Mohon tunggu...
Syarifah Lestari
Syarifah Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - www.iluvtari.com

iluvtari.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surat Terbuka untuk Mamang Siomai

6 November 2020   17:16 Diperbarui: 6 November 2020   19:04 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penjual siomai (dok. Syarifah Lestari)

Kesannya kayak bercanda ya, Mang. Padahal aku serius!

Tadi, setelah baca alma'tsurah bakda Asar. Dua gerobak siomai lewat di depan rumahku. Biasanya anak-anak yang memanggil. Kalau sedang pengin sih, tidak selalu.

Tapi karena mereka sedang tidur, aku yang keluar. Biasanya lagi, anak sulungku bisa membedakan mana mamang yang pakai masker dan tidak merokok, mana yang sebaliknya.

Karena mamang yang satu sudah jauh ketika aku membuka pintu, jadi aku memanggil yang belakangan. Syukurlah dia mengenakan masker.

Tapi sial, aku tidak pakai kacamata. Jadi baru setelah dekat kusadari, masker si mamang melorot ke dagu. Di mulutnya ada rokok.

Mau gimana lagi, sudah telanjur. Mamang mendekat, aku masuk mengambil piring.

"Lima ribu lima ribu," kusodorkan dua buah piring kecil motif bunga.

Baca juga: Kenapa Kita Dilarang Meniup Makanan?

Aku berdiri agak di belakang, seperti kebiasaan setiap jajan dengan mamang apa saja. Baik itu ketoprak, tekwan, dll, termasuk siomai.

Tujuannya, agak tidak diajak ngobrol. Bukan masalah introvert. Aku tau pedagang suka beramah tamah untuk memikat hati pembeli, tapi ngobrol di depan makanan itu berisiko muncrat. Droplet, Mang. Droplet!

Bahkan sebelum covid lahir, aku sudah enggan berurusan dengan pedagang yang hobinya obral cerita di depan makanan. Racik saja, kubayar. Selesai!

Aku maju sedikit untuk melihat apa masker si mamang siomai dinaikkan? Karena rokoknya diletakkan di jari-jari gerobak.

Tidak muluk-muluk. Walaupun masker scuba, kuharap sehelai kain itu minimal menutup mulut. Karena aku tau para mamang sering kesulitan menutup hidungnya dengan masker. Entah melorot karena bahan, atau karena bentuk hidung.

"Yuk, pake cabe rawit dak?" tau-tau si mamang teriak. Bukan droplet lagi, bahkan setetes besar liurnya melompat ke piring. Mataku minus, Mang. Bukan buta!

"Wai, Mang! Muncrat ludahnyo," kataku.

Si mamang terdiam. Tapi seolah tadi itu hanya geluduk di ujung langit. Ia melanjutkan memotongi siomai dan batagor di piring.

Aku berpikir keras. Kalau kubatalkan, kasihan. Diteruskan? Sudahlah, kuingat-ingat piring mana yang sudah ternoda itu.

Akhirnya racikan selesai. Dua porsi siomai siap disajikan. Tapi seleraku hilang, meski kepalaku masih mengingat-ingat, piring sebelah mana yang tadi tercemar.

Ketika piring berpindah tangan dan siomai kubayar, si mamang berterima kasih dengan ekspresi girang. Dasar pikun, sampai di dalam, aku lupa mana yang berisi liur mamang, mana yang masih suci.

Tambah nahas karena dua piring itu kembar identik! Akhirnya ya sudah, kubuang semua. Selapar-laparnya aku, tak sanggup kutelan potongan siomai dan batagor dengan bumbu kacang, kecap, dan saus, berbonus liur sebesar ujung kelingking bayi.

Baca juga: Alternatif Mi Instan yang Sehat dan Ramah Ketersediaan Pangan 

Rasanya kayak orang kaya, buang duit di masa resesi. Ah, cuma ceban ini! Jangan ngeremehin duit. Sepuluh ribu kalau dikali sejuta  sudah sepuluh miliar!

Nah biar 10 miliar itu tidak terbuang sia-sia, Mang, kita jadikan pelajaran ya!

Kutulis surat terbuka ini untuk para mamang, siomai maupun makanan lain. Jagalah mata dan hati pembeli. Aku terbiasa kok jajan pinggiran. Kadang sakit perut kadang selamat. Syaratnya satu saja, jangan ketauan joroknya.

Kalau sudah jorok, hilang selera, jadilah kita saudara setan. Mubazir.

Kalau tulisan ini jatuh pada mata yang tidak tepat, orang bisa menganggap semua mamang sama joroknya. Padahal tidak semua penjual makanan yang abai soal kebersihan. Ayo, Mang, patuhi protokol kesehatan!

Bukan cuma covid yang dikhawatirkan, flu biasa juga tidak enak. Jadi mulai sekarang, saat meracik pakailah masker! Kalau perlu bawa botol cuci tangan, perlihatkan pada pembeli kalau Mamang peduli kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun