Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

20 Tahun MKRI, Mendambakan Mahkamah Konstitusi yang Lebih Terpuji dan Terpercaya

23 Juli 2023   20:58 Diperbarui: 23 Juli 2023   20:58 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas/Heru Sri Kumoro)

Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) tersisa hanya 28 persen. Bahkan mayoritas publik (66,5 persen) tidak lagi percaya kepada MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum. Anda kaget? Tak percaya?

Rilis tersebut nyata adanya. Tentu ada konteks dan penjelasannya. Survei LSI tersebut dilakukan tanggal 4-5 Oktober 2013. Dua hari sebelumnya (2/10), seorang Hakim sekaligus ketua MK baru saja ditangkap penegak hukum karena dugaan kasus korupsi.  

Peneliti Ade Mulyana, saat itu, mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya kepercayaan publik terhadap MK berada pada titik terendah (dibawah 30 persen). Padahal sebelumnya, tingkat kepercayaan terhadap MK selalu konsisten diatas 60 persen.

Survei LSI Oktober 2010, kepercayaan terhadap MK masih sebesar 63,7 persen. Bulan September 2011 turun ke 61,5 persen. Maret 2013, naik kembali ke 65,5 persen. Sebelum akhirnya Oktober 2013, turun ke titik terendah 28 persen.

Hari ini, memasuki usianya yang ke dua puluh tahun, bagaimana persepsi publik terhadap MK? Survei lembaga Indikator yang dilakukan 30 Oktober-5 November 2022 menempatkan MK di posisi keempat lembaga negara yang paling dipercaya publik dengan 79,6 persen. Tiga teratas secara berurutan adalah TNI (92,9 persen), Presiden (88,4 persen), dan Mahkamah Agung (80,4 persen).

Lembaga Charta Politika juga melakukan survei 2-7 Mei 2023. Hasilnya relatif sama. TNI masih tetap yang teratas dengan 90 persen, disusul lembaga kepresidenan 82 persen, Mahkamah Agung 81 persen, dan Mahkamah Konstitusi 80 persen. Berdasarkan tren dari periode Februari-Mei, MK mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 77 persen.

Lembaga yang terpuji

Sejak proses awal pembentukannya, publik memang menaruh harapan yang sangat besar terhadap MK sebagai garda terdepan dalam memastikan tegaknya konstitusi. Tugas, fungsi sekaligus kewenangan yang melekat pada MK juga menunjukkan betapa vital serta urgen peranannya dalam mengiringi perjalanan bangsa ini.

Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligation).

Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat kewenangan MK adalah:

  • Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
  • Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
  • Memutus pembubaran partai politik.
  • Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 (Sumber: mkri.id).

Satu hal lagi yang patut untuk selalu diingat bahwa dalam menjalankan kewenangannya, setiap putusan yang sudah dijatuhkan MK akan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Artinya setiap putusan MK bersifat final dan mengikat.

Dua puluh tahun perjalanan berdirinya MK, banyak memori yang terekam dalam ingatan publik. Banyak perkara yang sudah diadili dan diputuskan oleh MK. Sekaligus sudah banyak kejadian dan momen penting sekaligus krusial yang pernah terjadi.

Beberapa terobosan penting juga pernah diambil oleh MK yang membuat publik merespon positif bahkan memuji.

Salah satunya saat MK berani membuat terobosan dengan memperdengarkan ke publik bukti rekaman berisi pembicaraan Anggodo Widjojo dengan oknum penegak hukum.

Saat itu, publik merespon sangat positif dan menganggap MK telah bersikap transparan dan terbuka dalam upaya menegakkan hukum dan konstitusi.

Terobosan berikutnya ketika MK mengesahkan penggunaan surat keterangan (suket) perekaman KTP elektronik sebagai syarat mencoblos pada Pemilu. Terobosan ini dianggap sangat progresif, menyelesaikan polemik, bahkan "menyelamatkan" hak pilih banyak warga negara yang ingin berpartisipasi dalam Pemilu.

Sampai sejauh ini, MK juga masih tetap konsisten mendukung berjalannya sistem pemilu yang proporsional terbuka. Beberapa waktu belakangan, wacana mengganti sistem tersebut sempat ramai dan menimbulkan polemik. Putusan MK akhirnya mengakhiri itu semua.

Banyak tantangan

Memang benar bahwa dalam perjalanannya, MK sering menghadapi sorotan dan ujian. Putusan-putusan yang dijatuhkan, tak serta merta selalu mendapat banyak dukungan. Apalagi sampai diharapkan bisa memuaskan semua pihak yang berkepentingan.

Belum lagi tudingan soal independensi putusan (maupun) hakim MK yang kian hari masih terus berdatangan.

Memasuki usia MK yang kedua puluh tahun, tantangan ke depan diyakini akan semakin berat. Perjalanan yang harus dihadapi barangkali akan semakin menantang diikuti arus perubahan di tingkat lokal, nasional bahkan global yang bisa terjadi begitu cepat. Mau tak mau, MK dituntut harus siap dan responsif terhadap berbagai kondisi.

Kedepannya barangkali akan semakin banyak sorotan bahkan tudingan ke MK. Seiring semakin banyak Undang-undang (UU) yang diuji materi. Demikian halnya perkara-perkara hasil Pemilu yang sudah di depan mata juga akan segera menumpuk menuntut untuk diselesaikan satu persatu.

Dalam kondisi-kondisi tersebut, MK harus segera mempersiapkan diri secara ekstra, melakukan konsolidasi internal secara lebih serius lagi. Jangan sampai ada lagi hakim MK atau aparat lainnya yang terlibat masalah entah masalah etik apalagi hukum.  

Sebagai garda terdepan penegak konstitusi, MK juga harus semakin mendekatkan diri sekaligus peka terhadap harapan dan suara hati nurani publik.

Saya berasumsi, tegaknya konstitusi akan selalu seirama dengan upaya pemenuhan hak-hak dan kepentingan publik. Sebagaimana konstitusi juga disusun oleh para pendiri bangsa dengan semangat dan nilai-nilai luhur yang ingin memajukan bangsa dan masyarakat kita.    

Hasil survei terbaru beberapa lembaga memang masih menempatkan MK pada posisi empat besar lembaga pemerintah yang dipercaya oleh publik. Namun tak berarti itu semua sudah cukup untuk dibanggakan apalagi sampai berbesar hati.

Kita selalu berharap MK bisa tampil menjadi lembaga yang lebih dipuji dan dipercaya oleh publik saat ini dan nanti. Dirgahayu MKRI.    

***

Jambi, 23 Juli 2023

                       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun