Science Valley 23: (Kedaluarsa Bukti Filsafat Ilmu) Indonesia
Lalu, apa masalah (kedaluarwa bukti filsafat ilmu) Indonesia (dan dunia)?
PENGAKUAN luar biasa membutuhkan bukti luar biasa (Carl Sagan).
Tidak sah dan memuaskan, membuktikan jika hanya satu buku Filsafat Ilmu paradigma lama kedaluwarsa dibahas dibanding dengan (R)Evolusi Ilmu - Paradigma Baru Milenium III, yang berpatokan pada syarat keteraturan atau sistem ilmiah ilmu TQZ Scientific System of Science. Kali kedua ini, buku FILSAFAT ILMU – Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Koento Wibisono Siswomihardjo, Ali Miudhofir, Imam Wahyudi, Rizal Mustansyir, Sri Soeprapto, Noor Ms Bakry, Abbas Hamami M, dan Sindung Tjahyadi – Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakutas Filsafat UGM, 1996).
Tentu, ada bab yang dilewati atau dibahas selintas, karena pokok masalah sama dan sudah dijawab saat membahas buku serupa terdahulu dengan menunjuk rujukannya. Kembali mengingatkan, sengaja bandingan bahasan Paradigma Baru Milenium III bertahap dimulai buku mengenai Ilmu Dasar, kemudian Ilmu Terapan, dan akhirnya buku Ilmu Pengembangan. Meski demikian, pembahasan terdahulu sudah diberikan beberapa contoh penerapan dan pengembangan kegunaan paradigma baru dalam memecahkan masalah, seperti TQZ Philosophy of Definition, TQZ International Code of Nomenclature dan TQZ Reference Frame of Benchmark Standard, serta Hukum TQZ XV: C(ompetency) = I(nstrument). S(cience). M(otivation – Maslow - Zain).
Mari mulai membahas buku FILSAFAT ILMU – Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan (Koento Wibisono Siswomihardjo, dkk – Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakutas Filsafat UGM, 1996).
Paradigma Lama: Ilmu Pengetahuan: Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran dan Perkembangan sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu (Hal. 1-15).
“Berbicara tentang apa yang disebut Ilmu Pengetahuan termasuk pemberian definisinya ternyata tidak semudah dengan apa yang kita perkirakan.... Adanya sekian banyak definisi yang diberikan oleh para pakar sebagaimana dapat kita baca dalam berbagai perpustakaan atau kamus tidak akan banyak menolong kita memahami apa hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang merasa lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi), sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain lebih diperhatikan. ... Tanpa disertakan asumsi-asumsi dasar filsafatinya sehingga timbul kecenderungan adanya isolasi, dan bukan lagi diferensiasi diantara (cabang-cabang) ilmu (1).
Aristotelis yang mengemukakan bahwa filsafat, sebagai semua kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akaliah, dan membaginya menjadi ilmu pengetahuan poetis (terapan), ilmu pengetahuan praktis (dalam arti normatif seperti etika, politik) dan ilmu pengetahuan teoritik (3). Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu cabang yang dengan metodologinya masing-masing mengembangkan spesialismenya sendiri-sendiri secara intens (4). Auguste Comte ... meletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu, dan di atas matematika, secara berurutan ia tunjukkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi, dan fisika sosial atau sosiologi dalam suatu susunan hirarkis (6). Kini terasa adanya kekaburan mengenai mengenal batas-batas antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdepedensi dan interrelasi ilmu menjadi terasa pula. Oleh karena itu dibutuhkan suatu “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif (10). Dengan memahami seluk-beluk ilmu secara ilmiah filsafat, ... menjadikan diri kita masing-masing sebagai ilmuwan atau sarjana yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan terhindar dari arus yang memandang kebenaran ilmiah sebagai barang jadi, selesai, dan mandeg dalam kebekuan normatif untuk diulang-ulang sebagai barang hafalan” (Koento Wibisono Siswomihardjo: 15).
Paradigma Baru Milenium III: Ilmu: Hirarki Keberadaan - Pertumbuhan - Pengembangan. (Bahasan bandingan Bab I buku Filsafat Ilmu, Koento Wibisono Siswomihardjo: Hal. 1-15).
Keluhan masalah denifisi ilmu dan juga pendefinisian hal lain, pertengkaran asumsi antar disiplin ilmu, dan juga pentingnya “overview” memandang seluruh disiplin bidang ilmu sebagai satu kesatuan, serta kebenaran ilmiah yang tidak selesai yang harus selalu diperbaiki dari setiap saat, mengambarkan bahwa masalah itu disadari ada dan harus dipecahkan.