Tak ingin kejadian serupa terulang lagi, maka kukonfirmasi soal kosongnya data pembayaran ke kepala SD yang waktu itu menerima pembayaran dari wali murid ybs.
"Kok tanya saya? Kan yang berurusan dengan uang itu kamu," katanya.
"Tapi waktu itu uangnya langsung dibawa keluar, gak disetor," jawabku.
Luar biasa kekeuhnya kepsek, bahwa ia tidak menerima uang siswa dari siapa pun, karena itu bukan wewenangnya. Justru itu yang membingungkanku, tidak berhak menerima uang, tapi kenapa ia bawa uang dari wali murid waktu itu.
"Cek pelan-pelan," katanya lagi, begitu meyakinkan. "Yang kasir siapa, saya gak pernah terima duit. Atau tanya aja ke wali murid itu, siapa tau memang belum bayar."
Karena keyakinannya yang begitu kuat, jadi aku yang ragu. Jangan-jangan memang waktu itu belum bayar, hanya aku yang salah dengar. Iya kalau begitu. Kalau ternyata memang aku pernah nerima uangnya, gimana? Kalau tak salah dengar, wali murid itu membayar lunas loh. Butuh beberapa bulan gaji untuk mengganti biaya masuk sekolah elit itu.
Sedang aku kebingungan sendiri, lewatlah guru yang mantan wali kelas dari siswa yang tamat TK kemudian masuk ke SD itu.
"Bu, si A waktu itu sudah bayar uang sekolah kan?" tanyaku. Aku tak ingat nama siswa tersebut.
"Sudah, kan waktu itu langsung ke kepsek!" jawabnya nyaris refleks. Alangkah leganya aku.
"Nanti tolong bantu, ya! Kepsek bilang dia gak nerima duit," pintaku.
Singkat cerita, kudatangi kepsek SD bersama guru yang menjadi saksi waktu itu. Aku tidak sangsi soal kejujurannya, kepsek ini memang terkenal pelupa. Tapi ia punya rasa percaya diri yang tinggi. Mentalnya kuat dan selalu yakin pada diri sendiri.