Mohon tunggu...
Leo Kurniawan
Leo Kurniawan Mohon Tunggu... profesional -

Dokter dan penulis tentang vaksin, vaksinasi untuk bayi, dewasa, orang tua dan pelancong. Juga tertarik dengan masalah kesehatan secara umum

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Vaksin DTP - Vaksinasi Pertusis Bagi Orang Dewasa

9 November 2012   05:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:43 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vaksin DTP - Vaksinasi Pertusis Bagi Orang Dewasa

Bagi negara Industri dan masyarakat yang telah maju dengan tingkat kesadaran imunisasi  yang telah tinggi, maka cakupan imunisasi sudah sedemikian tingginya, sehingga hampir semua anggota masyarakat telah mendapatkan vaksinasi DTP sejak usia muda

Kita juga tahu bahwa jadwal imunisasi vaksin DTP bagi bayi dan anak adalah dimulai sejak mereka berusia 2 bulan, kemudian dosis berikutnya pada  saat mereka berusia 4 dan 6 bulan, dan terakhir akan diberikan dosis booster atau dosis penguat pada saat mereka telah mencapai usia 12 bulan atau berusia satu tahun.

Kalau kita melihat jadwal  imunisasi yang baru mulai pada saat berusia 2 bulan, maka ada saat dimana bayi tersebut tidak terlindungi terhadap kemungkinan terjangkit infeksi kuman difteri, tetanus dan pertusis, meskipun dikatakan ada kemungkinan bayi tersebut masih terlindungi oleh zat antibody dari Ibu atau maternal antibody, yaitu antibody dari ibu terhadap beberapa jenis penyakit infeksi terkenal, misalnya terhadap penyakit campak atau measles, juga terhadap penyakit pertusis atau batuk rejan atau lebih dikenal sebagai penyakit Batuk Seratus Hari, maternal antibody yang diperoleh dari ibu sewaktu bayi masih ada dalam kandungan ibu.

Dari data epidemiologi penyakit pertusis, bayi penderita penyakit pertusis  umumnya berusia satu tahun dan tertinggi pada bayi berusia dibawah 3 bulan.

Golongan usia 3 bulan hingga 1 tahun ini juga yang paling banyak mengalami komplikasi penyakit seperti : radang paru atau pneumonia, sesak nafas atau apnea, dan bronchitis, juga gangguan sistim saraf dan jantung, sehingga bayi harus dirawat dirumah sakit, dan angka kematian yang tinggi.

Juga dari pengalaman klinis, maternal antibody protection ini tidak berlangsung selamanya, sehingga tidak menjamin bayi tersebut, karena banyak kasus bayi yang menderita penyakit-penyakit tersebut diatas, terutama pertusis atau batuk rejan.

Akibatnya banyak bayi dibawah usia 2 bulan hingga berusia 1 tahun, yang harus dirawat dirumah sakit, karena telah mengalami komplikasi penyakit pertusis yang serius, seperti , pneumonia, kelainan saraf seperti kejang-kejang, ensefalopati, perdarahan didalam selaput otak hingga meninggal.

Dari data internasional, setiap tahun ada sekitar 20 - 50 juta kasus pertusis bayi, dengan angka kematian sekitar 300.000 bayi.

Sekarang akan timbul pertanyaan bagi kita, dari mana datangnya kuman penyakit pertusis ini yang menginfeksi bayi-bayi mereka, padahal, pada masyarakat maju yang tingkat cakupan imunisasi sudah sedemikian tinggi, termasuk untuk penyakit pertusis ini ?

Kalau seandainya kuman pertusis ini ditularkan oleh para orang tua tersebut, akan timbul pertanyaan kita berikut ini, yaitu :  Apakah imuninasi petusis yang telah mereka terima semasa bayi dan anak-anak itu sudah tidak tersisa lagi setelah mereka meningkat jadi orang dewasa ?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, telah dilakukan research dan survey pada semua orang dewasa yang telah pernah menerima imunisasi vaksin pertusis semasa bayi dan anak, ternyata hampir semua orang tersebut sudah tidak ditemulan lagi zat antibody yang memadai untuk  menangkal infesi kuman pertusis.

Dengan kata lain, mereka menjadi rentan terhadap re-infeksi kuman pertusis, atau bahkan menjadi semacam"healthy carrier" untuk kuman pertusis, artinya dalam tubuh atau tepatnya pada organ saluran nafas mereka terdapat kuman pertusis, yang siap ditularkan kepada lingkungan mereka, dengan cara "droplet infection", terutama bagi mereka yang tidak kebal atau rentan terhadap infeksi kuman pertusis, sehingga nantinya mereka ini akan menderita sakit pertusis.

Dengan menemukan jawaban dari research dan survey diatas, maka jelaslah bawa sumber penularan kuman pertusis ini ternyyata dari para orang tua yang berada disekitar dan sekeliling bayi dan anak tersebut. Bayi dan anak yang rentan terhadap infeksi kuman pertusis itu ditularkan oleh para orang tua, kakek nenek, paman bibi,  saudara kandung dan saudara sepupu, dan tetangga yang berada disekitar dan sekeliling bayi tersebut.

Dari research dan survey diatas juga ditemukan suatu kenyataan, bahwa imunisasi pertusis itu tidak berlangsung selamanya atau seumur hidup seperti yang kita pikirkan. Hasil imunisasi pertusis ternyata ada jangka waktunya, tidak life long atau seumur hidup.

Dari data klinik diketahui, bahwa jangka waktu perlindungan terhadap penyakit pertusis adalah sekitar 10 tahun - 15 tahun saja, itupun baru terjadi bila kita telah terkena infeksi kuman dan menderita sakit pertusis.

Sedangkan perindungan dengan vaksinasi pertusis, ini hanya berlangsung sekitar 6 tahun hingga 8 tahun saja bila kita telah diberikan imunisasi dan vaksinasi pertusis lengkap, semasa bayi kita dahulu.

Kesimpulan tentang kekebalan tubuh sebagai hasil vaksinasi DTP atau pernah menderita sakit pertusis adalah TIDAK SEUMUR HIDUP, kekebalan ini akan berkurang dan menghilang dengan berlalunya waktu, sehingga bayi itu sewaktu mencapai usia remaja atau dewasa, maka kekebalan terhadap infeksi dan penyakit pertusis sudah menghilang, dan mereka menjadi rentan dan sensitif terhadap penyakit pertusis.

Karena itu juga, kita sering menemukan adanya remaja, orang dewasa atau orang tua yang menderita batuk khronis, yang tidak sembuh dengan pemberian antibiotik, ternyata adalah karena  mereka menderita infeksi pertusis.

Karena bentuk penyakit pertusis yang diderita  para remaja dan orang dewasa atau orang tua ini sangat berbeda dengan bentuk klinis pertusis bayi dan anak-anak,  sehingga ini menambah tingkat kesulitan untuk mendiagnosa tepat penyakit pertusis pada orang dewasa.

Hebatnya lagi penyakit ini bisa berlangsung hingga 3 - 4 bulan lamanya, dan sejak hari pertama sakit, mereka telah mempunyai potensi untuk menularkan kuman pertusis kelingkungan  sekitarnya dengan cara "droplet infection", yaitu melalui percikan ludah sewaktu batuk, bersisn atau berbicara, yang lamanya sekitar 3 - 4 minggu kemudian, bila tidak diberikan pengobatan yang tepat.

Orang dewasa dan oarng tua yang menjadi penderita dan "silent carriier" kuman pertusis ini yang akan menjadi sumber penularan penyakit pertusis  tersembunyi bagi bayi bayi dibawah usia 1 tahun, yang tidak kita sadari selama ini.

Fakta lain tentang penderita penyakit pertusis :


  • Jumlah penderita pertusis pada kelompok remaja berusia 10 tahun keatas, hingga orang dewasa dan orang tua  secara global  juga semakin meningkat dari tahun ke tahun.

  • Beberapa belas tahun yang lalu, di Amerika, jumlah penderita pertusis pada usia diatas 10 tahun hingga orang dewasa telah meningkat menjadi 15% pada tahun 1970an dan kemudian berkembang menjadi 49% pada tahun 2000an dan akhirnya menjadi 60% lebih pada tahun 2010an ini.

  • Yang tidak terdeteksi adalah beban penyakit pertusis yang terjadi pada kelompok usia remaja hingga dewasa ini bila  menderita penyakit pertusis dan juga komplikasi serius yang menyertainya.

Angka kematian bayi akibat penyakit pertusis dan komplikasinya adalah :

Case fatality rate (CFR) antara 0.6 hingga 13.3% untuk bayi dari kelompok usia dibawah 1 tahun.

Kalau begitu, mengapa  vaksinasi DTP tidak kita berikan saja pada bayi sejak mereka lahir seperti lazimnya vaksinasi polio dan hepatitis B ?

Mengapa vaksinasi DTP baru diberikan untuk bayi yang berusia diatas 2 bulan ?

Ini tidak lain adalah karena sistim imunologi bayi yang berusia dibawah 2 bulan masih belum berkembang dengan sempurna, sehingga tidak semua jenis vaksin bisa merangsang sistim imunologi bayi dibawah usia 2 bulan untuk memberikan respons yang kita inginkan. Dalam praktek, kita sering memberikan vaksinasi atau imunisasi yang pertama pada saat bayi sudah berusia diatas 2 bulan.tidak lain karena perkembangan sistim imunologi bayi dibawah usia 2 bulan masih jauh dari sempurna.

Sehingga terjadi kemungkinan penjangkitan penyakit pertusis pada bayi berusia dibawah  usia 2 bulan hingga 1 tahun, dengan sumber infeksi dari anggota keluarga yang berada sekeliling bayi tersebut.

Dibawah ini adalah hasil survey tentang sumber penularan penyakit atau kuman pertusis kepada bayi didalam rumah :

- 55 % sumber penuaran adalah dari orang tua, yaitu ibu dan ayah  bayi tersebut
- 16% dari saudara kandung atau sepupu yang tinggal serumah dengan bayi tersebut
- 10% dari paman dan bibi bayi yang berkunjung kerumah
- 10% dari teman atau sepupu yang berkunjung kerumah
- 6% dari kakek dan nenek bayi
- 2% dari pembantu rumah tangga

Kalau kita melihat data dan fakta tentang penularan kuman dan penyakit pertusis pada bayi dan anak dalam lingkungan hidup kita, dan juga fakta bahwa dari waktu ke waktu, maka remaja dan orang dewasa dan usia lanjut yang penderita pertusis juga semakain meningkat, maka perlu dipikirkan cara dan usaha untuk menanggulangi dan mencegah sumber penularan kuman dan penyakit pertusis, yang berasal dari remaja dan orang dewasa dan usia lanjut ini.

Atas dasar ini, maka para ahli penyakit infeksi dan ahli epidemiologi penyakit infeksi, memikirkan strategi pencegahan penularan penyakit yang berdasarkan fakta yang sudah kita kenal yang disebut "herd immunity" atau "kekebalan kelompok", yang penjabarannya adalah bila kita mem-imunisasi sekelompok besar orang yang berada disekitar bayi, dan membuat  mereka menjadi  imun atau kebal terhadap kuman pertusis, maka dengan demikian kita telah menghilangkan sumber potensial untuk menularkan kuman pertusis kepada bayi yang ada didalam lingkungan orang yang kebal terhadap infeksi kuman pertusis ini.

Ini yang disebut oleh para ahli sebagai "cocoon strategy"  atau "strategi kepompong", yaitu orang selitar yang sudah kebal dan imun terhadap kuman pertusis sebagai kepompong yang akan melindungi bayi yang masih rentan terhadap infeksi kuman pertusis, tetapai sudah menjadi aman dan terlindung karena berada di tengah-tengah anggota keluarga yang kebal  dan sudah imun terhadap infeksi dan penyakit pertusis ini, sampai tiba saatnya sibayi sudah cukup usia, yaitu telah berusia 2 bulan, untuk diberikan vaksinasi pertusis yang sangat diperlukan itu.

Coccon Strategy atau Strategi kepompong bisa dijalankan dengan cara sebagai berikut :

Cocoon strategy ini bersumber dari ide bahwa jalan terbaik melindungi bayi - yaitu imunisasi secara meluas seluruh remaja dan orang dewasa, namun hal ini adalah sangat tidak mungkin - maka sebagai gantinya adalah meng-imunisasi dan mem- vaksinasi semua orang yang mempunyai hubungan dekat dengan bayi tersebut.

Hal ini mencakup berikut :


  • Vaksinasi post partum bagi ibu yang telah melahirkan

  • Vaksinasi untuk para orang tua bayi tersebut

  • Vaksinasi bagi tenaga medis dan tenaga para medis yang menangani proses kelahiran dikamar bersalin, dan tenaga para medis yang bekerja dikamar bayi

Catatan : Vaksin Tdap adalah aman untuk bayi yang menyusui pada ibu yang telah mendapatkan vaksin Tdap post partum  / vaksinasi Tdap setelah melahirkan

Dari data klinik sudah terbukti manfaat dan faedah vaksinasi pertusis dengan prinsip strategi cocoon ini, untuk menurunkan angka sakit dan angka perawatan rumah sakit, bagi bayi berusia dibawah 1 tahun yang menjadi penderita penyakit pertusis dan menderita segala komplikasi seriusnya.

Vaksin Pertusis Untuk Bayi dan Anak

Sekarang sudah ada 2 jenis vaksin pertusis yang sering kita pergunakan untuk vaksinasi  bayi kita, yaitu :

-  Vaksin pertusis jenis Whole Cell, yang terbuat dari seluruh komponen sel kuman pertusis,  sehingga efek antigenik (efek menimbulkan rangsangan terhadap sistim imunologi bayi) lebih tinggi dan bervariasi, tapi juga dengan efek samping yang lebih banyak

- Vaksin pertusis jenis Acellular, yaitu vaksin yang dibuat dengan hanya memakai bagian tertentu atau komponen tertentu saja dari kuman pertusis, dan karena itu reaksi antigenik lebih kecil dan bisa dikendalikan, juga dengan kemungkinan efek samping yang lebih sedikit dan ringan.

Baik yang jenis whole cell  atau yang jenis acellullar, biasanya dibuat dalam bentuk vaksin kombinasi dengan vaksin difteri dan toksoid tetanus, menjadi vaksin kombinasi trivalent  DTaP (jenis yang acellular)  dan DTwP (jenis yang whole  cell).

Kedua vaksin  ini yang biasa kita berikan untuk imunisasi bayi dan anak.

Vaksin Pertusis Untuk Remaja, Orang Dewasa dan Usia Lanjut

Vaksin pertusis untuk imunisasi remaja, orang dewasa dan usia lanjut tentu berbeda komposisi antigen vaksinnya daripada vaksin pertusis untuk bayi dan anak-anak.

Telah dikembangkan vaksin pertusis dengan formula pengurangan jumlah konsentrasi antigen untuk penyakit difetri dan pertusis, menjadi vaksin pertusis yang dikenal sebagai vaksin Tdap.

Vaksin Tdap khusus ini dipergunakan untuk vaksinasi dan imunisasi pertusis untuk remaja, orang dewasa dan orang tua.

Alasan ilmiah kedokteran pemakaian vaksin Tdap untuk imunisasi remaja, orang  dewasa dan usia lajut :


  1. Vaksin Tdap secara kllinis terbukti efektif dan ampuh untuk mencegah penyakit pertusis tipe sedang dan asimtomatik yang khas pada remaja dan orang dewasa
  2. Vaksin Tdap bisa dipergunakn bersamaan dengan vaksin lain , seperti vaksin influenza, HPV dan vaksin jenis lain
  3. Vaksin Tdap bisa diberikan sebagai pengganti dosis penguat atau booster dose untuk vaksin Td, satu bulan setelah vaksinasi Tdap
  4. Vaksin Tdap telah dipergunakan di Austria, Australia, Canada, Prancis, Jerman dan Amerika dengan cukup aman

Sejarah Vaksin Tdap

Vaksin Tdap ini mulai diregistrasi dan dipergunakan di Canada pada tahun 1999, untuk indikasi pemakaian pencegahan penyakit pertusis untuk remaja, orang dewasa dan usia lanjut.

Segera setelah itu maka jumlah pemakaian vaksin Tdap ini untuk remaja usia 14 hingga 19 tahun mencappai 95% di daerah British Columbia Canada. Ini pada tahun 2004.

Dua tahun setelah itu, maka  jumlah kasus pertusis pada remaja usia 14 hingga 19 tahun menurun drastis hingga 80% dibandingkan dengan tahun tahun sebelum pemakaian vaksin Tdap pada kelompok remaja berusia 10 hingga 14 tahun ini.

Pada saat ini, di Indonesia sudah mulai didaftarkan ke Badan POM RI vaksin Tdap ini dengan indikasi pemakaian untuk remaja, orang dewasa dan usia lanjut, sebagai dosis penguat atau booster  dose, untuk mengembalikan kekebalan terhadap kuman pertusis yang teah lama hilang itu.

Kesimpulan :


  1. Akhir-akhir ini, penderita penyakit pertusis remaja dan orang dewasa semakin meningkat
  2. Komplikasi penyakit pertusis pada remaja, orang dewasa dan usia lanjut adalah sama seriusnya seperti pada bayi dibawah usia 1 tahun
  3. Umumnya bayi terinfeksi kuman dan menderita penyakit pertusis berasal dari hubungan dekat dengan remaja dan orang dewasa dalam lingkungan rumahnya
  4. Banyak data klinik yang membuktikan, bahwa dosis booster vaksin pertusis Tdap untuk remaja dan orang dewasa bisa mengurangi secara efektif angka kesakitan penyakit pertusis, pada semua golongan usia
  5. "Cocoon Strategy" atau strategi kepompong, adalah strategi tepat dan ampuh untuk mencegah penularan penyakit pertusis pada bayi kita
  6. Vaksin Tdap sangat efektif dan ampuh untuk mencegah infeksi kuman dan penyakit pertusis pada remaja, orang dewasa dan usia lanjut.

Vaccine Saves Lives

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun