Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Santuy dan Syantik Mengelola Perbedaan

25 Desember 2019   11:24 Diperbarui: 25 Desember 2019   12:44 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbeda itu sudah biasa dan tidak harus mempertentangkan sebuah perbedaan. Gus Dur satu-satunya tokoh yang paling berani berbeda, tetapi sangat menghargai sebuah perbedaan. 

Gus Dur sangat damai, sampai-sampai, saat beliau dilengserkan tidak membalasnya, walaupun mampu. 

Tujuan utamanya demi menjaga sebuah perdamaian dan keutuhan NKRI. Dan yang paling bagus dari keputusan Gus Dur, beliau tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama anak manusia, hanya mempertahankan kekuasaan yang bersifat sementara.

Padahal, di negara-negara Arab, seperti; Irak, Mesir, Syiria, Afghanistan, Pakistan, Yaman, Libya, setiap perbedaan sering berakhir dengan pertumpahan darah. 

Sementara, di Indonesia hanya saling adu statement di depan wartawan, televisi dan koran. Semua menghindari pertumpahan darah. Karena pertumpahan darah tidak dibenarkan dalam agama dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Sebuah kisah yang asyik, menarik, sekaligus rujukan paling otentik di dalam memahami sebuah perbedaan. Suatu ketika, Rasulullah SAW meminta kepada para sahabatnya yang berangkat ke Bani Quraidzah. 

Rasulullah SAW menginstruksikan kepada semua sahabat agar supaya sholat Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraidhah.

Dalam sebuat teks hadis, Rasulullah SAW berkata kepada sahabatnya "Janganlah ada satupun yang shalat 'Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah (HR. Bukhari). 

Dalam kaidah ilmu tata bahasa Arab "kalimat " sebuah penekanan (taukid), agar jangan sholat Ashar, kecuali di Bani Quraidhah". Sudah pasti, sahabat yang memahami teks hadis ini, tidak akan melaksanakan sholat Ashar, kecuali di Bani Quraidhah.

Dalam sebuah perjalanan menuju Bani Quraidhah, ternyata perjalanan sangat panjang dan melelahkan. Sehingga, tidak akan mungkin bisa melaksanakan sholat Ashar ditempat tujuan (Bani Quraidhah). 

Diperkirakan, saat sampai tujuan waktu, sudah memasuki sholat isya. Terjadilah sebuah perdebatan sangat sengit antara sahabat yang sedang melakukan perjalanan itu.

 Sebagian dari mereka ada yang berkata "Kita tidak shalat sampai kita tiba di perkampungan Bani Quraidhah". Mereka adalah orang-orang yang setia memahami teks (instruksi Rasulullah SAW). 

Apa pun, kondisinya maka akan tetap setia kepada Rasulullah SAW di atas segala-galanya, walaupun harus mengorbankan sholat Ashar. 

Bagi, mereka, Rasulullah SAW adalah panutan dunia dan akhirat. Siapa yang taat kepada Rasulullah SAW, berarti taat kepada Allah SAW.

Sementara sebagian dari sahabat tetap kekeh dengan pendapatnya sendiri, yaitu melaksanakan sholat tepat pada waktunya. Bagi mereka, melaksanakan sholat tepat pada waktunya sama dengan mentaati Rasulullah SAW. 

Mereka memahami instruksi (teks) mengisyaratkan agar mereka segera bergegas agar sampai tujuan. 

Saya-pun membayangkan, betapa mereka setia kepada Rasulullah SAW, sesuai dengan tingkat pemahaman terhadap teks (instruksi Rasulullah SAW). 

Keduanya kelompok sahabat, sudah pasti tidak nyaman dalam perjalanan menuju Bani Quraidhah, karena dalam perselisihan pendapat di antara mereka

Ternyata, dua kelompok yang berbeda pendapat masing-masing melaporkan kepada Rasulullah SAW. Kedua kelompok itu juga menggunakan argumentasinya masing-masing. 

Rupanya, Rasulullah SAW menjawab dengan nada yang santui". Rasulullah SAW tidak mencela sahabat yang melaksanakan sholat di Ashar di perjalanan, juga tidak mencela mereka yang sholat di Bani Quraidhah.

Saya yakin, Rasulullah SAW sudah tahu kondisi sahabatnya. Juga telah memahami kondisi perjalanan sahabatnya menuju Bani Quraidhah. 

Sikap yang diambil Rasulullah SAW sangat bijaksana, sekaligus menjadi landasan hukum di dalam menyikapi sebuah perbedaan. 

