I never invest in anything that I don't understand (Warren Buffett).
Lo Kheng Hong, investor saham terkenal di tanah air, dijuluki "Warren Buffet Indonesia" dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa Buffet merupakan sosok yang sangat menginspirasi hidupnya.
Pernyataan-pernyataan Buffett sering dikutip Lo Kheng Hong kala diundang sebagai pembicara ceramah tentang investasi saham di hadapan khalayak ramai. Kutipan pernyataan itu menurut Lo Kheng Hong merupakan rahasia sukses berinvestasi saham.
Buffett dan Lo Kheng Hong sama-sama menekankan pentingnya investor untuk benar-benar mempelajari dan memahami bisnis perusahaan sebelum membeli sahamnya.Â
Jika Buffet mengatakan ia tak pernah berinvestasi pada sesuatu yang tak dipahaminya, Lo Kheng Hong juga sering memberi nasihat pada investor saham agar "jangan beli kucing dalam karung".
Bagaimana kita menerjemahkan nasihat dua orang investor hebat tersebut? Saya coba merangkumnya dalam dua hal yang paling penting untuk dipahami para investor sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli saham.
Pertama, paham tentang model bisnis dan prospeknya.
Ini mutlak dan menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Investor saham mesti menyadari bahwa dibalik lembar saham ada bisnis perusahaan yang bekerja entah bergerak di sektor usaha barang atau jasa.
Ketika kita berencana membeli saham, berarti kita juga ingin memiliki sebuah bisnis. Logika sederhananya tentu kita mesti paham bagaimana bisnis itu bekerja, apa produk yang dihasilkan, siapa target pasarnya, bagaimana caranya menghasilkan laba/keuntungan, dan sebagainya.
Sebagai seorang pemilik bisnis, tentu kita ingin memiliki perusahaan yang bagus, sehat, dan punya masa depan untuk terus bertumbuh. Kita tak ingin punya perusahaan yang sudah sakit-sakitan, sekarat dan tinggal menunggu waktu untuk bangkrut.
Berkaitan model bisnis, Lo Kheng Hong memberi nasihat agar investor memilih perusahaan yang model bisnisnya sederhana, mudah dipahami dan tentunya harus menguntungkan.
Dalam satu kesempatan, Lo Kheng Hong terang-terangan menyebutkan dirinya tak tertarik berinvestasi pada sektor bisnis yang menurutnya kurang menguntungkan misalnya tekstil, penerbangan, dan teknologi.
Sebagai investor, bagaimana kita bisa mengenali dan memahami model bisnis perusahaan? Tentu banyak cara.
Paling praktis adalah membaca laporan keuangan dan laporan tahunan yang rutin disampaikan oleh perusahaan. Kita bisa mendapatkannya di situs resmi perusahaan tersebut atau situs bursa efek indonesia.
Selain wajib melaporkan perkembangan perusahaan secara kuartalan dan tahunan ke publik, perusahaan tercatat juga biasanya menyelenggarakan "public expose" untuk memaparkan agenda-agenda perusahaan.
Ketika sudah memiliki sahamnya, kita juga berhak dan bisa hadir langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mendengarkan langsung paparan para Direksi perusahaan, sekaligus bisa bertanya jawab.
Sebagai seorang calon pemilik bisnis, sebenarnya kita juga bisa melakukan pengamatan dari lingkungan sekitar, perilaku para konsumen, produk apa yang sedang diminati, tren yang sedang berkembang, dan sebagainya.
Masih berkaitan model bisnis, kita harus paham tentang tipikal bisnis perusahaan yang sahamnya akan kita beli.
Ada beberapa saham yang model bisnisnya seolah tak mengenal musim seperti misalnya sektor consumer goods. Ada juga yang sifatnya siklikal (mengalami siklus), misalnya sektor energi dan properti.
Ini penting untuk dipahami. Misalnya ketika "booming" harga batubara beberapa waktu lalu. Investor yang bisa memahami siklus, pastinya sudah melakukan pembelian saham-saham perusahaan di sektor itu sejak awal.
Bukannya baru mulai melakukan pembelian saat harga batubara dan saham perusahaannya sudah mencapai puncaknya. Alih-alih mendapatkan keuntungan, ini justru berpotensi membuat investor "nyangkut" dan mungkin merugi.
