Mereka hafal Al-Quran, juga hadis Rosulullah SAW, namun jarang sekali mengutipnya, tetapi justru menggunakan bahas lokal di dalam memberikan pemahaham agama, disesuaikan dengan kemampuan bahasa masyarakat itu sendiri.
Ketika ada orang yang berbuat maksiat, para menyebar islam mendekatinya dengan santun dan lembut. Tidak berkata kepada mereka "kamu kafir, sesat dan masuk neraka".Â
Dengan lembut nan santun, mereka-pun merangkulnya dan dikenalkan kepada mereka prilaku Rosulullah SAW yang lembut nan santun. Ketika melihat orang sombong, para wali itu berkata "ojo dumeh". Ketika melihat orang melakukan perbuatan tidak terpuji, mereka berkata "tidak elok".
Ketika melihat orang enggan membersihkan kaki saat masuk masjid, padahal masjid itu harus bersih dan suci. Mereka kemudian membuat kolam air di depan masjid, secara otomatis orang yang akan melewatinya, harus melalui kolam tersebut. Kakiknya besih dan suci.
Ketika orang tidak mau berbusana rapi, padahal berbusana itu wajib, karena menutup auratnya. Para wali itu membuat busana jenis batik bermotif daun-daun, serta warna kulit binanatang, dan akhirnya mereka-pun tertarik dengan dedauan dan warna kulit binatang kesayangan. Akhirnya, mereka mau berbusana batik.
Meminjam bahasa KH Ahmad Hasyim Muzadi, bahwasanya ulama NU-Santara atau yang di kenal dengan sebutan wali songo sangat cerdas di dalam dakwahnya. Â Menurut KKyai Ahmad Hasyim Muzadi Al-Marhum "wali songo itu mengislamkan orang kafir, sementera wali jenggot itu sukanya mengjkafirkan sesama muslim".
Terbukti nyata, dimana banyak sekali orang dengan mudahnya "menyesatkan Islam Nusantara", padahal Islam Nusantara itu hanyalah sebuah nama yang aslinya "Islam di Bumi Nusantara". Dengan ciri khasnya yaitu ramah, santun, tepo sliro, moderat, serta memulayakan Rosulullah SAW, sahabat serta memulyakan durriyah Rosulullah SAW.
Islam Nusantara itu Sahadatnya "bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah SWT, dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan dan hamba Allah SWT. Sholatnya lima kali hanya saja, busananya tidak jubbahan seperti orang Arab, tetapi sarungan dan peci hitam, kadang juga pake peci putih, merah, hijau, kuning, sesuai dengan asal daerah masing-masing.
Puasanya juga sama, setiap bulan Ramadhan. Hanya saja, kalu berbuka itu tidak pake kurma, kecuali yang kuat membelinya. Buka puasanya pake kolah, menjes, mendoan, teh panas. Ada juga seorang santri yang yang unik, buka puasanya "rokok" terlebih dahulu, baru ngopi kemudian.
Zakatnya juga sama, 2.5% kepada delapan asnaf, sesuai dengan penjelasan Al-Quran dan tuntunan Rosulullah SAW. Hanya saja, orang Nusantara itu lebih banyak mustahik (orang yang berhak menerima zakat) dari pada pemberi zakat. Kayaknya, ini lumrah di mana-mana di muka bumi ini.
Hajinya islam Nusantara tetap di Makkah, bukan di Bangladesh atau India, juga bukan di yamab atau Iran. Bacaan-bacaanya juga sama persis, sebagaimana yang diajarkan Rosulullah SAW.Â