Akhirnya, banyak temuan-temuan spektakuler bermunculan di lokasi situs Patirtaan Sumber Beji ini. Diantaranya, struktur bangunan berbentuk persegi empat, menyerupai kolam.
Jaladwara ini merupakan tempat keluarnya air dari sumber. Biasanya untuk bersuci, karena masyarakat zaman itu, sesuai kerpecayaan Hindu, mengganggap air yang sudah keluar dari Jaladwara adalah air suci.Â
"Temuan paling spektakuler saat ekskavasi tahap I, bulan September 2019 adalah ditemukannya Arca berupa Burung Garuda yang masih menempel dengan kuat di bagian petirtaan," ungkap pak Wicaksono.
Ini luar biasa dan tentunya bangunan ini dibangun untuk kalangan bukan rakyat jelata. Arca Burung Garuda ini sebenarnya juga Jaladwara (pancuran air) karena ada bagian yang berlubang.
Dari perbincangan siang itu, kesimpulan saya adalah, Sumber Beji adalah sebuah bangunan petirtaan (pemandian kuno) yang dibangun oleh kalangan elit zaman itu.
Menariknya, ditemukannya Arca Burung Garuda menyiratkan sebagai perlambang adanya perjuangan dan pengabdian dalam suatu tahap kehidupan. Sementara ini para arkeolog sepakat bahawa arca di Petirtaan Sumber Beji ini adalah Arca Garudeya.
Biasanya, Garudeya dipahatkan sebagi relief seperti yang dijumpai di Candi Kidal dan Candi Sukuh. Tapi di Sumber Beji, kisah mitos Jawa Kuno ini diwujudkan dalam sebuah patung dan sekaligus Jaladwara.Â
Kedua istri itu bertaruh tentang warna ekor kuda Ucchaihsrawa. Yang salah harus jadi budak diantara keduanya. Jawaban Winata, ekor kuda adalah putih. Jawaban Kadru ekor kuda adalah hitam.
Jawaban Winata benar, namun Kadru meminta pada anak-anak ular agar menyemburkan bisanya sehingga ekor kuda jadi berwarna hitam. Maka episode perbudakan Winata dan Garuda oleh Kadru pun dimulai.Â