Kedua, paham tentang potensi risiko.Â
Dalam berinvestasi, faktor risiko juga penting untuk dipahami. Risiko terburuk saat berinvestasi saham adalah ketika perusahaan yang kita miliki akhirnya bangkrut atau "ditendang" dari bursa.
Saat itu terjadi, kita sebagai pemilik saham otomatis harus ikut menanggungnya. Saham yang kita punya menjadi tak berharga.
Risiko itu bisa diminimalisir ketika kita sudah benar-benar mengenali perusahaan yang akan dibeli.
Perusahaan yang berpotensi bangkrut biasanya karena satu atau akumulasi beberapa faktor berikut: manajemen yang tidak becus, prospek bisnis yang suram, bisnis tak menguntungkan, selalu merugi, punya banyak hutang yang segera jatuh tempo, dan sebagainya.
Pentingnya mengenali model bisnis dan prospek perusahaan juga membuat kita bisa menghitung potensi risiko yang mungkin terjadi. Sebagai contoh, ketika berinvestasi di saham perusahaan rokok, maka salah satu "ancaman" paling nyata adalah kebijakan pemerintah terkait cukai.
Ketika berinvestasi di saham-saham perusahaan BUMN, ingatlah bahwa perusahaan itu selain dituntut menghasilkan profit juga biasanya punya misi khusus terkait program-program pemerintah yang berpotensi membuat perusahaan menjadi kurang luwes dan leluasa dalam menjalankan usahanya.
Meskipun nilai plusnya adalah pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas tak akan pernah lepas tangan terhadap kondisi-kondisi terburuk yang terjadi di perusahaan.
Ini misalnya kita saksikan di perusahaan Garuda Indonesia. Pemerintah mati-matian mempertahankan keberlanjutan perusahaan yang tengah terlilit utang dan terus mengalami kerugian.
Demikian halnya dengan perusahaan-perusahaan BUMN di bidang konstruksi yang juga tercatat memiliki hutang dalam jumlah besar.
Ada lagi perusahaan-perusahaan yang sangat bergantung pada nilai tukar mata uang. Perusahaan yang berorientasi ekspor atau sebaliknya yang mengandalkan impor pembelian bahan baku untuk produksi perusahaan tentu akan sangat terdampak pada kondisi naik turunnya nilai mata uang.
KesabaranÂ
Ketika investor sudah bisa paham tentang model bisnis, prospek dan potensi risiko sebuah saham, hal berikutnya yang tak kalah penting untuk dimiliki adalah kesabaran.
Faktanya tak ada jaminan ketika sudah memiliki saham perusahaan yang tepat, maka otomatis harganya akan naik diapresiasi pasar dalam waktu singkat.
Harus terus diingat dan dipahami, bahwa harga saham dalam jangka pendek seringkali dipengaruhi oleh emosi dan sentimen para pelaku pasar. Ketika ada berita dan sentimen bernada positif, maka pasar akan bergairah, orang-orang berlomba membeli saham dan akhirnya harga pun naik.
Sebaliknya saat ada sentimen negatif, orang-orang menjadi pesimis dan berlomba menjual sahamnya dan membuat harga saham turun.
Namun dalam jangka panjang, harga saham perusahaan akan selalu berbanding lurus dengan kinerjanya. Perusahaan yang berkinerja baik, cepat atau lambat, harga sahamnya akan diapresiasi oleh pasar.
Seorang investor saham perlu untuk selalu menjaga kestabilan emosi dan psikologinya. Keputusan yang diambil karena ketidaksabaran ujung-ujungnya hanya akan menghasilkan penyesalan.
Bila sudah yakin dengan kualitas perusahaan yang dibeli, maka bila harganya belum juga naik-naik, bersabarlah menunggu hingga market sadar dan mengapresiasinya. Jangan karena tidak sabar, akhirnya kita melewatkan potensi keuntungan besar yang sudah ada di depan mata.
Salah satu pernyataan Buffett yang tak kalah terkenal mengatakan "Bursa saham adalah perangkat memindahkan uang dari orang yang tidak sabar ke orang yang sabar".
***
Jambi, 1 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H