Mohon tunggu...
Mukhlisin Mustofa
Mukhlisin Mustofa Mohon Tunggu... -

Rasional dan Kalem

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila dan Potret Kekerasan Agama

24 Maret 2017   11:05 Diperbarui: 24 Maret 2017   11:21 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Intoleransi biasanya mudah diterima terutama oleh orang-orang yang tak waspada dan memahami dampak serta efeknya. Ia mudah diterima karena cenderung menihilkan logika dan memakzulkan segala pertimbangan dan aturan, termasuk hak orang per orang yang menolaknya.

Dari sinilah, intoleransi berpeluang mengalami ekspansi makna. Intoleransi keyakinan biasanya berproses menuju ekstremitas sikap dan gaya hidup. Intoleransi sikap biasanya menolak semua perbedaan, terutama dalam penafsiran terhadap doktrin agama. Bagi ekstermis, perbedaan muncul karena penyimpangan dari doktrin yang benar. Berbeda cara memahami dan mengamalkan agama dianggap sebagai upaya menghancurkan dan menodai doktrin agama.

Intoleransi berproses dalam pikiran penganutnya seperti narkoba yang terus merangsang dan meracuni pikirannya. Karena itu, ia memerlukan legitimasi dan dasar agar terus mengabaikan pertimbangan logis dan nilai-nilai yang dianut di luar kelompoknya.

Realitas yang menampilkan perbedaan dengan apa yang dianutnya akan membuat manusia intoleran menjadi gamang dan paranoid. Ia menganggap setiap gagasan yang berbeda sebagai ancaman. Karena itu, sebelum menggoyahkan doktrin yang telah dianut secara ekstrem dan skriptural, ia merasa harus membasminya dengan kekerasan baik verbal maupun fisik.

Untuk itu, diperlukan sebuah doktrin yang mampu menjustifikasi intoleransi sekaligus menjadi pembius kesadaran inetektualnya. Doktrin ini haruslah kuat dan sebisa mungkin mampu menutup semua keraguan yang berseliweran dalam benaknya. Selain itu, ruang gerak lembaga di luar struktur negara yang memproduksi intoleransi dimatikan.


[*] Mukhlisin, Mahasiswa S2 Komunikasi Korporat FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta, Peneliti Muda Center for Media and Political Institute. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun