Dalam hatinya, Kadru sudah merancang skenario. Saat Garudeya menyerahkan Air Suci ke tangannya maka dia akan segera meminumnya,  yang membuat dia  dan anak-anaknya hidup abadi. Maka saat itulah Garudeya akan mudah dikalahkan, pikir Kadru. Lalu, Winata pun tak akan dibebaskannya dari perbudakan. Dia akan menjadikan Winata sebagai budak selamanya, kata Kadru dalam hati sambil menyungging senyum penuh kelicikan.Â
Garudeya sebagai Tunggangan Wisnu
Sebagai anak  yang berbakti dan ingin segera membebaskan ibunya dari perbudakan, Garudeya pun segera mencari berangkat Tirta Suci Amerta Sari di seluruh penjuru Mayapada. Tapi tak kunjung ditemukannya.  Akhirnya, Garudeya mendapat petunjuk  dari Begawan Kasyapa, jika Air Suci Tirta Amerta disembunyikan oleh para dewa di Somalagiri (gunung Somala).
Tanpa  membuang waktu, Garudeya pun mencarinya. Semua rintangan dihadapinya dengan gagah perwira. Bahkan penjaga Tirta Suci Amerta Sari pun ditakhlukannya. Akhirnya, air suci pun bisa didapatkannya.  Â
Namun saat dalam perjalanan pulang, Garudeya bertemu Dewa Wisnu yang meminta agar air suci dikembalikan pada para dewa.
" Aku membutuhkan Tirta Suci Amerta Sari ini untuk membebaskan ibuku," kata Garudeya dengan  suara lantang menggelegar penuh amarah. Walau dia tahu yang di depannya adalah Dewa Wisnu. Tapi dia tak peduli. Siapapun  yang menghalangi akan dihadapinya. Apapun taruhannya.
Dewa Wisnu, sebagai dewa penegak keadilan menyadari keberadaan  Garudeya.Â
"Baiklah, engkau boleh membawa air suci ini, Tapi ada satu syarat. Engkau menjadi tungganganku," kata Dewa Wisnu.
Tanpa berpikir panjang, Garudeya pun menyanggupinya. Pikiran warasnya juga berkata, belum tentu jika berperang melawan Wisnu dia bisa mengalahkannya. Daripada konyol, lebih baik syarat itu dilakoninya.
Maka, sejak saat itu, Garudeya pun menjadi tunggangan Dewa Wisnu.Â
Akhir Cerita