Selama perbedaan tersebut memiliki landasan yang kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat, maka berbeda itu akan menjadi nikmat dan maslahat bagi umat. 

Apalagi, Allah SWT menegaskan bahwa manusia tercipta dengan beragam bahasa, etnis dan suku dan bangsa-bangsa, tujuan utama saling mengenal.

Gus Dur telah memberikan contoh bagaimana mengelola sebuah perbedaan dengan syantik dan santui, bahwa kemaslahatan umat itu jauh lebih penting daripada kepentingan kelompok dan kekuasaan. Apalagi hanya kepentingan pribadi.

Gus Dur dilengserkan dari kursi Presiden. Saat itu Gus Dur memiliki kekuatan untuk melawan dan mempertahankannya, tetapi demi keutuhan bangsa, dan menghindari perpecahan dan pertumpahan darah sesama anak manusia, maka Gus Dur menerima dengan legowo. 

Gus Dur-pun santui menghadapinya "Gitu aja kok repot". Sama persis dengan sikap Rasulullah SAW menerima perjanjian Khudaibiyah. Rasulullah SAW, mengalah demi sebuah kemaslahatan umat.

Santui dan Shantik Menanggapi "Natalan"
Ulama klasik sudah berbeda pendapat seputar perbedaan mengucapkan "Selamat Hari Natal" kepada orang Kristen yang sedang merayakan Natalan. 

Secara tegas dan berani Al-Habib Ali Zainal Abidin Al-Jufri membolehkan mengucapkan "Selamat Hari Natal" kepada pemeluk agama Kristen. 

Bahkan, Al-Habib Al-Jufri dengan kelebihan ilmu dan nasab, serta keluhuran akhlaknya, beliau mengatakan "Saya akan mengucapkan Selamat Hari Natal nanti pada tanggal 25 Desember".

PBNU, juga menyajikan literatur kitab klasik seputar larangan dan diperbolehkan mengucapkan "Selamat Hari Natal". Mulai nama kitab, hingga halamannya disebutkan dan disajikan dengan renyah, santu dan Shantik.  

KH Ma'ruf Amin juga pernah menyampaikan  bolehnya mengucapkan "Selamat Hari Natal". 

MUI Jatim, sedikit kaku ketika menanggapinya, sehingga terkesan sembarangan menanggapi KH Ma'ruf Amin. UIama Al-Azhar Al-Syarif berpendapat bahwa mengucapkan "Selamat Hari Natal" diperbolehkan.

Bagi umat islam, semakin banyak pilihan. Bagi yang akan mengucapkan ada dalilnya, bagi yang tidak mengucapkan juga ada dalilnya. Yang terpenting, sesama pemeluk agama itu harus saling menghormati, jangan sampai menjelek-jelekkan agama orang lain, karena itu sama dengan menjelekkan agama sendiri.

Alquran secara khusus melarang menghina sesembahan agama orang lain "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS Al-An'am : 108)

Habib Taufik Assegaf berpendapat bahwa mengucapkan "Selamat Hari Natal" itu haram. Bahkan, orang islam yang mengucapkannya mestinya harus menta'dzir, (memberi hukuman). 

Haram menurut pandangan fikih adalah dosa bagi orang yang melakukan (mengucapkan), dan meninggalkan (tidak mengucapkan) mendapat pahala.

Bahkan dalam sebuah ceramahnya, yang dikutip dalam IG, Habib Taufiq Assegaf mengatakan "Jangan ikut-ikutan orang yang menyatakan boleh mengucapkan selamat natal, karena mengucapkan selamat natal itu hukumnya adalah haram, hati-hati, tidak boleh," kata Habib Taufiq Assegaf dalam kajian kitab Mughnil Muhtaj Syarh al Minhaj, yang disiarkan dalam akun instagram resminya, Jumat (22/12).

Perbedaan pendapat seputar ucapan "Selamat Hari Natal" bersifat musiman. Semakin sering berbeda pendapat, akan semakin dewasa menghadapi sebuah perbedaan. 

Perbedaan masalah khilafyah, memacu seseorang semakin rajin membuka kitab-kitab klasik, dan ber-ijtihad. 

Beda pendapat itu boleh, yang tidak boleh (haram), mencaci dan memakin orang yang tidak sependapat. Apalagi, sampai ngafir-ngafirkan sesama umat Rasulullah SAW telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah SWT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun