Dalam gamar ini, terdapat deretan Ulama Ahlussunah wal Jamaah yang meneyebarkan islam ramah di Nusantara. Syekh Muhammad Hasyim Asaary menerangkan di dalam kitabnya bahwa Ahlussunah Waljamaah itu cinta kepada Allah SWT dan Rosul-Nya, serta memulyakan para sabat.Â
Lebih tegas lagi, Mbah Muhammad Hasyim menerangkan, bahwasanya  siapa yang menghina sahabat, sama dengan menghina Rosulullah SAW. Cinta Allah SWT, Rosulullah SAW keluarga dan sahabatnya, serta cinta ulama bagi Islam NU-Santara yang berpegang tegus pada Aswaja ( Aslussunah Waljamaah) adalah harga mati
Sementara KH Nawawi Al-Bantani menerangkan, panutalan Ulama NU-Santara dan Hijaz, pernah berkata "memulyakan ulama itu sama dengan memulyakan Rosulullah SAW, memulyakan Rosulullah SAW sama dengan memulyakan Allah SWT".Â
Pada hakekatnya, ulama itu pewaris para Nabi yang memiliki budi pekerti yang sangat agung, sebagaimana budi pekerti Rosulullah SAW. Jadi, haram bagi Islam NU-Santara itu menghina Ulama, apalagi sampai mencaci maki, lebih-lebih sampai membullyy di depan publik dengan kata-kata "Kasar dan Kotor".
Lihat saja, santr-santri Islam NU-Santara sejagad, baik yang bermukim di bumi Nusantara maupun mancangera, semua wajib memuliakan Ulama dan mencium tangan terhadap durriyah Rosulullah SAW.Â
Tidak ada satu-pun santri Nusantara, yang berani menghina, apalagi sampai menyakiti "Habaib", disampaing takut kuwalat, hukumnya dosa. Begitulah ajaran Santri Nusantara.
Ulama itu tidak bermodal jubbah nan surban panjang, sebagaimana yang sering kita saksikan di media, tetapi kerjanya mencaci sesama muslim dan juga menebarkan kebencian.Â
Ulama juga tidak hanya bermodal jengot panjang serta jidah hitam. Kemana-mana membawa tasbih dan tongkat, agar terlihat waw. Kemudian mengutip dalil-dali dari Al-Quran dan hadis Nabi, tetapi semua dilakukan untuk kepentingan pribadi, kelompok, politik serta kekuasaan. Itu namanya ulama su' (ulama buruk).
Menurut Rosulullah SAW itu ulama itu adalah pewaris para nabi. Mereka akan terus berjuang menegakkan agama Allah SWT, dimana-pun berada. Lihat saja, para penebar islam di Nusantara, baikdi tanah Jawa, Minang, Kalimantan, Madura, Makasar, mereka membaur dengan masyarakat setempat.Â
Mereka berbusana seperti busananya warga setempat, juga ikut serta adat istiadat selama tidak bertentangan dengan akidah dan syariat. Namun, mereka mampu merubah prilaku yang tadinya maksiat menjadi terhormat dan bermartabat sesuai dengan wasiat Rosulullah SAW. Â
Ulama NU-Santara yang menyebarkan Islam di bumi Nusantara dengan santun, lembut dan kasih sayang (rahmah) serta moderat, khususnya Jawa budi pekertinya sangat luhur nan agung.Â
Mereka hafal Al-Quran, juga hadis Rosulullah SAW, namun jarang sekali mengutipnya, tetapi justru menggunakan bahas lokal di dalam memberikan pemahaham agama, disesuaikan dengan kemampuan bahasa masyarakat itu sendiri.
Ketika ada orang yang berbuat maksiat, para menyebar islam mendekatinya dengan santun dan lembut. Tidak berkata kepada mereka "kamu kafir, sesat dan masuk neraka".Â
Dengan lembut nan santun, mereka-pun merangkulnya dan dikenalkan kepada mereka prilaku Rosulullah SAW yang lembut nan santun. Ketika melihat orang sombong, para wali itu berkata "ojo dumeh". Ketika melihat orang melakukan perbuatan tidak terpuji, mereka berkata "tidak elok".
Ketika melihat orang enggan membersihkan kaki saat masuk masjid, padahal masjid itu harus bersih dan suci. Mereka kemudian membuat kolam air di depan masjid, secara otomatis orang yang akan melewatinya, harus melalui kolam tersebut. Kakiknya besih dan suci.
Ketika orang tidak mau berbusana rapi, padahal berbusana itu wajib, karena menutup auratnya. Para wali itu membuat busana jenis batik bermotif daun-daun, serta warna kulit binanatang, dan akhirnya mereka-pun tertarik dengan dedauan dan warna kulit binatang kesayangan. Akhirnya, mereka mau berbusana batik.
Meminjam bahasa KH Ahmad Hasyim Muzadi, bahwasanya ulama NU-Santara atau yang di kenal dengan sebutan wali songo sangat cerdas di dalam dakwahnya. Â Menurut KKyai Ahmad Hasyim Muzadi Al-Marhum "wali songo itu mengislamkan orang kafir, sementera wali jenggot itu sukanya mengjkafirkan sesama muslim".
Terbukti nyata, dimana banyak sekali orang dengan mudahnya "menyesatkan Islam Nusantara", padahal Islam Nusantara itu hanyalah sebuah nama yang aslinya "Islam di Bumi Nusantara". Dengan ciri khasnya yaitu ramah, santun, tepo sliro, moderat, serta memulayakan Rosulullah SAW, sahabat serta memulyakan durriyah Rosulullah SAW.
Islam Nusantara itu Sahadatnya "bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah SWT, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan dan hamba Allah SWT. Sholatnya lima kali hanya saja, busananya tidak jubbahan seperti orang Arab, tetapi sarungan dan peci hitam, kadang juga pake peci putih, merah, hijau, kuning, sesuai dengan asal daerah masing-masing.
Puasanya juga sama, setiap bulan Ramadhan. Hanya saja, kalu berbuka itu tidak pake kurma, kecuali yang kuat membelinya. Buka puasanya pake kolah, menjes, mendoan, teh panas. Ada juga seorang santri yang yang unik, buka puasanya "rokok" terlebih dahulu, baru ngopi kemudian.
Zakatnya juga sama, 2.5% kepada delapan asnaf, sesuai dengan penjelasan Al-Quran dan tuntunan Rosulullah SAW. Hanya saja, orang Nusantara itu lebih banyak mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dari pada pemberi zakat. Kayaknya, ini lumrah di mana-mana di muka bumi ini.
Hajinya islam Nusantara tetap di Makkah, bukan di Bangladesh atau India, juga bukan di yamab atau Iran. Bacaan-bacaanya juga sama persis, sebagaimana yang diajarkan Rosulullah SAW.Â
Namun ad ayang sedikit unik, kadang ketika berdoa di thowaf fan sai, mengunakan bahasa Indonesia, ada juga yang dilagu. Namun, semuanya tetapi sai, thowaf sebagaimana tuntunan Rosulullah SAW.
Dalam masalah akidah, Islam Nusantara itu teologi "Asaariyah" sebagaimana penjelasan Mbah Hasyim Asaary dan guru-gurunya, juga ditegaskan oleh Syafii Maarif mantan ketua Muhammadiyah. Â Sementara madzhabnya mengikuti Al-Syafiiyah, sebagaiman penjelasan Syekh Sirajudin Abbas dan Buya Hamka. Namun, madzbah lain, seperti; Malikiyah, Hanafiyah, dan Hambaliyah tetap menjadi rujukan utama dalam berfikih.
Perlu diketahui juga, Islam Nusantara itu dalam bebudaya tetap menggunakan kearifan lokal, mulai busana, bertegur sapa, serta interkasi dengan sesama, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Berbusana misalnya, kan tidak harus berjubah seperti orang Arab. Wong orang Kristen, Yahudi di timur tenggah itu juga berjubah. Sarungan, dengan baju batik, serta imamah batik juga tidak apa-apa. Namun, Islam Nusantara tetap menjunjung tinggi budaya Arab.
Jadi Islam Nusantara itu tidak pernah merubah "Usuluddin" dasar dalam beragama, seperti; Rukum Iman, Islam, serta Ihsan, sebagaimana penjelasan Rosulullah SAW dalam hadis panjang, perbincangan Rosulullah SAW dengan Umar Ibn Al-Khattab ra, seputar "Imam, Islam dan Ihslan".Â
Bahkan, masalah "tanda-tanda hari kiamat juga tidak berubah, sebagaimana penjelasan kitab suci Al-Quran dan hadis Rosulullah SAW. Juga, percaya hari akhir, siksa kubur, surga, neraka, semua tidak berubah sama sekali.
Jika tidak sepaham dengan "Islam Nusantara", tidak apa-apa lah. Akan menjadi masalah, jika kemudian mengatakan bahwa Islam Nusantara itu sesat. Wong, semua yang dijelaskan di dalam Islam Nusantara itu sama persis dengan penjelasan Ulama-Ulama Nusantara yang bermukim di Makkah, seperti; Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfudz Al-Turmusi, Syekh Uhid Al-Bukhuri, Syekh Atoria Al-Betawi, dan Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani.
Jika menyalahkan atau menyesatkan pemahaman Islam Nusantara, berarti sama dengan menyesatkan pemahaman Ulama-Ulama Nusantara yang pemahamanya merujuk pada penjelasan ulama-ulama salaf, seperti; Imam Syafii, Abu Hanifah, Imam Bukhori Muslim, serta Syekh Abdul Hamid Ali Kudus. Pemahaman mereka tentang trilogy agama "Iman, Islam, Ihsan" sama persis dengan Islam Nusantara.
Ulama Nusantara, tetapi menghargai budaya setempat, sebuat saja tradisi membangun masjid, tidak harus seperti masjid orang Arab dengan membangun menara, tetapi disesuai dengan budaya setempat.Â
Masjid Sunan Kudus, Masjid Cheng Hoo, Masjid Demak. Bahkan, masyarakat setempat ketika sholat tidak mengunakan jubbah putih, tetapi mengunakan sarung dengan beragam corak, sesuai dengan budaya.Â
Imamahnya, juga ada yang warga batik, namun sholatnya kadang lebih khusu dari yang berjubah panjang. Karena hakekat sholat itu interaksi dengan Allah SWT, bukan masalah busananya seperti apa.
Nah, KH Kholil Bangkalan sosok ulama kharismatik yang bertahun tahun bermukim dan ngaji di Masjidilharam. Beliaulah sosok pendiri NU sebagai payung umat islam yang cinta kepada Allah SWT, Rosulullah SAW dan sahabat. Beliau itu rujukan ulama Nusantara ketika akan mendirikan NKRI dan Nahdhotul Ulama, hingga kemudian berdiri kokoh yang di komandoi oleh Syekh Al-Imam Muhammad Hasyim Asaary.
Wajah KH Kholil berwajah Nusantara, tidak terlihat seperti orang Arab, namun sangat cinta terhadap Rosulullah SAW dan durriyahnya, bahkan melebih sebagian besar orang Arab yang bermukim di Makkah dan Madinah. Mbah Kholih juga mengajarkan kepada santri agar tetap memulyakan kyai dan habaib serta guru-gurunya.
Ahlak KH Kholil bener-bener luar biasa dalam masalah memulyakan guru dan keluarga Rosulullah SAW. Beliau mempunyai seorang guru mursyid thoriqoh yang buta di Makkah.Â
Setiap malam, KH Kholil tidur di depan pintu toilet, dengan harapan setiap tenggah malam gurunya menabrak dirinya sehingga bisa menuntun bersuci setiap malam. Kemudian KH Kholil menuntun sang guru berwudhu ke kamar mandi. Itu dilakukan bukan sehari, tetapi berbulan-bulan, bahkan tahun demi mendapat bimbingan seorang guru"Irsadu Ustadi".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H