Masalah (Krisis Paradigma Pendidikan) Indonesia
(Kompasiana, 26 Februari 2012)
Masalah (Bukti Krisis Paradigma Pendidikan) Indonesia
LALU, mana sih penyebab bukti (krisis paradigma pendidikan) Indonesia?
PENGAKUAN sah paling umum dan efektif membuktikan (r)evolusi paradigma baru ilmu pengetahuan adalah memecahkan masalah yang menyebabkan paradigma lama mengalami krisis (Thomas S Kuhn).
Sabtu, 25 Februari 2012, kembali memberikan pelatihan Strategi Ilmuwan Menulis kepada mahasiswa. Seperti minggu lalu, dimulai definisi (ilmu) pengetahuan paradigma lama kemudian definisi paradigma baru. Diakhiri memberikan bukti memecahkan kasus yang tidak dapat dipecahkan paradigma lama sebelumnya. Dan, kali ini juga menarik karena mahasiswa yang mengikuti dari Fakultas MIPA Jurusan Matematika, Jurusan Kimia, Jurusan Informatika dan Jurusan Biologi. Banyak hal dibahas. Tetapi contoh kali ini untuk bidang biologi. Berkaitan hal yang sederhana dan umum, tetapi mendasar.
Mahasiswa diminta mencermati kasus di layar: “Salah satu perdebatan akademis yang terus berlangsung sampai saat ini berkisar keilmiahan dari disiplin-disiplin yang berada di bawah payung ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Ilmu Politik, Psikologi Sosial, Ilmu Ekonomi, Antropologi, Geografi, Sejarah, Ilmu Komunikasi serta disiplin-disiplin lain yang merupakan gabungan dari disiplin-disiplin tersebut. Perdebatan tersebut pada dasarnya berkutat pada isu-isu apakah perilaku manusia dapat dikaji secara ilmiah atau tidak. Sebagian para akademi tidak bersepakat dalam menganggap disiplin-disiplin tersebut sebagai ilmu.
Dalam banyak kasus, pergerakan dalam ilmu sosial telah lebih menekankan pada perhatian agar dapat memberikan penjelasan sistematis, sementara perhatian sebelumnya hanya pada deskripsi saja” (Earl Babbie,1989).
Artinya, semua yang berkenaan ilmu harus berpegang pada prinsip dasar keteraturan ilmu. Terkait hal itu, membahas krisis pendidikan (ilmu) pengetahuan sosial pasti mengejutkan. Tetapi, untuk bidang biologi pun mengejutkan pula. Contoh. Ketika peserta (jurusan biologi) diminta menyebut siklus hidup kupu-kupu, dengan mudah urut dari telur, ke ulat, lalu kepompong, akhirnya kupu-kupu. Lalu, diberikan dalam prinsip keteraturan Paradigma Baru Milenium III, TQZ Butterfly Life Cycle yaitu urutannya dari TQO ulat, ke TQC kepompong, lalu TQS kupu-kupu, kemudian TQI kawin dan akhirnya TQT (ber)telur. Atau ditulis, siklus hidup kupu-kupu adalah kawin, telur, ulat, kepompong dan kupu-kupu (QZ, 2000). Inilah siklus hidup kupu-kupu sempurna. (Perhatikan urutan dan keterkaitannya siklusnya).
Kemudian diajukan contoh lebih susah dan deskripsi kacau paradigma lama (ilmu) pengetahuan menjadi krisis nyata. Peserta bingung diminta menetapkan (keter)aturan ciri mahluk hidup yaitu melakukan gerak aktif, melakukan metabolisme, berkembang biak, tumbuh, dan tanggap terhadap rangsangan. Jawabannya, dalam ilmu paradigma baru, TQZ Characteristics of Organism (2000) atau ciri mahluk hidup adalah melakukan TQO metabolisme, TQC tumbuh, TQS melakukan gerak aktif, TQI tanggap terhadap rangsangan dan TQT berkembang biak. (Perhatikan kembali urutan dan keterkaitannya siklusnya, serta hubungan antara TQO Ulat dengan Metabolisme, TQC Kepompong dengan Tumbuh, TQS Kupu-kupu dengan Melakukan gerak aktif, TQI Kawin dengan Tanggap terhadap rangsangan, dan TQT (Ber)telur dengan Berkembangbiak. Untuk hal sederhana dan umum ini saja, karena mendasar, semua buku referensi biologi harus ditulis ulang. Apalagi bila paradigma baru diterapkan pada (ilmu) pengetahuan sosial (contoh, lihat tulisan sebelumnya: Masalah (Pemerintahan) Indonesia).
Di akhir pertemuan di layar proyektor: “BAGAIMANA sih, kesimpulannya? (1) SIAPA PUN, bagaimana pun untuk belajar dan mengajar masalah apa pun mana pun, harus berpegang prinsip dasar ilmu (science) adalah segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge)”
“LALU,…? (2) JIKA tidak berpegang prinsip asumsi dasar ilmu pengetahuan sebagai segenap pengetahuan yang teratur, maka akan banyak buang tenaga, bahan, biaya, waktu, dan pikiran saja. Karena hasil yang didapat dan diberikan sebatas gambaran (deskripsi) kabur atau gejala (fenomena) kacau”.