Apa sebenarnya urgensi, motivasi dan tujuan mengubah definisi angka kematian akibat Covid-19 tersebut? Kita bisa menduga, pemerintah mungkin sudah jengah selalu mendapat sorotan lantaran dianggap tidak mampu menekan angka penyebaran virus. Kita tahu, data harian menunjukkan jumlah orang yang terinfeksi virus terus bertambah bahkan mencatatkan rekor-rekor baru.
Dengan mengubah defenisi angka kematian akibat Covid-19, sedikit banyaknya pasti akan memengaruhi jumlah data yang dipublikasikan ke publik. Bila sebelumnya dalam sehari ada ratusan orang yang dilaporkan meninggal dunia akibat Covid-19, setelah perubahan definisi nanti, jumlahnya menjadi drastis turun menjadi puluhan atau nihil sama sekali.
Bila perubahan defenisi ini sudah diterapkan, maka kematian seperti yang dialami putra bungsu Walikota Jambi tidak akan dicatat dan dilaporkan akibat Covid-19 melainkan karena penyakit yang sudah dideritanya.
Ke depannya mungkin ruang publik akan sibuk dan lebih ramai membincangkan satu kasus kematian korban yang positif Covid-19, apakah memang karena virus atau penyakit penyerta? Layak dicatat sebagai kejadian Covid-19 atau tidak?
Barangkali tidak berlebihan bila dikatakan inilah tragedi yang sedang melanda bangsa ini. Ketika nyawa manusia diukur sebagai angka dan data statistik semata.
Sebelumnya Presiden Jokowi sempat mengatakan bahwa kesehatan warga harus menjadi prioritas utama. Namun bila menyaksikan kondisi dan peristiwa yang terjadi belakangan ini, sepertinya kita jadi tahu bahwa bukan kesehatan/nyawa manusia yang paling berharga dan terutama melainkan politik Pilkada dan angka-angka.
***
Jambi, 23 September 2020 Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H