Mohon tunggu...
Qinimain Zain
Qinimain Zain Mohon Tunggu... profesional -

Scientist & Strategist (QPlus Management Strategies - Consultant)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masalah (Kedaluwarsa Sarana Berpikir Bahasa Ilmiah) Indonesia

4 Februari 2016   14:43 Diperbarui: 5 Februari 2016   02:58 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Science Valley 16: (Kedaluwarsa Sistem Bahasa Ilmiah) Indonesia

Lalu, apa masalah (kedaluwarsa sistem bahasa ilmiah) Indonesia (dan dunia)?

SESEORANG berilmu telah belajar untuk percaya pada pembenaran, bukan karena iman, tetapi dengan verifikasi (Thomas Henry Huxley).

Kali ini, kembali melanjutkan membahas buku FILSAFAT ILMU – Sebuah Pengantar Populer (Jujun S. Suriasumantri, 2005).

Paradigma Lama: Sarana Berpikir Ilmiah: Bahasa (Hal. 163-187).

“Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir (165) ... Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik.... Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika (167).... Berdasarkan pemikiran ini maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan sekiranya sarana berpikir ilmiahnya kurang dikuasai (169).

Bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan dan sikap. Atau seperti dinyatakan Kneller bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai simbolik, emotif, dan afektif. Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah. ... agar pesan yang disampaikan bisa diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan. ... Inilah yang merupakan salah satu kelemahan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah (175). Penguasaan tata bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi suatu komunikasi ilmiah yang benar (182).

Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai beberapa kekurangan... Bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita ingin mempergunakan aspek simbolik saja. Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Jika kita ingin mengetahui arti dari istilah ilmu umpamanya, yang menjadi pokok pembicaraan kita selama ini, maka sukar bagi kita untuk mendefinisikan...Kelemahan ketiga bahasa sering bersifat berputar-putar (sirkular) dalam mempergunakan kata-kata dalam memberikan definisi... Contoh, ... “data” diartikan sebagai “bahan yang diolah menjadi informasi”; sedangkan “informasi” diartikan sebagai “keterangan yang didapat dari data”. Kelemahan yang lain dari bahasa adalah konotasi yang bersifat emosional... Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein, disebabkan karena “kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa” (Jujun S. Suriasumantri: Hal. 184-187).

Paradigma Baru Milenium III: Sistem Ilmiah Ilmu: Bahasa - Definisi (Bahasan bandingan ringkasan Bab V buku Filsafat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri: (Hal. 163-187).

Telah dijelaskan, bahwa alat bantu berpikir manusia adalah sistem ilmiah ilmu (Science Valley 7: Masalah (Kedaluarsa Dasar Ilmu Filsafat) Indonesia)). Masalahnya, (ilmu) pengetahuan paradigma lama belum memenuhi syarat paradigma baru TQZ Scientific System of Science (2000), termasuk (ilmu) pengetahuan bahasa.

Di runtut ke belakang, sebenarnya akar semua masalah sudah dijelaskan dalam Science Valley 5: Masalah (Kedaluwarsa Esensi Karakteristik Berpikir Filsafat) Indonesia, bahwa “sesungguhnya, seluruh bahasan apa pun sepanjang masa, hanya turunan dari pada tiga hal di atas TQZ Univesal Problem (2000), yaitu (1) menemukan (keteraturan umum (generalisasi), (2) menetapkan batasan tertentu (spesifikasi) dan (3) mengetahui hubungan semua (interaksi)”. Dan, masalah menetapkan batasan tertentu itu adalah definisi, termasuk “definisi” untuk kata “definisi” sendiri. Ini adalah masalah dasar dan besar bagi (ilmu) pengetahuan bahasa.

Dari itulah, sebenarnya juga, sangat jelas masalah yang dihadapi ilmuwan sehubungan bahasa, yaitu tata bahasa atau sistem ilmiah ilmu bahasa. Bagaimana menyampaikan tulisan ilmiah kalau tata bahasa yang digunakan belum tertata atau sempurna memiliki (keter)aturan ilmiahnya? Bagaimana mungkin ilmiah bahasan sesuatu kalau definisi dari definisi itu sendiri saja belum ilmiah? Lantas, bagaimana memberikan definisi ilmiah untuk kata “definisi” kalau paradigma syarat ilmiah ilmu (termasuk bahasa) belum dipecahkan? (Untuk lebih jelas, contoh kasus verifikasi masalah definisi Paradigma Baru Milenium III, Lihat Rujukan: Masalah (Sistem Bahasa) Indonesia). Untuk memastikan TQZ Philosophy of Definition (2000) benar berlaku tidak hanya golongan disiplin ilmu sastra untuk kata “puisi”, tetapi juga golongan biologi membahas TQZ Butterfly Life Cycle dan (Lihat Rujukan: Masalah (Bukti Krisis Pendidikan) Indonesia). Agar lebih meyakinkan, mengenai kebenaran TQZ Philosophy of Definition diverifikasi untuk golongan ilmu administrasi dan manajemen pemerintahan (Lihat Rujukan: Masalah (Pemerintahan) Indonesia). Selain kupasan rujukan, TQZ Philosophy of Definition telah memecahkan ratusan definisi lain berbagai golongan disiplin ilmu.

Tambahan, membuat sarana ilmiah atau sistem ilmiah adalah ilmu, yaitu meneliti berbagai golongan ilmu untuk (verifikasi) ilmu itu sendiri. Banyak peneliti hanya meneliti sesuatu hal untuk ilmu, bukan meneliti pikiran-pikiran (ilmu) pengetahuan untuk ilmu.

Jadi, jelas masalah (kedaluwarsa sistem bahasa ilmiah) Indonesia (dan dunia)? Mari belajar, mengajar dan mengelola atau memahami apa pun dengan Paradigma Baru Milenium III yang dalam, jelas dan luas, agar lebih baik.

[Seorang ilmuwan] secara alami dan pasti ... berdebat panjang data dan menebak solusi. [Dia melanjutkan untuk] pengujian menebak dengan data baru-memprediksi konsekuensi menebak dan kemudian tanpa perasaan bertanya apakah prediksi diverifikasi (Edwin Powell Hubble).

Bagaimana Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Jujun S. Suriasumantri, FILSAFAT ILMU – Sebuah Pengantar Populer, (2005: (Hal. (Hal. 163-187), Pustaka Sinar Harapan, Cetakan Kedelepan Belas, April 2005, Jakarta.
2. Qinimain Zain, Masalah (Sistem Bahasa) Indonesia: Masalah (struktur sistem bahasa) Indonesia, Kompasiana, 1 Juni 2013, (Dikutip lengkap):

Masalah (Sistem Bahasa) Indonesia
(Kompasiana, 01 Juni 2013)

Masalah (Struktur Sistem Bahasa) Indonesia

KETIKA orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam parit (Pepatah Afrika)

Lalu, apa sih masalah (struktur sistem bahasa) Indonesia?

RABU, 22 Mei 2013, Strategic Forum Special kembali mengundang para ahli atau ilmuwan peneliti membahas masalah penting dari sudut Paradigma Baru Milenium III – (R)Evolusi Ilmu (Pengetahuan). Forum khusus ini hanya mengundang beberapa orang saja dari organisasi, instansi atau perusahaan terkait tema yang dibahas. Karena temanya “Sistem Bahasa – Structure of Science (R)Evolution”, yang diundang hadir peneliti dari Balai Bahasa.

Seperti biasa, Strategic Forum dimulai definisi The Liang Gie (1997: 380), Ilmu pengetahuan (science) adalah segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge). Kemudian, (menanyakan) apa saja syarat keteraturannya? Lalu, definisi paradigma baru menjadi ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu (QZ, 2000). Berikutnya, kali ini hanya menjelaskan berkenaan keteraturan struktur, tanpa kode, satuan ukuran dan hukum, hanya sekilas teori baru dalam kegiatan ilmiah. Akhirnya, memberikan contoh kasus bandingan yang belum dan sudah memenuhi syarat keteraturan ilmu sesuai bidang ilmu bahasa peserta forum. Dan, kali ini menarik karena membahas sistem bahasa paradigma baru milenium III di hadapan ahli bahasa. Bukankah (sistem) Bahasa (Indonesia) bidang ilmu sangat penting dan dianggap sudah mantap teratur? Lantas, apa yang bermasalah dengan struktur sistem bahasanya?

Pada Strategic Forum kali ini hanya membahas “struktur” keteraturan sistem bahasa, dengan contoh kasus “puisi”.
“Puisi adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Struktur fisik puisi terdiri dari tipografi, diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa dan rima/irama” (http://id.wikipedia.org/wiki/Puisi, diakses 1 Juni 2013)

Dari struktur yang diungkap, sangat jelas masalahnya. Struktur sistem ilmu paradigma baru berkaitan dengan keteraturan jumlah fungsi (unsur) sesuatu, urutan, kaitan dan paduan antar fungsi (unsur) tersebut. Dari Wikipedia fungsi (unsur) definisi puisi jelas tidak teratur (tetap). Artinya, jika yang dipelajari dan diajarkan demikian maka yang didapat dan diberikan sebatas pengetahuan saja, bukan ilmu. Artinya juga, sistem bahasa paradigma lama yang digunakan itu, belum memenuhi syarat struktur sistem bahasa ilmiah ilmu. Ini jelas masalah dasar dan besar. Lalu, mana sih contoh definisi puisi paradigma baru yang memenuhi syarat itu?

Definisi TQZ Poetry (2000) (dalam Paradigma Baru Milenium III – (R)Evolusi Ilmu (Pengetahuan) adalah h6asil seni sastra berupa kata-kata yang tersusun menurut syarat tertentu berupa kata konkret (concrete word), pilihan kata (diction), irama (rhythm), gaya (style) dan daya bayang (imagery) (Morris et al, 1964 - Qinimain Zain, 2000). (Morris (194), sudah sangat baik mengemukakan enam unsur puisi yaitu diction, imagery, the concrete word, figurative language dan rhythm and rime. Tetapi struktur jumlah unsur (fungsi), urutan dan kaitannya tidak teratur sebagai sebuah sistem (ilmu)).

Lalu, bisa lebih jelas lagi nggak sih struktur (r)evolusi paradigma barunya?

Pada paradigma baru unsur (fungsi) puisi berjumlah lima, kata konkret, pilihan kata, irama, gaya dan daya bayang. Lima unsur (fungsi) berurutan tetap dan saling berkaitan. Artinya, dalam proses penciptaan suatu puisi diawali dengan menulis obyek dengan kata konkret sampai kepembentukan daya bayang. Artinya, daya bayang tak mungkin ada tanpa gaya, gaya tak akan terbentuk tanpa irama, irama tak terwujud tanpa pilihan kata, dan pilihan kata tak akan pernah tercipta tanpa kata konkret yang baik lebih dahulu. Terakhir, lima unsur (fungsi) puisi terpadu utuh. Artinya, kekurangan atau kekurangtepatan salah satu unsur (fungsi) puisi membuat definisi tidak sempurna. Ini sebenarnya penerapan TQZ Philosophy of Definition (2000) paradigma baru milenium III – (r)evolusi ilmu (pengetahuan) pada Strategic Forum Special “Sistem Bahasa – Structure of Science (R)Evolution”. Dan, untuk satu perubahan dan penetapan definisi puisi ini saja sudah mengharuskan semua referensi atau buku belajar-mengajar bahasa, khususnya sastra harus ditulis ulang. Semuanya.

Apakah hanya sebatas sistem bahasa struktur puisi yang dibahas pada Strategic Forum itu? Yang lain, banyak. Apakah hanya buku sastra yang harus ditulis ulang? Yang lain, banyak. Apakah termasuk buku referensi sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan universitas juga? Semua, banyak. Termasuk Kurikulum 2013?

Sebenarnya, untuk apa pusing dengan paradigma baru milenium III. Yang penting (maha)siswa nilai ulangan atau ujian tinggi, ijazah dan gelar didapat, meski bahan belajar-mengajar sekolah dan kuliah kacau-balau tak sesuai sistem ilmiah ilmu semestinya. Mengajar juga demikian, yang penting sesuai silabus dan gaji lumayan. Peduli amat bahan pelajaran kadaluarsa. Bukankah, kompetensi lulusan program pendidikan salah satunya hanya meminta kompetensi pengetahuan, bukan berilmu? (Lihat Rujukan, Kurikulum 2013).

Jadi, jelas masalah (sistem bahasa) Indonesia? Struktur sistem bahasa Indonesia dan bahasa lain dunia (paradigma lama) masih kacau-balau, kalau mengacu (paradigma baru) sistem ilmiah ilmu semestinya.

ORANG buta tidak akan berterima kasih pada cermin (Pepatah Inggris)

BAGAIMANA Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Mohammad Nuh: http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/08/08205286/Kurikulum.2013
2. Qinimain Zain: Strategi (R)Evolusi Filsafat Definisi, Tablomagazine BISNIS No. 53/II/Oktober 2007:10

3. Qinimain Zain, Masalah (Krisis Paradigma Pendidikan) Indonesia: Masalah (Bukti Krisis Pendidikan) Indonesia, Kompasiana, 26 Februari 2012, (Dikutip lengkap):

Masalah (Krisis Paradigma Pendidikan) Indonesia
(Kompasiana, 26 Februari 2012)

Masalah (Bukti Krisis Paradigma Pendidikan) Indonesia

LALU, mana sih penyebab bukti (krisis paradigma pendidikan) Indonesia?

PENGAKUAN sah paling umum dan efektif membuktikan (r)evolusi paradigma baru ilmu pengetahuan adalah memecahkan masalah yang menyebabkan paradigma lama mengalami krisis (Thomas S Kuhn).

Sabtu, 25 Februari 2012, kembali memberikan pelatihan Strategi Ilmuwan Menulis kepada mahasiswa. Seperti minggu lalu, dimulai definisi (ilmu) pengetahuan paradigma lama kemudian definisi paradigma baru. Diakhiri memberikan bukti memecahkan kasus yang tidak dapat dipecahkan paradigma lama sebelumnya. Dan, kali ini juga menarik karena mahasiswa yang mengikuti dari Fakultas MIPA Jurusan Matematika, Jurusan Kimia, Jurusan Informatika dan Jurusan Biologi. Banyak hal dibahas. Tetapi contoh kali ini untuk bidang biologi. Berkaitan hal yang sederhana dan umum, tetapi mendasar.

Mahasiswa diminta mencermati kasus di layar: “Salah satu perdebatan akademis yang terus berlangsung sampai saat ini berkisar keilmiahan dari disiplin-disiplin yang berada di bawah payung ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Ilmu Politik, Psikologi Sosial, Ilmu Ekonomi, Antropologi, Geografi, Sejarah, Ilmu Komunikasi serta disiplin-disiplin lain yang merupakan gabungan dari disiplin-disiplin tersebut. Perdebatan tersebut pada dasarnya berkutat pada isu-isu apakah perilaku manusia dapat dikaji secara ilmiah atau tidak. Sebagian para akademi tidak bersepakat dalam menganggap disiplin-disiplin tersebut sebagai ilmu.

Dalam banyak kasus, pergerakan dalam ilmu sosial telah lebih menekankan pada perhatian agar dapat memberikan penjelasan sistematis, sementara perhatian sebelumnya hanya pada deskripsi saja” (Earl Babbie,1989).

Artinya, semua yang berkenaan ilmu harus berpegang pada prinsip dasar keteraturan ilmu. Terkait hal itu, membahas krisis pendidikan (ilmu) pengetahuan sosial pasti mengejutkan. Tetapi, untuk bidang biologi pun mengejutkan pula. Contoh. Ketika peserta (jurusan biologi) diminta menyebut siklus hidup kupu-kupu, dengan mudah urut dari telur, ke ulat, lalu kepompong, akhirnya kupu-kupu. Lalu, diberikan dalam prinsip keteraturan Paradigma Baru Milenium III, TQZ Butterfly Life Cycle yaitu urutannya dari TQO ulat, ke TQC kepompong, lalu TQS kupu-kupu, kemudian TQI kawin dan akhirnya TQT (ber)telur. Atau ditulis, siklus hidup kupu-kupu adalah kawin, telur, ulat, kepompong dan kupu-kupu (QZ, 2000). Inilah siklus hidup kupu-kupu sempurna. (Perhatikan urutan dan keterkaitannya siklusnya).

Kemudian diajukan contoh lebih susah dan deskripsi kacau paradigma lama (ilmu) pengetahuan menjadi krisis nyata. Peserta bingung diminta menetapkan (keter)aturan ciri mahluk hidup yaitu melakukan gerak aktif, melakukan metabolisme, berkembang biak, tumbuh, dan tanggap terhadap rangsangan. Jawabannya, dalam ilmu paradigma baru, TQZ Characteristics of Organism (2000) atau ciri mahluk hidup adalah melakukan TQO metabolisme, TQC tumbuh, TQS melakukan gerak aktif, TQI tanggap terhadap rangsangan dan TQT berkembang biak. (Perhatikan kembali urutan dan keterkaitannya siklusnya, serta hubungan antara TQO Ulat dengan Metabolisme, TQC Kepompong dengan Tumbuh, TQS Kupu-kupu dengan Melakukan gerak aktif, TQI Kawin dengan Tanggap terhadap rangsangan, dan TQT (Ber)telur dengan Berkembangbiak. Untuk hal sederhana dan umum ini saja, karena mendasar, semua buku referensi biologi harus ditulis ulang. Apalagi bila paradigma baru diterapkan pada (ilmu) pengetahuan sosial (contoh, lihat tulisan sebelumnya: Masalah (Pemerintahan) Indonesia).

Di akhir pertemuan di layar proyektor: “BAGAIMANA sih, kesimpulannya? (1) SIAPA PUN, bagaimana pun untuk belajar dan mengajar masalah apa pun mana pun, harus berpegang prinsip dasar ilmu (science) adalah segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge)”

“LALU,…? (2) JIKA tidak berpegang prinsip asumsi dasar ilmu pengetahuan sebagai segenap pengetahuan yang teratur, maka akan banyak buang tenaga, bahan, biaya, waktu, dan pikiran saja. Karena hasil yang didapat dan diberikan sebatas gambaran (deskripsi) kabur atau gejala (fenomena) kacau”.

“AKHIRNYA,…? (3) YANG lebih parah, jika tidak berpegang prinsip dasar ilmu pengetahuan sebagai segenap pengetahuan yang teratur, belajar dan mengajar (meneliti dan mengelola) apa pun dapat tersesat dan menyesatkan. Kemalangan berantai”.

JADI, jelas bukti krisis (pendidikan) Indonesia (dan dunia)? Dan, tinggal terus pendidikan deskripsi kacau paradigma lama atau ingin teratur dengan prinsip ilmu pengetahuan paradigma baru saja!

KETIKA ilmuwan mengambil keputusan paradigma baru bumi bulat, maka kosa kata dan formulasi bumi datar tak berguna lagi (John Naisbitt).

BAGAIMANA Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Strategi Ilmuwan Menulis diberikan karena dipicu Kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Intinya, menyesalkan bila tulisan jurnal nanti sekadar memenuhi syarat formal Pedoman Penulisan jurnal ilmah yang biasa ada di halaman dalam sampul belakang jurnal. Sedang isinya masih tidak teratur (sesuai prinsip ilmu pengetahuan).
2. Earl Babbie, The Practice of Social Research, 1989, Wadsworth, Inc, Belmont, California (Johny Alfian Khusyairi (Penyunting), Metode Penelitian Survai untuk Ilmu-ilmu Sosial , 2006:1-2, Palmall Jogjakarta, Cetakan I Jogjakarta).

4. Qinimain Zain, Masalah (Pemerintahan) Indonesia: Masalah (Pemerintahan) Indonesia, Kompasiana, 25 Januari 2012, (Dikutip lengkap):

Masalah (Pemerintahan) Indonesia
(Kompasiana, 25 Januari 2012)

Masalah (Pemerintahan) Indonesia

MENJANJIKAN adalah satu hal, melakukan adalah hal yang lain (Pepatah Belanda)

LALU, apa sih kesusahan (masalah menata/mengelola pemerintahan) Indonesia?

Ilmu (science) adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu (QZ, 2000). Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance) hanya dapat atau harus dikelola dengan ilmu yang (teratur) baik pula. Jika tidak, akan atau pasti kacau: Tidak efektif, efesien dan produktif.

Medio Mei 2003, dari media cetak dan elektronik ramai dibicarakan Good Governace di Kalimantan Selatan. Penasaran lalu mencari tahu pada manajer Urban Management Advisor (UMA) Good Governance setempat, dan diberi selembar brosur berisi Sepuluh Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik dari butir Partisipasi, Penegakan Hukum, Daya Tanggap, Transparansi, Wawasan Ke Depan, Kesetaraan, Akuntabilitas, Efesiensi & Efektivitas, Pengawasan, serta Profesionalisme, bergambar kartun dicetak oleh Breakthrough Urban Initiaves for Local Development (BUILD). Cuma itu.

Esoknya, utang budi informasi itu saya balas dengan memberikan jawaban dalam paradigma baru sistem ilmu yang teratur. Titik awal pelaksanaan TQZ Good Governance dari TQO Daya Tanggap - Partisipasi, TQC Penegakan Hukum - Pengawasan, TQS Efesiensi & Efektivitas (& Produktivitas - QZ) - Profesionalisme, TQI Akuntabilitas - Transparansi, Kesetaraan - TQT Wawasan Ke Depan. Artinya, Wawasan Ke Depan tak mungkin ada tanpa Transparansi, Transparansi tak akan terbentuk tanpa Profesionalisme, Profesionalisme tak akan terwujud tanpa Pengawasan, dan Pengawasan tak akan pernah tercipta tanpa Partisipasi.

Lalu, Kesetaraan hanya akan tercipta oleh Akuntabilitas yang jelas, Akuntabilitas hanya akan terwujud oleh Efesiensi & Efektivitas (& Produktivitas - QZ) yang baik, Efesiensi & Efektivitas (& Produktivitas – QZ) hanya akan terbentuk oleh Penegakan Hukum yang adil, dan Penegakan Hukum hanya akan terjadi bila ada Daya Tanggap seluruh komponen pemerintahan dan masyarakat (atau karyawan) terhadap suatu masalah atau kemajuan sesuatu yang ada.

Selain itu, Partisipasi hanya dapat dibangun oleh Daya Tanggap, Pengawasan oleh Penegakan Hukum, Profesionalisme oleh Efesiensi & Efektifitas (& Produktivitas), Transparansi oleh Akuntabilitas, dan Wawasan Ke Depan oleh Kesetaraan. Jadi, definisi TQZ Good Governance adalah tata pemerintahan yang dikelola dengan partisipasi tanggap, pengawasan penegakkan hukum, profesional efesien, efektif dan (produktif), terbuka bertanggungjawab, dan berwawasan ke depan dengan mengutamakan kesetaraan yang baik, terhadap semua sumber daya yang ada.

Intinya, masalah utama susah memahami dan melaksanakan prinsip Good Governance dalam mengelola pemerintahan jelas. Sepuluh prinsip UMA itu sudah sangat tepat, tetapi tidak memenuhi syarat sebagai sistem ilmu yang teratur dalam paradigma baru.

Lebih jauh lagi, sekarang jelas sikap Daya Tanggap (responsiveness) adalah syarat mutlak langkah awal pelaksanaan Good Governance. Percuma berjanji melaksanakan pemerintahan yang baik bila kritik keburukan atau saran kemajuan berbagai hal penegakkan hukum, kinerja, pertanggungjawaban, dan persamaan hak-kewajiban seseorang/masyarakat, selalu lambat atau tidak ditanggapi pemerintah.

JADI, jelas masalah (tata) pemerintahan (yang baik) Indonesia? Dan, tinggal menjanjikan atau melakukannya saja!

ANTARA menjanjikan dan melakukan, ada jarak yang besar (Pepatah Denmark)

BAGAIMANA Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Qinimain Zain, (ringkasan) Strategi (R)Evolusi Good Governance disunting dalam buku: Mewujudkan Good Governance Di Kalimantan Selatan, 2007: 241-247, Pengantar Taufiq Effendi (Men PAN RI), Inspektorat Provinsi Kalimantan Selatan – Pustaka Banua, cetakan I, Banjarmasin.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun