Pernahkah Anda merasa jenuh dengan aktivitas pekerjaan saat ini? Mungkin saja karena Anda sudah melakoni pekerjaan yang sama selama bertahun-tahun dan di tempat yang sama pula.
Kejenuhan yang sontak memunculkan ide untuk pensiun dini. Tapi saat teringat masih banyak kebutuhan termasuk cicilan yang harus dipenuhi, mau tak mau harus bertahan sambil terus berusaha menyemangati diri.
Sekali lagi kita sedang bicara pensiun dini dalam arti ingin bukan terpaksa apalagi harus. Faktanya ada juga orang-orang yang sebenarnya masih ingin bekerja namun terpaksa harus pensiun dini (entah karena kondisi yang tidak memungkinkan misalnya sakit berat atau meninggal).
Sebagian lagi pensiun dini karena memang "dipensiundinikan" mungkin terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) atau mendapat hukuman alias dipecat.
Dalam dunia kerja entah swasta atau birokrasi, tentu ada ketentuan yang mengatur tentang batas usia pensiun normal bagi setiap pegawai.
Saya kurang paham ketentuan di sektor swasta namun khusus untuk aparat birokrasi (ASN), secara umum sudah diatur bahwa batas usia pensiun normal adalah ketika yang bersangkutan sudah berusia 58 tahun.
Batas usia dimaksud memang bisa bertambah jika yang bersangkutan sedang menduduki jabatan dan tingkatan tertentu; ada yang bisa mencapai 60 tahun bahkan 65 tahun.
Perihal pensiun dini pun sebenarnya sudah ada ketentuan yang mengatur meskipun sering kali agak membingungkan dalam pelaksanaannya. Ketentuan dalam PP 11/2017 menyebutkan bahwa syarat untuk dapat mengajukan pensiun dini adalah usia minimal 45 tahun dengan masa bakti 20 tahun.
Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai (sepertinya belum pernah dicabut atau direvisi) justru mengatur syarat pensiun adalah usia minimal 50 tahun dengan masa bakti 20 tahun.
Dua syarat yang diberikan (usia dan masa bakti) bersifat kumulatif alias harus terpenuhi keduanya. Kebingungan muncul ketika ada pegawai yang belum mencapai usia 50 tahun namun masa baktinya sudah melebihi 20 tahun? Apakah sudah boleh mengajukan pensiun dini?
Jika mengacu peraturan terbaru, semestinya boleh. Namun menurut UU jelas belum layak. Apalagi kalau mengingat hierarki tata aturan perundang-undangan yang berlaku, UU jelas lebih tinggi kedudukannya daripada PP.
Ketika misalnya masih tetap ngotot ingin mengajukan pensiun dini, maka konsekuensinya itu akan berisiko dimaknai sebagai pengunduran diri yang berarti tidak ada hak pensiun yang bisa diterima sama sekali.
Ide yang menarikÂ
Sejak akhir tahun lalu sempat tersiar kabar pemerintah sedang mengkaji penerapan pensiun massal bagi ASN. Konon ini sebagai bagian dari upaya perampingan birokrasi yang mungkin dianggap sudah terlalu gemuk.
Hal menarik bahwa pemerintah dikabarkan sudah mempersiapkan skema pensiunan fully funded bagi ASN yang ikut dalam "program" pensiun dini massal tersebut. Kabarnya, masing-masing akan mendapatkan nominal pensiun sebesar 1 miliar.
Belakangan isu tersebut sudah tak terdengar lagi dan seperti hilang begitu saja.
Seandainya itu benar-benar dilakukan mungkin akan sangat menarik. Banyak yang berpendapat, barangkali akan banyak ASN yang dengan sukarela bersedia mendaftarkan dirinya.
Pensiun dini sepertinya memang ide yang menarik jika kita sudah yakin bisa memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga tanpa bergantung pada penghasilan atau gaji bulanan sebagaimana biasanya.
Kita mungkin berpikir sisa waktu yang bisa "dihemat" dari batas usia pensiun normal akan sangat menarik dan bermanfaat bila digunakan untuk mengerjakan hal-hal lain yang kita sukai atau mungkin menikmatinya bersama orang-orang yang disayangi.
Sementara saat usia sudah mencapai batas pensiun normal katakanlah di atas 60 tahun, sepertinya hidup sudah mulai kurang bisa dinikmati untuk bersenang-senang oleh karena berbagai keterbatasan.
Mungkin kita sudah tidak bersemangat lagi misalnya untuk liburan ke luar negeri. Atau sudah pada posisi harus banyak menahan selera saat disuguhi makanan yang lezat dan berprotein tinggi.
Tujuan investasiÂ
Pensiun dini juga menjadi istilah yang sangat menarik di kalangan investor. Banyak yang menjadikan pensiun dini sebagai motivasi, alasan sekaligus tujuan sehingga mereka giat berinvestasi. Apakah salah? Tentu tidak yang salah dan sah-sah saja.
Namun kalau saya ditanya apa tujuan berinvestasi? Sepertinya saya akan lebih realistis saja menjawabnya. Saya cukup sadar diri karena bisa dikatakan cukup terlambat mulai sungguh-sungguh berinvestasi.
Tiga tahun lagi usia saya sudah mencapai empat puluh tahun. Jika mengacu pada batas usia pensiun normal yang umum yaitu 58 tahun, berarti masa kerja saya sebenarnya tersisa 21 tahun lagi.
Sementara saat ini dana investasi yang saya punya dan persiapkan untuk tabungan di hari tua jujur saja masih belum seberapa. Maklum karena saya mulai berinvestasi pun baru sekitar 3 tahun lalu dengan cara rutin menyisihkan penghasilan yang diterima sambil hidup hemat.
Saya memang sempat menghitung kebutuhan dana pensiun yang harus disiapkan. Ternyata secara nominal, masih cukup jauh.
Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan dana pensiun. Salah satu paling terkenal adalah metode "4% rules".
Prinsipnya adalah minimal kita harus memiliki aset investasi yang bila ditarik sebesar 4% setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan hidup kita, aset investasi itu tidak akan pernah habis. Angka 4% itu sendiri merupakan perkiraan/target imbal hasil dari modal investasi yang kita punya.
Perhitungannya sederhana. Misalkan pengeluaran tahunan kita adalah sebesar 100 juta, maka aset investasi yang harus kita miliki adalah (1/4%) x 100 juta. Atau 25 x 100 juta = 2,5 miliar.
Bila pengeluaran tahunan kita perkirakan lebih besar misalnya sebesar 400 juta tinggal dikalikan 25 hasilnya adalah 10 miliar. Demikian seterusnya.
Masing-masing orang tentu beda kebutuhan sehingga beda pula jumlah pengeluaran yang perlu disiapkan.
Kembali lagi, saat berinvestasi saya tidak ingin memasang target yang terlalu muluk-muluk. Meskipun tidak berarti saya berinvestasi hanya sekadar iseng dan senang-senang tanpa ada tujuan.
Tujuan saya paling utama saat berinvestasi tentu saja ingin segera mempersiapkan dana dalam nominal tertentu yang akan bisa saya gunakan saat memasuki pensiun nanti.
Mimpi paling sederhana saat katakanlah memasuki usia pensiun nanti, saya berharap sudah benar-benar tak perlu lagi misalnya berpikir harus mencari pekerjaan yang lain demi mendapatkan penghasilan.
Saya juga ingin di usia pensiun nanti tak akan membebani anak-anak saya atau siapapun karena saya sudah punya dana tabungan sendiri yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan sehari-hari.
Siklus "sandwich generation" mudah-mudahan sudah akan berhenti dan terputus tepat di generasi saya.
Namun apabila ternyata nanti Tuhan begitu bermurah hati sehingga target dana investasi yang saya inginkan bisa tercapai jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, tentu saya takkan menolak atau ragu sedikit pun memutuskan untuk segera pensiun dini dengan atau tanpa hak pensiun sekalipun.
***
Jambi, 8 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H