Rabiah Al-Adawiyah salah satu wanita yang menjadi rujukan dalam urusan cinta (mahabbah) kepada Tuhannya. Tidak hanya kaum awam saja yang mengaguminya, ternyata para ulama fikih, hadis, yang hidup sejaman juga terpesona dan kagum terhadap Rabiah Al-Adawiyah. Barangkali, jika Rabiah Al-Adawiyah hidup di jaman now, semua pria yang bestatus ustad dan Kyai akan berlomba-lomba meluluhkan hatinya.
Di dalam kitab klasik berjudul Durratun Nashihin, kitab yang paling sering dibaca kaum santri diterangkan, ternyata beberapa ulama terkemuka seperti Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Tsabit al-Banani tertarik dengan kecantikan hardware (kecantikan) Rabiah Al-Adawaiyah, yang sudah tentu lebih tertarik pada budi pekerti serta kedalaman spiritual Rabiah Al-Adawiyah.
Saat ke Cairo (4/3/2018), saya sempatkan ziarah ke Makam Rabiah Al-Adawiyah yang letaknya di Gang Rabiah Al-Adawiyah- Cairo. Saya ditemani oleh salah satu penggurus PCINU Mesir yang bernama Kang Iqbal dengan mengunakan mobil Avansa buatan Nusantara. Lumayanlah, bisa keliling destinasi wisata para wali dan sahabat Nabi Muhammad SAW.
Ketika sampai ditempat tujuan seorang mahasiswa Mesir yang mendampingiku bertututur; "Konon, Sayyid Ibn Atoillah Al-Iskandari juga pernah melamar, karena terkagum-kagum dengan kecantikan dan kesalehahannya". Jika seorang Sayyid Ahmad Ibn Atoillah Al-Iskandari seorang sufi sejati yang menjadi rujukan ulama dunia, terpesona dan melamarnya, bagaimana dengan pemuda-pemuda masa itu. Apalagi, dengan para perziarah di jaman now, melihat prawan-prawan Cairo yang membuat detak berdetak kencang.
Ketika sampai di makam Rabiah Al-Adawiyah, aku-pun menerawang dan membayangkan "betapa cantik dan mempesona wanita yang bernama Rabiah Al-Adawiyah". Mungkin itulah yang disebut bidadari surga yang menjadi rebutan kaum sufi kala itu.
Apalagi, ketika saya dan para wisatawan kuburan menyaksikan gadis-gadis Mesir, dan Palestina yang masih muda dan ranum, terlihat begitu cantik nan menarik. Sampai-sampai yang belum menikah terasa sepet saat melihat gadis-gadis Nusantra. Dan, yang tidak membawa istripupun, akhirnya hanya geleng-geleng kepala sambil sesekali lisanya mengucap " masa Allah, begitu cantiknya".
Sementara, yang membawa istri, dia hanya terkagum-kagum, tetapi tidak mengucapkan apa-apa, karena taqwa (takut sama istri yang tua). Padahal, hatinya ingin menyapa dan sekedar berfotoria. Djadi Galajapo hanya bisa mengatakan "Subhana Allah". Barangkali, yang membawa istri, dalam hatinya berkata "apa yang ada pada gadis Palestina, istriku juga punya". Nah, saat itulah saya benar-benar membanyangkan kecantikan rupa dan budi pekertinya  ratu sufi yang bernama "Rabiah Al-Adawiyah".
Ketika Jamaah Manaya Indonesia melihat wanita-wanita cantik Palestina dan Cairo, sampai-sampai ada yang bercanda dan berseloroh "jika lima remaja wanita Palestina berjalan di siang hari di bawah terik sinar matahari, maka yang cantik sepuluh remaja, karena bayang-bayangnya juga ikut terlihat cantik".
Kembali pada Ratu Sufi Rabiah Al-Adawiyah. Tidak dipungkiri, ada beberapa riwayat bahwa Rabiah Al-Adawiyah di Makamkan di Mesir (Cairo), Palestina (Yerusalem) dan di Irak (Basrah). Di antara tiga tempat tersebut, hanya Cairo dan Yerusalem yang sudah saya ziarahi bersama PT. Manaya Indonesia
Semua tidak ada yang bisa memastikan mana makam (kuburan) ratu sufi Rabiah Al-Adawiyah. Terpenting bagi saya adalah bagaimana meneladani rasa mahabbah yang sesungguhnya kepada Allah SWT sebagaimana yang di ajarkan oleh Ratu Sufi Rabiah Al-Adawiyah. Cinta kepada Allah bukan sekedar sholat lima waktu, dan membaca dzikir setiap saat dan waktu, tetapicinta kepada Allah itu berarti mengosongkan hati dari iri dan dengki, hasud, dan semua penyakit hati. Barulah dihiasi dengan amal ibadah, dan rasa mahabbah sejati kepada Allah SWT.
Lihat saja, Hasan al-Bashri, Malik bin Dinar, dan Tsabit al-Banani ulama kondang dengan segala disimpilin ilmu dan kedalaman spritualnya datang kekediaman Rabiah Al-Adawiyah dengan tujuan melamar untuk menjadi pendamping hidupnya. Ketiganya ingin membuktikan kalau mereka bisa menarik cinta Rabiah Al-Adawiyah.
Ketika sampai di kediaman Rabiah Al-Adawiyah, tiga ulama sufi, dari balik tirai, mereka mengutarakan maksudnya. Rabiah Al-Adawiyah tidak menolaknya, tetapi hanya memberikan isarat dan syarat, sambil memberikan jawaban "Baiklah, tapi aku ingin tahu terdahulu, siapakah di antara kalian yang paling  berilmu, maka aku akan siap menjadi istrinya." Rupanya, ulama di atas sangat tawadu (rendah diri). Tidak ada yang ingin menampakkan ke dalalaman ilmunya kepada Rabiah Al-Adawiyah.
Tiba-tiba Malik bin Dinar-pun menjawab dengan singkat sambil melirik rekannya "Dialah Hasan al-Bashri". Persaingan ulama sufi untuk mendapatkan cinta sejati Rabiah Al-Adawiyah begitu ketat dan sengit. Masing-masing memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan cinta Sang Ratu Sufi. Semua ulama mengakui kedalaman ilmu dan spiritual dan keluhuran budi pekerti ulama di atas.
Tak disangka-sangka, tiba-tiba  Rabi'ah Al-Adawiyah mengajukan sebuah persyaratan yang sederhana, tetapi sangat berat untuk menjawabnya.
Rabiah Al-Adawiyah bertanya kepada Hasan Al-Bashri "Jika Sayuid (Tuan) mampu menjawab empat pertanyaan yang akan aku ajukan, maka aku bersedia menjadi istri Tuan".Mereka-pun saling melempar pandangan, seraya berfikir, seperti apakah pertantayaan yang akan di sampaikan.
Hasan Al-Bashri menjawab dengan singkat dari balik tirai "Silakan, wahai Sayiidah Rabi'ah.
"Menurut Sayyid (Tuan), jika aku meninggal dunia, apakah aku mati dalam kondisi iman atau tidak?,
Hasan Al-Bashri menjawab diplomtis sesuai dengan ilmu yang dimilikuinya "Maaf wahai Sayiidah Rabiah, ini termasuk masalah ghaib. Tidak ada yang tahu pasti kecuali Allah."
Pertanyaan berikutnya "Wahai tuan, ketika aku berada di alam barzah (kubur), lalu malaikat Munkar dan Nakir bertanya kepadaku, menurut Sayyid, apakah aku menjawab pertanyaan itu?" Â Hasan Al-Bashri menjawab dengan jawaban yang sama .
Pertanyaan ketiga, Rabiah berkata "saat manusia dikumpulkan pada hari kiamat, apakah aku termasuk orang yang menerima catatan amal dengan tangan kanan ataukah kiri? Lagi-lagi, Hasan Al-Bashri menjawab dengan jawaban yang sama.
Pertanyaan yang ke-empat, Rabiah Al-Adawiyah berkata "saat manusia dipanggil menghadap Allah SWT, apakah aku tergolong ahli surga apa ahli neraka?
 Lagi-lagi, Hasan Al-Bashri menjawab dengan jawaban yang sama "yang mengetahui hanyalah Allah SWT". Hasan Al-Bashri tidak bisa memberikan jawaban dan kepastian terhadap pertayaan Rabiah Al-Adawiyah, karena semua itu hak preogatif Allah SWT.  Ini mengingatkan pejelasan Imam Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nashoihul Ibab, bahwa manusia harus selalu "husnuddhon" kepada setiap orang, karena manusia tidak akan bisa menjamin dirinya sebagai ahli surga.
Kemudian Rabiah Al-Adawiyah menjawab dengan singkat atas pertanyan yang tidak bisa dijawab dengan pasti. Rabiah-pun berkata "Bagi orang yang sedang sedih dan risau karena memikirkan empat pertanyaan di atas, bagaimana mungkin masih sempat memikirkan hidup berumah tangga". Jawaban yang mematikan kaum pria yang ingin meminangnya.
Saat itu Rabiah al-Adawiyah sedang kasmaran dan gandrung dengan Allah SWT. Dia tidak ingin rasa cinta (mahabbah) itu hilang darinya karena di hatinya ada seorang pria (suami). Ungkapan Rabiah Al-Adawiyah seputar gandrungnya dirinya kepada Allah SWT, diceritakan kitab-kitab klasik seperti; Al-Bujairemi. Untaikan indah Rabiah Al-Adawiyah ketika sudah munajat (berbisik mesra) kepada Allah SWT.
"Wahai Tuhanku, jika pengabdianku kepada-Mu hanya karena takut siksa neraka, maka bakarlah aku didalam api neraka!
Jika pengabdianku kepadamu hanya mengharap surga, maka jauhkanlah aku dari surga-Mu!
Aku mengabdi kepada-Mu, semata-mata karena ketundukanku kepada-Mu, dan aku tidak memperdulikan, apakah engkau memasukkan diriku kedalam surga atau neraka"
Nah, sekarang bagaimana cinta menurut imam Al-Ghozali? cinta itu sebuah perasaan hati yang condong pada sesuatu yang menyengangkan (lezat). Semakin kuat kecenderungan dan rasa cinta, maka dinamakan "Isqon". Seseorang yang sedang gandrung (kasmaran), dia akan selalu ingin menyertainya dan mengorbankan semua apa yang dimilikinya kepada yang dicintainya.
 Siapa-pun dia, baik wanita maupun pria, baik remaja maupun sudah lansia sudah pasti memiliki rasa cinta. Cinta itu merupakan anugerah yang paling indah dari yang maha cinta.Â
Ketika cinta kepada Allah SWT, semua akan menjadi indah, dia tidak pernah mengeluh, kaluapun di diberikan hidup tidak nyaman (susah dan penuh dengan ujian), dia tetap tersenyum karena itu bagian dari bentuk cinta Allah SWT kepada dirinya.
Ketika sedang demam cinta, semua terlihat indah seperti orang yang dicintainya. Orang yang sedang dilanda cinta, hidupnya akan berubah tidak seperti biasanya. Jika dulu pelit tiba-tiba berubah menjadi dermawan.Â
Tadinya penakut menjadi pemberani. Â Semula lemah mendadak kuat dan bersemangat. Yang tua merasa menjadi muda. Orang yang sedang dimabuk cinta, akan betah berlama-lama dengan orang yang dicintainya.
Ratu Sufi Rabiah Al-Adawiyah mengajarkan hakekat cinta kepada Allah SWT, yaitu  mengosongkan hati dari segala-galanya, kecuali Allah SWT, serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya, begitulah mahabbah Rabiah Al-Adawiyah kepada Allah SWT mampu mengalahkan segalannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H