Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kematian Akibat Corona, Bukan Sekadar Angka

23 September 2020   00:23 Diperbarui: 23 September 2020   00:33 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas.com/Garry Lotulung)

Tak peduli dengan peringatan bahkan aspirasi publik yang terus berdatangan. Kita tahu, dua ormas Islam terbesar di tanah air (NU dan Muhammadiyah) sudah sama-sama bersikap meminta agar Pilkada ditunda. Demikian halnya persatuan tenaga kesehatan sudah meminta hal yang serupa.

Cendekiawan Azyumardi Azra juga tegas mengatakan, bila pemerintah tetap ngotot menggelar Pilkada Desember nanti, ia sudah berkomitmen tidak akan menggunakan hak suaranya alias golput. 

Alasannya selain solidaritas dan keprihatinan terhadap para korban juga sebagai antisipasi dan kesadaran mencegah terjadinya penularan virus corona.

Presiden Jokowi memang belum pernah menyatakan langsung pendapatnya terkait desakan berbagai kalangan agar Pilkada ditunda. Namun, lewat para pembantunya (termasuk Juru Bicara Presiden), publik sudah bisa mendengar langsung sikap resmi pemerintah. Pilkada tidak ditunda. Entah nanti, misalnya tiba-tiba saja ada hal luar biasa (keajaiban?) yang membuat keputusan itu dianulir.   

Sekadar angka

Di balik sikap ngotot pemerintah yang ingin tetap menggelar Pilkada meski ada bahaya besar yang mengancam, saya kuatir bahwa pemerintah kita saat ini sepertinya sudah terlalu senang dan sibuk bermain dengan angka-angka.

Kematian akibat corona sepertinya dianggap deretan statistik belaka. Angka kematian dibanding-bandingkan dengan jumlah pasien yang dinyatakan sembuh. Lalu muncul klaim keberhasilan karena jumlah yang sembuh bisa ribuan orang per hari sementara meninggal "hanya" puluhan atau ratusan orang.

Padahal satu nyawa bisa sangat berarti bagi banyak orang. Bayangkan ada seorang suami yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya lalu meninggal karena corona. Bisa kita bayangkan, bagaimana nasib keluarga (isteri dan anak-anaknya) kelak tanpa ada kepala keluarga yang bekerja untuk menanggung hidup mereka?

Kecintaan pada statistik dan angka-angka itu pula yang membuat pemerintah dikabarkan sedang berupaya mengubah definisi angka kematian akibat Covid-19 menjadi hanya akibat virus corona dan mencoret akibat penyakit penyerta.

Staf ahli Kementerian Kesehatan, Muhammad Subur mengatakan "Penurunan angka kematian harus kita definisikan dengan benar, meninggal karena Covid-19 atau karena penyakit penyerta sesuai dengan panduan dari WHO"

Konon kabarnya, wacana penyempitan penafsiran kematian Covid-19 ini muncul dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Sebagaimana diketahui, Jawa Timur termasuk salah satu daerah dengan tingkat penyebaran virus corona tertinggi secara nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun