Abstract
The focus of this study is about conflict on kinship in Bima West Nusa Tenggara’s society. The society is actually in a lineage of kinship, but veiled conflict in it. This study purposes to analyze, describe and reveal conflict relation behind the inter village communal violance. In this study, I took direct observation by inductive method, deep interview, participant observation, descriptive analysis and also my own autobiographical reflection. The result, I found the sequence of past conflict as a ‘text/narration’ referencing society to perpetuate conflict with ‘deep structure’ dialectic of conflict experience on the society’s culture. Conflict narration is regenerated, produced and strengthened by sentiment of identity spatial of village becoming solidarity to fight another village, more exist than kinship narration. Conflict involves many interest actors actuating influence on conflict to sustain conflict and the inter village communal violance continued in Bima.
Keyword:
Actor; conflict; culture; deep structure; experience; identity; kinship; narration; relation; solidarity; the inter village communal violance
Pendahuluan
Hubungan kekerabatan merupakan hubungan intim yang melibatkan emosi jiwa antar manusia yang biasa disebut sebagai hubungan emosional. Hubungan emosional berasal dari ikatan kekeluargaan secara genealogis antar manusia yang satu dengan yang lainnya. Ikatan emosional mengikat dengan kuat perasaan, psikologi dan suasana jiwa dalam sebuah keintiman.
Hubungan kekerabatan masuk ke dalam lingkaran nomor 3 dalam Psychological Homeostatis and Jen milik Francis L.K. Hsu (Koentjaraningrat 2009:100-107) yang disebut sebagai ‘lingkaran hubungan karib’ (intimate society). Menurut Hsu, lingkaran hubungan karib dihuni oleh orang tua, saudara kandung, kerabat dekat, sahabat karib dan lain-lain. Hubungan karib merupakan lingkaran individu yang dapat diajak bergaul secara mesra dan karib, juga dapat dipakai sebagai tempat berlindung dan mencurahkan isi hati.
Dalam konsep Hsu, hubungan kekerabatan dalam lingkaran hubungan karib menggambarkan konsep jen atau alam jiwa dari ‘manusia yang berjiwa selaras’. Kehidupan yang dimulai dengan orang tua dan saudara kandung atau saudara-saudara karib itu menjadi ‘masyarakat hubungan karib’ yang berjiwa selaras. Dalam kehidupan masyarakat karib, antara warga masyarakatnya saling menjadi tumpuan hidup, tempat berlindung, sumber pertolongan pertama, serta objek rasa kemesraan dan kasih sayang.
Konsep kekerabatan Hsu sebagai ‘hubungan selaras’ tidak jauh berbeda dengan definisi kekerabatan oleh seorang antropolog ternama Roger M. Keesing (1975:11-122) dalam bukunya Kin Groups and Social Structure. Menurut Keesing, kekerabatan adalah hubungan darah, bersifat alamiah dan mendasar seperti sesuatu yang taken for granted. Kekerabatan dalam masyarakat tribal adalah garis vertikal antara orang tua dan anak-anaknya, kemudian bercabang dalam hubungan antara saudara kandung.
Menurut Keesing, “Kinship is the network of relationships created by genealogical connections, and by social ties (e.g., those based on adoption) modelled on the “natural” relations and genealogical parenthood.”