Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tak Hanya Bank Syariah, BMT pun Bikin Sebal

1 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 1 Agustus 2021   07:07 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Hamka (money.kompas.com)

Podcast Deddy Corbuzier bersama Jusuf Hamka bikin heboh. Gorang-goreng menyemarakkan kasus, dari soal utang bank mengalir ke meme dan soalan mualaf yang harusnya tak perlu terjadi. 

Bagiku pribadi, apa yang disampaikan Jusuf Hamka adalah semacam autokritik. Beliau muslim, nasabah setia bank syariah. Mungkin cara menyampaikannya keliru, tapi semua muslim hendaknya mengambil pelajaran. Bukan sok lebih alim dan lebih berpengalaman soal agama.

Aku sendiri punya pengalaman yang juga tak mengenakkan ketika berurusan dengan ekonomi syariah. Apakah dengan demikian aku menganggap syariah Islam itu keliru? Gila aja kalau aku begitu. Lebih gila lagi yang menuduh aku begitu!

Islamnya agung, sempurna. Pemeluknya belum tentu. Malah bisa jadi kitalah, para muslim, yang membuat agama ini menjadi buruk di mata yang bukan pemeluknya.

Niat Baik yang Tak Disambut Baik

Aku lahir sebagai muslim. Tanpa buka ayat Al-Qur’an tentang babi, sejak kecil aku sudah geli mendengar aneka menu babi. Tanpa mendengar tentang najisnya liur anjing, aku sudah takut melihat anjing. Tapi riba, yang tak kalah merusak dari babi dan anjing, dipraktikkan hampir semua orang di sekitar kehidupan kita.

Jadi di awal 2000-an, ketika aku menyadari haramnya riba, maka aku bertekad untuk menjauhkan diri dari praktik ini. Kemudian ujian itu datang. Sepeda motor yang biasa kupakai beraktivitas mulai “banyak ulah”. Paling sering sulit menyala kecuali setelah diengkol sampai tungkai lemas.

Kakak laki-laki tertua berinisiatif membelikan yang baru, tapi aku maunya yang nonriba. Biar berkah. Akhirnya ia menyerahkan pilihan padaku. Motor yang sebelumnya harus dibantu urus, karena waktu pembelian usiaku belum 21, belum memenuhi syarat untuk mengajukan leasing, jadi bagian marketing harus menyiasati.

Untuk yang berikutnya, aku bisa mengurus sendiri karena telah memenuhi syarat. Aku juga sudah memiliki penghasilan sendiri, jadi cukup layak di mata pembiayaan mana pun. Walaupun yang membayar bukan aku, tapi STNK maunya atas namaku.

Alih-alih ke showroom, aku pilih mendatangi BMT (Baitul Mal wa Tamwil) terdekat. Kudengar di sana bisa lakukan murabahah, yakni pihak bank (atau BMT) mencarikan sepeda motor sesuai keinginanku, lalu aku membeli motor tersebut dari mereka. Jadi keuntungan yang didapat BMT adalah selisih antara harga beli mereka dengan harga jual padaku, yang itu aku ketahui sehingga bisa ditawar.

Ternyata prosesnya tidak sesimpel itu. Pertama datang, aku diwawancarai terkait data dan berbagai hal yang berhubungan dengan sepeda motor yang ditarget. Pengajuan itu tidak serta merta disetujui, akan ada rapat yang memutuskan apakah aku layak atau tidak untuk bermurabahah dengan BMT tersebut. Oke, aku pulang dengan keyakinan insyaallah pasti lolos. Sebab aku tidak memilih sepeda motor yang mahal, kemampuan kakakku sebagai penjamin, jauh di atas itu.

Dalam sepekan penantian, tak ada kabar dari BMT. Kutunggu hingga dua pekan, tak juga ada. Akhirnya kutelepon, jawabannya rapat baru dilakukan sekali. Butuh tiga kali rapat untuk memutuskan. Aku mulai resah.

Baca juga: Inilah 7 Dosa Besar dalam Islam, Riba Salah Satunya

Kami Cuma Ingin Menghindari Riba!

Setelah dua kali rapat, yang itu diwarnai dengan berbagai drama penundaan, entah pengurus sakit, ustaz terlambat hadir, dll, akhirnya sebulan kemudian barulah datang tim yang mensurvei keadaan rumah. Untuk memastikan keluargaku mampu membayar utang.

Kakakku menghela napas, “Cuma pinjam duit segitu ribet nian. Kau jalan sebentar ke showroom, balik lah bawa motor!” katanya.

Aku bertahan. Ini demi menghindari riba, supaya berkah. Cuma itu. Sabar, kata hatiku. 

Setelah survei, lagi-lagi tak ada kabar. Aku harus menelepon bolak-balik untuk menanyakan keputusan BMT. Pesan via SMS ke pengurus kebanyakan tak dibalas. Mungkin karena telepon kantor BMT tak bisa menunjukkan nomor penelepon, makanya mereka menerima panggilan.

Sampai dua bulan sejak aku mengajukan (katakanlah) pinjaman, aku masih harus engkol motor karena menunggu sepeda motor “yang lebih berkah”. Jadi kemudian kudatangi langsung kantor BMT, daripada harus patah hati melihat pesan tak terbalas atau jawaban telepon yang diplomatis.

Tiba di kantor, Kepala BMT langsung yang menyambutku. Maka kuutarakan langsung maksud kedatanganku. Ia bilang, proses masih berjalan, tunggu saja.

“Kok lama, ya?” tanyaku dengan nada rendah.

Halo dunia, tau gak dia jawab apa?

“Namanya minjem, ya harus sabar!”

Sumpah! Ekspresinya saat menyampaikan itu masih tersimpan di kepalaku sampai sekarang. Dan sampai sekarang pun kakakku tidak tau adiknya diperlakukan begitu. Aku malu. Tapi bukan untukku. Aku malu, orang-orang yang mengaku mengusung syariah, bisa sesadis itu. 

Sayangnya, meski aku gak cerita, pengalaman buruk itu jadi pelajaran sepanjang hayat bagi kakakku. Sampai saat ini, kalau kusarankan ia mengalihkan pinjaman bahkan sekadar tabungan ke bank syariah, dia akan jawab, "Yang Islam Islam tu bertele-tele. Ingat be kasus motor kau dulu!" padahal nggak semua lembaga keuangan Islam begitu, kan?

Selang sehari dari ucapan dan ekspresi ketus yang kuterima, aku mendatangi showroom motor yang langsung terhubung ke pembiayaan konvensional. Pilih motor, telepon kakakku. Dan hari itu juga aku pulang dengan motor baru! 

Nanti kalau di akhirat Allah tanya kenapa aku beli motor riba, kutuntut orang-orang di BMT itu!

Baca juga: Review Warung Umat, Platform Jualan yang Bikin Kesel Umat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun