Mohon tunggu...
Pipit Nurhayati
Pipit Nurhayati Mohon Tunggu... lainnya -

Mentari akan berkunjung menghampiri

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Urgensi Literasi untuk Perangi Berita Bohong

10 November 2017   09:35 Diperbarui: 11 November 2017   06:37 2145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh kasus pernah ada seorang guru yang menshare di grup whatsapp sekolah informasi tentang produk makanan yang beredar di Indonesia mengandung minyak babi. Gegerlah grup tersebut. Seorang rekan guru menanggapi dengan menanyakan kevalidan informasi tersebut. Si guru yang menshare dengan mudah menjawab, "tidak tahu hanya mendapat dari grup sebelah."

Dalam kasus ini guru menjadi penyebar informasi hoax, artinya sosok yang seharusnya berada di garda depan memerangi hoax malah berkebalikan menjadi pelakunya. Seharusnya seorang guru yang menjadi teladan bagi siswanya memahami lebih dulu informasi yang beredar, membaca, dan mecari data-data valid sebelum menyebarkannya.

Belakangan, viral beredar informasi tentang registrasi ulang SIM Prabayar untuk semua nomor ponsel. hampir semua media sosial menampilkan informasi tersebut. Tak sedikit pula masyarakat kita yang langsung mempercayainya. Keterbatasan pengetahuan masyarakat akan media sosial membuat mereka termakan informasi singkat yang beredar. 

Padahal ada perusahaan resmi yang menaungi masalah registrasi ulang tersebut. Saya pernah mengabaikan informasi tersebut yang sempat mampir di pesan pribadi. Bahkan semua grup whatsapp yang ada di ponsel saya pun mengabarkan berita yang sama. Sampai sebulan lamanya informasi itu beredar, saya masih mengabaikannya. Sampai suatu ketika beberapa rekan guru membahasnya di sekolah. 

Kata mereka, beberapa sudah berhasil melakukan registrasi, dinyatakan sudah terdaftar, mengalami gangguan, bahkan ada yang dimintai data lebih banyak seperti tanggal lahir dan nama ibu kandung. Data-data itu bisa dibilang rawan apabila disebarkan kepada informan yang belum dipastikan pertanggungjawabannya. Salah-salah bisa terjadi kebocoran data.

Pelaksanaan registrasi ulang kartu SIM diwarnai berbagai berita bohong. Kementerian Komunikasi dan Informatika pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah mempercayai berita-berita bohong tersebut. Dilansir dari www.cnnindonesia.com ada tiga kebohongan berita registrasi ulang kartu SIM. Pertama, mengenai tidak wajib registrasi kartu SIM. Kedua, bahwa pendaftaran kartu SIM terakhir adalah pada tanggal 31 Oktober 2017. Ketiga, hoax bahwa operator akan menyalahgunakan data dari pelanggan.

Menanggapi berita yang simpang siur itu, masyarakat harus pandai-pandai mencari kabar yang valid. Ahmad Ramli, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemkominfo menegaskan bahwa pemerintah mewajibkan registrasi ulang tujuannya untuk memastikan keamanan semua kalangan masyarakat.

Kita sebagai konsumen media harus melakukan kroscek kepada pihak-pihak yang terkait dengan informasi tersebut. Misalnya, dengan membuka website resmi, mengunjungi kantor yang bersangkutan, atau yang paling ringan mendengarkan cerita orang dekat tentang pengalamannya melakukan registrasi. Meski hal ini belum terjamin kevalidannya, namun kita sudah mempunyai banyak referensi untuk menentukan pilihan atau menindaklanjuti informasi yang beredar.

Menghadapi kasus maraknya berita bohong di kalangan masyarakat, konsumen media harus berlaku cerdik. Mungkinkah data-data pribadi yang diminta untuk registrasi ulang akan kita dibagikan begitu saja. Kita harus mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Data yang sifatnya pribadi itu berkaitan dengan penggunaan akun baik di media sosial ataupun perbankan. Nah, kalau sudah menyangkut soal uang di bank ini menjadi sangat sensitif. 

Si panjang tangan era digital sudah mulai gentayangan di mana-mana. Hanya dengan beberapa klik saja uang kita sudah bisa berpindah tangan ke rekening lain. Tidak hanya itu, data-data pribadi kita juga bisa disalahgunakan untuk melakukan tindak kejahatan. Bukan hal yang mustahil apabila akhirnya kita jadi berurusan dengan polisi. Kalau sudah begini kasusnya menjadi panjang. Si pemilik data bisa menjadi korban atau bahkan dituduh sebagai pelaku kejahatan.   

Tidak perlu menunjuk pihak lain untuk mengatasi hal ini, karena sebelum terjadi kasus kita harus lebih dulu melakukan pencegahan. Apalagi bagi guru yang menjadi teladan bagi peserta didiknya. Apapun yang disampaikan guru, siswa hanya sami'na wa'ata'na (dengar dan taat). Beruntung apabila siswa tergolong cerdik dan pandai menyeleksi informasi-informasi melalui media sosial. Untuk itu mari kita mengedukasi siswa tidak hanya di dalam ruang kelas saja, namun lingkungan sekitar yang notabene adalah pembelajaran tanpa batas. Kaum terpelajar bisa memerangi informasi bohong dengan bijak. Jangan mudah percaya dengan informasi yang sifatnya instan harus melalui penelitian atau kroscek lapangan, sehingga kita mempunyai punya data yang valid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun