bahwa setiap manusia memiliki martabat untuk manjadi seorang pelaku moral yang bebas. Kebebasan itu diungkapakan dalam bentuk keputusan dan tindakan pribadi yang memungkinkan kehidupan bersama dapat berlangsung.

Di samping itu juga manusia memiliki martabat sebagai seorang pekerja (pelayan) yang memungkinkan kehidupan bersama menjadi nyata. Menurut iman Kristen, kasih dapat dinyatakan bila setiap orang memberikan dirinya bagi pelayanan dalam masyarakat. Kita dapat menyimpulkan bahwa setiap orang Kristen wajib berperan aktif dalam kehidupan demokrasi. Hal ini dapat diwujudkan antara lain dengan turut berpartisipasi aktif dalam pemilu, menjadi anggota partai politik, turut serta aktif dalam pengambilan keputusan yang mengatur kehidupan bersama, dan bentuk-bentuk kegiatan politik lainnya.
Sedangkan di kalangan umat muslim sendiri dan Secara historis, demokrasi muncul sebagai kepekaan terhadap system monarchi diktator Yunani pada abad 5 M silam . pada waktu demokrasi ditetapkan dalam bentuk systemnya dimana semua rakyat (selain wanita, anak dan budak) menjadi pembuat undang-undang. Secara umum demokrasi itu kompatibel dengan nilai- nilai universal Islam, seperti persamaan, kebebasan, permusyawaratan dan keadilan.
Akan tetapi dalam dataran implementatif hal ini tidak terlepas dari permasalahan, penerapan demokrasi dalam Islam itu sendiri terlihat jelas dalam khilafah atau sistem kepemimpinan yang dijunjung, walau ada sebagian negara muslim masih menegakan sistem monarki absolut. Cerminan demokrasi itu bisa dilihat dari negara Iran yang sistem perundangan serta kepresidenan terlihat eklusif, dan pembahasan khilafah pun belum menemukan titik temu diberbagai kalangan mazhab dalam Islam.

Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola organisasi atau pemerintahan. Al-qur’an dan As-sunnah dalam permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat, berorganisasi, bernegara (baca: berpolitik) termasuk di dalamnya ada system pemerintahan yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinisip dan nilai-nilai demokrasi itu tercermin dalam, prinsip Tauhid ( teologi ), As-syura (bermusyawarah), Al-’adalah (berkeadilan) dan Hurriyah Ma’a Mas’uliyah (kebebasan disertai tanggungjawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain sebagainya.

Buddha menunjukan bahwa fenomena Demokrasi dam kedaulatan ditangan rakyat. Pada mulanya manusia dilahirkan tanpa perbedakan kedudukan, semua masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi kehidupan yang damai mulai terganggu ketika manusia yang serakah mencuri, yang licik menipu, yang kuat menindas yang lemah.

Kemudian masyarakat memilih salah seorang diantaranya untuk mengadili orang-orang yang salah dan membayar jasanya. Penguasa itu dipilih banyak orang, diangkat melalui persetujuan rakyat.
Demokrasi merupakan Buddha, demikian ditulis oleh Nokae Chomin ( Takusuke ), konstitusionalisme patut dihormati, demokrasi patut dicintai, konstitusionalisme sekedar penginapan yang pada akhirnya harus ditinggalkan, sedangkan demokrasi merupakan rumah terakhir karena rakyat yang berkuasa lewat demokrasi (Mukti, 2003: 497).

Jadi menurut agama Buddha demokrasi merupakan suatu tindakan yang didasari atas persamaan hak dan kewajiban, dari seluruh rakyat. Buddha menguraikan empat hal yang menjadai dasar demokrasi dalam agama Buddha, diantaranya : Kemurahan hati, pembicaraan yang ramah, tindakan yang baik, melayani semua siswa tanpa membedakannya.
Jadi demokrasi tersebut merupakan wujud dari kekuasaan yang berada ditangan rakyat. Rakyat mempunyai hak untuk turut serta dalam pemerintahan dan menentukan nasib negaranya, mereka memilih wakilnya dan mempercayakan orang yang dipilihnya untuk menyelenggarakan pemerintahan (Mukti, 2003 : 495).
Dalam kesehari-hariannya sang Buddha menamkan benih demokrasi dengan kebiasaan sering berkumpul mengadakan musyawarah dan selalu menganjurkan perdamaian, menentukan peraturan-peraturan yang baik, menunjukan rasa hormat dan bhakti kepada orang tua, melarang keras penculikan terhadap gadis-gadis dari keluarga baik-baik, menghargai dan menghormati tempat suci serta sering melaksanakan puja bhakti, menghargai dan melindungi orang-orang suci dengan seyogyanya.
Dasar demokrasi dalam agama Buddha adalah dengan prinsif tindakan tanpa pemaksaan kehendak, pemerintahan demokrasi selalu memperhatikan kepentingan rakyat. Rakyat memiliki kedudukan yang sama untuk memenuhi kebutuhannya tidak ada yang disebut kaum tinggi dan kaum rendahan, semua sama yang menentukan tinggi dan rendahnya seseorang adalah nilai moral, agama dan perilaku mereka. Selain prinsip kebaikan yang dititipkan terdapat sifat-sifat yang harus dikembangkan oleh umat Buddha yang mendukung terbentuknya sikap hidup yang demokratis yakni, Metta berarti cinta kasih yang menyeluruh tanpa membedakan ras, yang merupakan sifat batin yang selalu mengharap kesejateraan dan kebahagiaan semua mahkluk tanpa membedakan satu dengan yang lain. Karuna berarti belas kasihan sikap batin yang timbul apabila melihat penderitaan mahkluk lain dan berhasrat untuk meringankan atau menghilangkan penderitaan itu. Mudita berarti simpati yaitu sikap batin yang merasa gembira dan bahagia melihat orang lain bahagia. Upekkha, berarti keseimbangan batin yakni sikap batin yang selalu seimbang dalam segala keadaan karena menyadari bahwa setiap mahkluk akan memetik buah perbuatannya.

Mahatma Gandhi merupakan perwakilan simbol demokrasi yang disuarakan masyarakat Hindu, selain tokoh humanis dan pluralis. Terlihat bagaimana ia menyuarakan ahimsa paramo dharma yang menolak desentralisasi kekuasaan kepada dunia barat, pencapaiannya menegakan demokrasi menitik beratkan kepada etika kemanusiaan, ajaran kasih yang ia titipkan dan tinggalkan menjadi spirit penolakan terhadap kekerasan, penindasan dan kesewenang-wenangan yang jelas tidak mengakui adanya tirani. Inilah nurani demokrasi yang begitu membekas dikalangan umat Hindu.
Dari refrensi yang saya kemukakan, jelas kita dapat menarik kesimpulan bahwa agama berperan positif dalam proses demokratisasi di Indonesia, dan mencegah kekerasan supaya tidak mencemari demokrasi. Agama adalah pembawa keselamatan. Dalam agama Kristen ada adagium “Extra ecclesia nulla salus” di luar gereja tidak ada keselamatan. Orang-orang Islam mengatakan “Islam adalah rahmat bagi alam semesta (rachmatin lil alamin). Dalam agama Hindu ada ungkapan “ahimsa paramo dharma.” Ahimsa atau non-kekerasan adalah kebenaran tertinggi. Dharma dalam agama Hindu berarti agama. Sang Buddha mengajarkan adanya empat sifat baik yang wajib dikembangkan, disebut Brahma Vihara, Metta: yaitu sifat cinta kasih,Karuna:yaitu kasih sayang, Mudita: yaitu sifat simpatik, Upekkha: yaitu keseimbangan batin. Agar supaya mencegah menghindari kekerasan serta penindasan kepada manusia lainnya.

DEMOKRASI MEMPERTUHANKAN dan DIPERTUANKAN

Tak ada agama yang mengajarkan penindasan, saling menghantam, menikam dan bahkan memerangi satu dengan yang lainnya. Inilah inti dari ayat-ayat Tuhan mengenai kemanusiaan yang nampak menjadi prinsip dasar demokrasi. Jika ada penindasan dan peperangan semata-mata itu hanya kediktatoran yang mengatasnamakan demokrasi. Liberalisme menyusup dalam nilai-nilai demokrasi, hingga membungkam nurani dan menghentikan detak jantung demokrasi yang disuarakan orang-orang suci yang menjadi wakil-Nya.
Pemimpin yang arif-lah dipercaya membawa suara-suara demokrasi, keadilan serta menjadi tuan bagi kedamaian, kemakmuran khalayak umum yang telah memberikan mandat untuk tetap konsisten menyuarakan dan menjalankan prinsip yang menjadi kaidah demokrasi. Bukan seorang tuan yang berdiri di atas bangkai rakyatnya, menyuarakan atas nama rakyat demi kepentingan-kepentingan. Dialah tuan yang mengawal demokrasi hingga tegaknya bendera kemakmuran, keadilan dan mampu memanusiwikan manusia.

HASAN AL BANA
dalam catatan sejarah DEMOKRASI INDONESIA….

SUMBER

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun