Alih-alih tercerahkan, aku benci dukun itu setengah mati. Aku sadar, aku sakit-sakitan karena stres!
Akhirnya aku mengobati diri sendiri. Dengan ikut les? Aku telanjur sakit hati pada guru curang itu, jadi aku tak sudi.
Apa yang kulakukan? Tidak muluk-muluk, aku hanya memilih tak peduli. Sekolah itu jajan, ngegosip, nyanyi Westlife ramai-ramai, tidur di jam biologi, main basket pas sejarah. Bodo amat.
Hasilnya, nilaiku makin parah hancurnya. Tapi mentalku perlahan membaik. Seiring berjalannya waktu, akhirnya terbukti aku memang tidak bodoh. Pelan-pelan nilaiku naik, guru-guru tau di mana kelemahan dan kelebihanku.
Dan nyatanya tidak ada yang spesial dengan nilai. Aku tetaplah manusia Indonesia yang mengikuti alur hidup standar; lahir-sekolah-kerja-nikah-mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H