Terus, apakah karena orang lokal kulitnya nggak putih, makanya sebaliknya dipakai orang bule?Â
Jikalau alasannya adalah seperti itu....hmmm..ini dia yang jadi concern saya. Kog seperti ada rasisme warna kulit. Karena kulit orang lokal sawo matang, maka itu dianggap jelek dan tak menjual karena kumalkah? Sementara, orang bule atau blasteran dengan kulit yang putih dianggap lebih eye-catching dan menjual sebagai daya tarik iklan?Â
Waduh, saya harus bertanya lagi ke dalam hati yang terdalam. Intinya ada 2 usikan hati: (1) apakah ada rasisme warna kulit ya? (2) saya tertarik kan pas lihat iklan itu?Â
Namun, jujur, saking terbiasanya melihat iklan yang orangnya kebanyakan berkulit putih, maka iklan yang bintangnya berkulit gelap atau sawo matang jadi terpinggirkan atau tak muncul dalam ingatanku ini.Â
Terus, saya juga sempat kepikiran pas lihat iklan itu, apakah itu termasuk whitewashing. Hmm, kayaknya sih enggak karena kan biasanya istilah ini dipakai saat orang kulit putih memerankan atau pura-pura menjadi karakter orang yang tak berkulit putih. Orang putih pura-pura jadi orang Asia atau Afrika misalnya, dengan make-up agar memper atau mirip atau mendekati.Â
Dari yang saya tahu sih, banyak hal itu terjadi di film-film Amrik sono. Di dunia iklan apalagi. Namuuuun, untuk kasus orang bule yang justru dipajang di iklan yang ditujukan buat orang Indonesia atau hmmm  kalangan orang Jowo di Ngayogjokarto iki....hmmm apa ya istilahnya?Â
Gejala apa ya ini?Â
Fenomena apa ya?Â
Saya tak tahu istilah tepatnya apa.Â
Ada yang tahu?Â
Belum lagi, ada iklan lain, yaitu iklan sebuah properti di Newyorkarto alias Ngayogjokarto. Lagi-lagi...hmmm lha ini kan rumah yang mau dijual untuk orang Indonesia atau orang lokal...walaaaaah lha kog yang hidup di hunian itu jelas-jelas digambarkan memper kayak orang bule. Hehe.Â