Sesaat setelah matahari siang tergelincir, saya dan rombongan meninggalkan Goa Lawah. Rencananya, perjalanan pulang ke Jawa tidak lewat jalur reguler, Denpasar – Tabanan - Negara. Tapi lewat Klungkung menuju Bangli. Mendaki ke Kintamani. Turun di Kubutambahan lalu membelok ke Singaraja. Jarak tempuhnya tentu saja lebih jauh. Ya namanya juga blusukan.
Keluar dari Goa Lawah, kendaraan melaju, kembali ke arah Barat menyusuri By Pass Prof. Ida Bagus Mantra. Sampai di sebuah perempatan, belok arah kanan. Tujuan kali ini mampir di Semarapura, Ibukota Kabupaten Klungkung. Sebuah kabupaten dengan wilayah kecil, tapi banyak menorehkan sejarah besar di Bali.
Saat masih berbentuk kerajaan, Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe adalah keturunan langsung dari Sri Kresna Kepakisan, penguasa pertama Kerajaan Gelgel. Raja Sri Kresna Kepakisan ini dinobatkan oleh Raja Majapahit sebagai raja Gelgel, setelah Kerajaan Bedahulu (Bedulu), dengan rajanya Sri Astasura Ratna Bumi Banten, penguasa Bali kuno, ditakhlukan patih Gajah Mada dan panglima perang Adityawarman saat ekspedisi penyerangan Bali tahun 1343 M.
Akhirnya, perjalanan lebih dari satu jam tiba di pusat kota Semarapura. Yang kami cari adalah Kerta Gosa. Sebuah situs sejarah peninggalan Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe. Seorang warga di sebuah pusat pertokoan sambil tangannya menunjukan arah, memberitahukan kalau lokasi Kerta Gosa belok kiri di ujung pertokoan. Kami pun melaju pelan, belok kiri dan menemukan tulisan Kertha Gosa di sisi kanan.
Kendaran melambat, akhirnya dapat tempat parkir di depan Pasar Klungkung. Di seberang sana, kompleks Kerta Gosa berdiri megah. Ada Gapura Bentar berukir khas Bali. Tersambung dengan dinding bata penuh ornamen di kanan kirinya. Beberapa nyiur nampak menjulang di halamannya. Nampak beberapa bangunan bale beratap ijuk berdiri di dalam kompleks bangunan.
Tanpa membuang waktu, kami berenam menyeberang ke loket Kerta Gosa. Setelah membayar tiket, kami dipersilahkan masuk. Tapi, jangan lupa meminta tiketnya, karena penjaga loket tidak otomatis memberikannya. Modus…. ha ha ha ha.
Kesan asri, indah, klasik penuh kisah sejarah begitu terasa saat kaki melangkah memasuki kompleks Kerta Gosa. Situs yang dibangun tahun 1686 ini memiliki citarasa seni yang tinggi. Dibangun oleh arsitek yang luar biasa. Ada kolam berair hijau lumut mengitari sebuah bangunan di tengahnya. Teratai yang belum mekar menempati beberapa sudut kolam. Kolam ini disebut Taman Gili. Sedang bangunan di tengah kolam disebut Bale Kambang. Karena seakan “mengambang” di tengah kolam.
Kerta Gosa sendiri adalah nama untuk bangunan terbuka (bale) yang terletak di pojok kanan kompleks. Posisinya dekat pagar. Cukup naik beberapa tangga untuk memasuki bale. Uniknya, di langit-langit Bale Kerta Gosa terdapat lukisan klasik. Lukisannya indah, bergaya khas wayang kuno dari Desa Kemasan. Lukisan seperti ini pernah saya jumpai di Museum Bali. Selain lukisan ada arca-arca antik yang menghiasi sisi luar bale. Di tengah bale diletakkan enam kursi dengan satu meja antik berukir.
Di Bale Kerta Gosa, saya ketemu pasutri dari Swedia yang nampaknya juga terkagum-kagum karya arsitek dan karya seni di Kerta Gosa. Mereka berkeliling ke setiap sudut bale. Johanna, gadis kecil yang cantik, terkantuk-kantuk di gendongan mamanya. Sang kakak, Alex, berambut blonde, walau sedikit cuek tapi berkenan bertutur saat disapa. Dia mengikuti kemana saja langkah kaki papa dan mamanya.
Cinta dan Keindahan
Dari Bale Kerta Gosa ini, view ke beberapa sudut kompleks begitu menawan. Terutama pemandangan Bale Bambang di tengah kolam , bagi saya begitu mempesona. Cocok dengan arti Semarapura yakni “penuh cinta dan keindahan”.
Di masa lalu, Kerta Gosa adalah bagian dari Puri Semarapura. Saat Puputan Klungkung tahun 1908, Belanda yang menyerbu Kerajaan Klungkung sudah menghancurkan Puri Semarapura. Tapi keindahan Kerta Gosa dan Bale Kambang nampaknya menahan nafsu merusak dan bahkan menumbuhkan rasa sayang untuk tidak meluluhlantakkan situs ini. Dari jejak dan kisahnya, Taman Gili Kerta Gosa seakan tak pernah tersentuh dentuman dan desingan peluru senapan serta meriam.
Saya membuntuti Alex yang terseok ditinggal papa mamanya menaiki tangga Bale Kambang yang memang dibangun lebih tinggi dari pelataran. Tiang bale dibuat dari kayu berukir. Dilihat dari fisiknya, usianya sudah renta. Hampir sama dengan Bale Kerta Gosa, di Bale Kambang, langit-langitnya penuh lukisan indah. Menurut guide di Bale Kambang, lukisan di langit-langit itu diambilkan dari Kakawin Ramayana dan Sutasoma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H