Mohon tunggu...
Teguh Hariawan
Teguh Hariawan Mohon Tunggu... Guru - Traveller, Blusuker, Content Writer

Blusuker dan menulis yang di Blusuki. Content Writer. "Menyurat yang Silam, Menggurat yang Menjelang " : (Nancy K Florida)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyingkap Misteri Liyangan Setelah Terkubur 1000 Tahun

24 Oktober 2020   02:58 Diperbarui: 24 Oktober 2020   11:02 3741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yoni berlubang tiga di puncak candi pemujaan (dokumentasi pribadi)

Satu jam kemudian sudah masuk kota Temanggung. Dekat alun-alun membeli 2 plastik kecil kue goreng khas Temanggung. Pengganjal perut sebelum lambungnya berontak.

Di Parakan mampir sejenak di warteg untuk sarapan pagi. Setelahnya, GPS mengarahkan menuju Jl Jumprit - Jl Ngadirejo. Memori saya mengingatkan, kalau ini rute kala ke Dieng di tahun 2013. 

Ini adalah jalan pintas menuju Dieng. Lewat perkebunan Teh Tambi tanpa masuk kota Wonosobo. Jalannya agak sempit tapi penuh suguhan pemandangan menawan. Tentunya juga lebih cepat karena memotong jarak. 

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Akhirnya, tiba juga di area parkir Situs Liyangan. Terletak di ujung atas Dusun Liyangan. Tak terasa sudah menempuh jarak lebih dari 400 km dari rumah. Di sini tak ada tiket. Cukup bayar parkir saja. Namun, untuk ke lokasi utama situs, masih harus berjalan sekitar 500 meter.

Kami berempat berjalan santai lewat disamping kebun tembakau yang siap panen. Begitu sampai di halaman situs, tiba-tiba datang 2 mobil beriringan. Wajah-wajah bermata sipit, berkulit kuning dengan lincahnya keluar dari mobil ditemani seorang bertopi yang mungkin guide atau tour leader-nya. 

Kami berempat hanya saling pandang dan hanya bisa tersenyum. Ternyata, kalau wajah-wajah blusuker macam saya harus parkir di bawah. Sedangkan jika ada guide yang "membawa" rombongan, kendaraan bisa naik sampai pelataran utama. Ya, itung-itung olahraga, kata saya menghibur diri. Ya, ini mungkin kemauan anak-anak muda yang jaga parkir di sana. 

Dari pelataran terbawah ini, pandangan ke segala penjuru terkesan gersang. Di depan saya terhampar area luas bekas tanah bekas galian. Di sebelah kiri ada kegiatan beberapa orang yang merontokkan tebing untuk menjatuhkan pasirnya.

Tepat di tengah-tengah pelataran ada nameboard bertuliskan "SITUS LIYANGAN". Nun jauh di selatan sana, nampak Gunung Sindoro berdiri gagah dengan puncaknya berselimut awan.

Temuan Arkeologis di Situs Liyangan

Segera saya berempat mulai berkeliling mengikuti naluri. Mulai berpencar dan memotret sana-sini. Di halaman/ teras pertama ini, tepatnya di belakang nameboard ada sebuah reruntuhan candi. Berbentuk segi empat yang atapnya sudah runtuh. Belum nampak sentuhan dari para peneliti untuk merekonstruksi reruntuhan ini. 

Lalu, saya melangkah menaiki tangga batu yang sudah direkonstruksi menuju teras yang lebih tinggi. Sebenarnya ada dua tangga. Di sisi timur dan barat. Saya menaiki anak tangga yang sisi barat. Anak tangganya masih didominsi batu-batu asli. Tapi tembok pembatasnya sudah dirapikan dengan sulaman batu-batu baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun