Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

Gus Dur dan Cinta Papua

4 Agustus 2018   17:32 Diperbarui: 20 Agustus 2019   07:55 7842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gus Dur bertemu tokoh Papua (Foto: nu.or.id)

Gus Dur bertemu tokoh Papua (Foto: nu.or.id)
Gus Dur bertemu tokoh Papua (Foto: nu.or.id)
Dalam pertemuan yang dihadiri lebih kurang 5.000 peserta dari semua pelosok Papua, mereka dengan terbuka membicarakan pelurusan sejarah Papua. Mereka juga membahas pentingnya penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua. 

Kebijakan Gus Dur berikutnya adalah mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora. Gus Dur beranggapan bendera tersebut merupakan simbol kultural orang Papua. Sekali lagi, kebijakan Gus Dur dianggap kontroversial. 

Rohaniwan Franz Magnis Suseno punya pendapat menarik terkait kebijakan kontroversial Gus Dur khusus mengenai Papua. Menurut Franz Magnis, pemberian nama Papua pada Irian Jaya dan pemberian izin pengibaran Bintang Kejora bukan tanda Gus Dur meremehkan Indonesia. Justru sebaliknya, Gus Dur mau membantu orang-orang Papua untuk bisa menghayati ke-indonesiaan dari dalam.      

Dalam buku berjudul "Gus Dur Ku, Gus Dur Anda, dan Gus Dur Kita" yang ditulis Muhammad AS Hikam, Franz Magnis menuliskan kata pengantar sebagai berikut:

"Gus Dur percaya orang Papua. Gus Dur tahu bahwa itulah cara untuk merebut hati suatu masyarakat yang puluhan tahun merasa tersinggung, tidak dihormati, dan bahkan dihina. Karena itu orang-orang Papua mencintai Gus Dur".

Mengenai kecintaan orang-orang Papua terhadap Gus Dur, ada satu kisah yang sempat viral di media sosial berdasarkan penuturan Darto Syaifuddin, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidz Madrasatul Qur'an Al-Qolam, Papua Barat. 

Darto mengisahkan, pada suatu ketika, kepala suku besar Manokwari Selatan, dan berbagai pihak setempat berkumpul di depan pondok dengan membawa berbagai senjata, seperti tombak, parang, panah. Pada kondisi saat genting itu, Darto hanya pasrah dan menerima apa yang terjadi pada pondoknya itu.

Ketika masuk ke ruang utama pondok, mereka lalu melihat gambar Hasyim Asy'ari, Gus Dur, dan Nahdlatul Ulama (NU). Seketika itu juga mereka berbicara dan langsung menurunkan senjata dengan mengatakan, "Gus Dur itu bapak kami dan NU itu baik dengan kami".

Soal Freeport yang sempat menghangat beberapa waktu belakangan, Adhie M. Massardi, yang saat itu menjadi Juru Bicara Presiden punya kisah menarik. Adhie mengisahkan, bekas Menlu Amerika Serikat, Henry Kissinger pernah datang menemui Gus Dur di Istana. Dia datang dan menyampaikan intimidasi kepada Gus Dur agar mau perpanjang Kontrak Karya Freeport yang dibuat di zaman Soeharto.

Tapi, Gus Dur melawan dan menegaskan tidak akan menggadaikan masa depan Papua. Pasalnya, Gus Dur akan mengeluarkan kebijakan untuk meninjau kembali Kontrak Karya yang pernah dibuat di zaman rezim sebelumnya agar menguntungkan warga Papua supaya cita-cita Kongres Rakyat Papua II yang meliputi hak-hak dasar, seperti bidang pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya rakyat dapat tercapai

Freeport marah bukan hanya soal renegosiasi, Freeport juga marah karena Gus Dur mengusulkan Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme Papua, Tombenal, untuk menjadi Komisaris Freeport. Freeport jelas menolak karena Tombenal terkenal keras dan selalu melawan perusahaan asal Amerika Serikat itu akibat limbah yang dibuang ke wilayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun