Rukun, mengandeng, dan kemana-mana istrinya di bawa. Gus Mustafa Bisri ingin memberikan contoh kepada pemuda, remaja, menantunya, serta semua santrinya bagaimana menjadi suami yang baik dan dicintai oleh istrinya. Lihat saja, Gus Mustafa Bisri kurang tertarik membicangkan poligami, seolah-olah begitu bangga dan bahagia dengan istrinya yang setia dan mencintai dirinya”.
Sangat tepat sebuah ungkapan “salah memilih pasangan separuh nyawa akan dipertaruhkan”. Gus Mustafa Bisari telah memilih wanita yang tepat, berbobot, dan benar-benar mau menemani suaminya dalam kondisi apa-pun, hingga Allah SWT menjemput ajalanya. Barangkali, wanita seperti inilah yang disebut dengan wanita surga.
Kedua, masalah kecintaan terhadap NU dan NKRI.
Setiap saat dan waktu, tulisan baik buku maupun puisi, selalu mengisaratkan kecintaanya terhadap NKRi dan NU. Dengan pendekatan tasawuf, Gus Mustafa Bisri mengajak semua orang menjadi orang yang bermoral, saling mencintai, tidak takabur. Dan yang paling menarik ketika mengatakan
“Jangan kerdikan dirimu dengan Takabbur.
Jangan sempitkan dadamu dengan dengki.
Dan Jangan keruhkan pikiranmu dengan Amarah”.
Dan yang paling menarik untuk diperhatikan, ketika Muktamar NU di Jombang. Melaui sebuah pesan yang ditulis menggunakan bahasa Arab Pego, Gus Mus meminta agar tidak pilih menjadi Rois Amm, walaupun para sesepuh memilihnya. Tidak main-main, mereka yang memilih antara lain “KH Ma’ruf Amin, KH Nawawi Abdul Jalil, TGH Turmudzi Badruddin, KH Khalilurahman, KH Dimyati Rais, KH Ali Akbar Marbun, KH Makhtum Hannan, KH Maimoen Zubair, dan KH Mas Subadar”.Tetapi dengan sikap santun, ramah, dan mendahalukan ahlak seorang santri, Gus Menolak dirinya menjadi Rois Amm.
Kehadirian Gus Mus dalam muktamar NU di Jombang benar-benar memberikan makan yang mendalam, nuansa panas menjadi lebih sejuk. Melalui pendekatan sufistik, kalimat demi kalimat yang ditulis dan dilontarkan membuat suasana Muktamar NU menjadi adem, dan ahirnya beliau tidak berkenan menjadi Rois Amm. Tetapi, bisa jadi kecintaan Gus Mustafa Bisri terhadap NU begitu dalam, sehingga darah yang mengalir dari dirinya berwarna Hijau.
Gus Mus telah mengajarkan bagaimana mencintai pasangan sepenuh hatinya, sejak pernikahan hingga menjadi seorang ayah hingga menjadi kakek. Gus Mus juga mengajarkan kepada semua orang, khususnya warga rakyat Indonesia bagaimana mencintai negara kesatuan Republik Indonesia yang dibangun oleh para ulama dan wali.