Mohon tunggu...
Abdul Adzim Irsad
Abdul Adzim Irsad Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Negeri Malang

Menulis itu menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibumu Surgamu

21 Oktober 2018   12:43 Diperbarui: 21 Oktober 2018   13:14 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nah, ketika sang ibu sudah tua nan renta, masih saja memikirkan putra-putrinya. Ketika sang anak datang ke rumahnya, sang  Ibu selalu sibuk mempersiapkan makan kesukaan putra-putrinnya, agar sang anak merasa nyaman dan bahagia. Walaupun kadang Ibu kelelahan, tetapi semangatnya jauh lebih besar sehingga tetap bisa menyenangkan buah hatinya. Melihat anak dan cucu bahagia, membuat sang Ibu panjang usia, selalu sehat dalam hidupnya.

Memang, jari jemarinya sudah tidak sekuat saat masih muda. Tetapi sentuhan cintanya benar-benar terasa ketika memasak. Ketika disajikan, masakan itu jauh lebih lezat melebihi lezatnya masakan paling lezat di dunia. Mengalahkan restoran paling top. Karena masakan itu dibumbui sentuhan cinta dari sang Ibu.

Itulah kenapa orang sering bertanya "kenapa masakan ibu enak banget dan ngangeni? jawaban dari pertanyaan itu adalah "Karena ibu memasak dengan resep cinta dan kasih sayang, bumbunya adakah "ke ihlasan" dari lubuk hati yang amat dalam. Sang ibu akan tetap tegar dan perkasa, dia berusaha memasak makanan paling nikmat untuk dinikmati bersama putra putrinya.

Namanya saja anak, usai sarjana dan menikah-pun, kadang masih saja tak henti henti ngrepoti ibunya. Bagi seorang ibu, tidak pernah terbesit dalam hati dan benaknya merasa direpoti. Padahal sang anak nyata-nyata ngrepoti beneran. Bagi ibu semua akan menjadi indah dan bahagia, jika melakukan sesuatu untuk anaknya.

Nah, ketika sang anak sudah terlihat cukup dan mapan, baik ekonomi maupun posisi dalam pekerjaan. Sang ibu tetap saja melihat sang anak dengan penuh kasih sayang dan cinta. Di mata ibu, siapa-pun itu, tetap anaknya, sehebat apapun posisinya, tetap saja anak. Walaupun menjadi presiden, tetap saja anak.

Sebagai anak yang baik dan sholih, wajar sekali jika ingin sekali membalas kebaikan orangtuanya, seperti ingin menghajikan atau umrah. Namun tidak semua ibu mau menerimanya. Ada banyak hal yang dipikirkan, seperti; merasa kasihan terhadap putra-putrinya yang lain karena belum haji dan umrah. Luar biasa hati seorang ibu. Yang seperti ini ternyata masih memikirkan putranya yang lain.

Seorang anak harus pandai nan cerdas ketika menyikapi setiap psikologis yang ditampakkan ibu kepada dirinya. Jangan pernah memaksa, sehingga membuat seorang ibu merasa tersiksa dan tidak nyaman hidupnya. Karena menyakiti seorang ibu sama dengan menghalangi kebahagiaan dirinya sendiri.

Sebuah kisah menarik, dimana seorang ibu berkeluh kesah kepada tiga putranya yang sudah mapan ekonomi dan jabatannya. Masing-masing memiliki pekerjaan yang beragam. Ada yang menjadi dokter, ada juga yang menjadi insinyur, ada ada juga yang menjadi pengajar.

Karena sudah lansia, sang Ibu berkeluh kesah seputar kakinya yang sakit ketika berjalan. Keluh kesah itu disampaikan kepada putranya yang menjadi dokter. Sang dokter-pun menjawab "kalau memang benar-benar sakit, harus segera di obati. Kalau memerlukan operasi segera operasi agar tidak terus menerus sakit seperti ini". Obat dan operasi menjadi solusi, karena memang anaknya setiap hari bergelut dengan obat-obatan dan operasi.

Kemudian sang Ibu sambatan kepada putranya yang menjadi insinyur seputar sakitnya. Sang anak-pun menjawab "segera diobati, berapa-pun biayanya akan kami tanggung, karena ini kewajiban seorang anak kepada Ibunda nya". Pengobatan tidak harus ke dokter, bisa menggunakan alternatif lain, yang penting ibu segera sehat.

Terakhir, sang Ibu sambatan kepada putranya sang pengajar. Rupanya, putranya yang satu ini lebih cerdas saat mendengarkan keluhan sang Ibu. Saat ibunya mengatakan "nak, kaki ibu kok sakit sekali ya saat berjalan". Mendengar ibu sambatan sang anak tiba-tiba memegang kali sang ibu sambil memijit pelan-pelan, sambil bercerita. Sesekali kalinya diolesi dengan minyak. Pada waktu yang sama, sang anak mengajak Ngobrol dan cerita-cerita yang menyenangkan dirinya seputar masa kecilnya, sehingga sang Ibu kadang lupa dengan sakitnya karena terhibur dengan cerita itu. Rupanya, rasa bahagia itu kadang bisa mengusir rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun